Beli LPG 3 KG Wajib Pakai KTP, Hanya 40% Warga Miskin Nikmati Subsidi

mae, CNBC Indonesia
03 June 2024 14:05
Infografis, RI Tajir Gas Alam, Tapi Kok Impor LPG?
Foto: Infografis/ Indonesia Kaya akan Gas Alam Tapi Impor LPG/ Edward Ricardo Sianturi

Jakarta, CNBC Indonesia - Penyaluran Liquefied Petroleum Gas (LPG) 3 kilogram (kg) menggunakan data Kartu Identitas Penduduk (KTP) per Sabtu (1/6/2024). Langkah ini dilakukan agar subsidi LPG lebih tepat sasaran.

PT Pertamina menghimbau konsumen diharapkan sudah terlebih dahulu melakukan pendaftaran di agen atau pangkalan LPG, sehingga sudah terdata.

Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati mengatakan penyaluran LPG 3 kg dengan KTP dilakukan karena banyak menemukan masyarakat mampu masih menggunakan LPG bersubsidi, yang seharusnya dikonsumsi oleh masyarakat miskin di Indonesia.

"Itu kami lakukan sebagai tahapan awal memetakan, sehingga nanti terlihat ada yang kurang tepat sasaran dan data ini kalau sudah di-mapping dengan desil, sehingga ini bisa digunakan ketika pemerintah mau melakukan subsidi tertutup," jelas Nicke dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VII DPR RI, Jakarta, dikutip Jumat (31/5/2024).

Dia menambahkan Pertamina akan tetap menerapkan syarat pembelian LPG 3 kg dengan menggunakan KTP mulai 1 Juni 2024 mendatang. Sekalipun apabila keputusan tersebut mendapat protes dari masyarakat. "Walaupun masyarakat ada yang komplain, kita tetap jalankan dengan pembelian (LPG 3 kg) menggunakan KTP," tandasnya.

Subsidi LPG Terus Bengkak Karena Salah Sasaran?
Konsumsi dan realisasi subsidi LPG 3 kg terus membengkak tiap tahun.

Kementerian ESDM memperkirakan penyerapan LPG 3 kg pada 2023 mencapai 8,05 juta ton, realisasi ini melebihi kuota LPG pada APBN, yakni sebesar 8 juta ton.
Tingginya konsumsi LPG 3 Kg inilah yang semakin membebani anggaran pemerintah. Selain konsumsi, subsidi juga membengkak karena pelemahan rupiah dan harga produk LPG (Contract Price Aramco/CP Aramco).

Realisasi LPG 3 kg per 30 April 2024 sudah mencapai 33,38% atau dari sebesar 2,68 juta ton dari kuota yang dipatok oleh pemerintah sebesar 8,03 juta ton tahun 2024.

Dadan juga mengatakan bahwa proyeksi penyaluran LPG 3 kg hingga akhir 2024 akan lebih tinggi hingga 8,12 juta ton dari kuota yang ditetapkan oleh pemerintah 8,03 juta ton di tahun 2024 ini.

Data Kementerian Keuangan menunjukkan anggaran subsidi juga membengkak hampir tiga kali lipat dari Rp 38,7 triliun pada 2017 menjadi Rp 100,39 triliun pada 2022.

Volume penyaluran LPG tabung 3 Kg melonjak 17,7% dari 6,84 juta ton ton pada 2019 menjadi 8,05 ton pada 2023.

Harga LPG 3 Kg Tak Pernah Naik Selama 17 Tahun
Subsidi LPG 3 Kg merupakan bagian dari program konversi minyak tanah ke LPG yang dinisiasi tahun 2006 dan dilaksanakan 2007. Konversi diharapkan bisa menekan subsidi energi, mengurangi penyalahgunaan subsidi minyak tanah, serta meningkatkan penggunaan energi yang lebih ramah lingkungan.

Sejak program ini dilakukan mulai 2007 atau 17 tahun harga LPG 3 Kg sebesar Rp 4.250/Kg belum pernah dinaikkan atau disesuaikan padahal harga gas terus membengkak.

Persoalan menjadi rumit karena konsumsi LPG Gas Melon terus membengkak sementara produksi dalam negeri sangat terbatas. Akibatnya impor terus membengkak dan membebani anggaran.

Laporan Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) berjudul Policy Paper (Naskah Kebijakan) Reformasi Kebijakan Subsidi LPG Tepat Sasaran: Mengurangi Kesenjangan dan Menjamin Pemerataan menyebutkan konsumsi LPG terus meningkat secara drastis rata-rata 34,7% per tahun.

TNP2K mengatakan salah satu faktor dari pembengkakan subsidi adalah banyaknya masyarakat yang seharusnya tidak menikmati subsidi malah menikmati subsidi. Distribusi LPG 3 kg yang dilakukan secara terbuka juga membuat upaya pemerintah menekan subsidi tidak berjalan optimal.

Disparitas harga antara LPG tabung 3 kg dan 12 kg sangat lebar sehingga masyarakat beralih ke LPG 3 kg.
Berdasarkan studi TNP2K, hanya 39% pengguna LPG 3 Kg yang masuk dalam 40% rumah tangga paling miskin. Pengguna elpiji 3 kg lebih sedikit di pedesaan yang sebenarnya menjadi target utama subsidi.

Hasil analisis Survei Sosial Ekonomi Nasional 2022, 40% rumah tangga dengan kondisi sosial ekonomi terendah (desil 1-4) hanya menikmati 33,1% dari subsidi LPG, sementara 66,9% dinikmati oleh kelompok yang lebih mampu (desil 5-10).

Hal ini menunjukkan bahwa daya serap masyarakat miskin terhadap LPG bersubsidi ini hanya sekitar 33,1%. Angka ini relatif sama dari tahun ke tahun.

Kementerian ESDM mencatat dari 2020-2022, realisasi volume LPG subsidi terus meningkat rata-rata sebesar 4,5%.

Di sisi lain, realisasi LPG non-subsidi rata-rata mengalami penurunan sebesar 10,9%. Hal ini menunjukkan bahwa dari tahun ke tahun semakin banyak masyarakat mampu yang beralih ke LPG bersubsidi.

TNP2K juga telah melakukan simulasi dengan menggunakan data tahun 2022 mengenai potensi penghematan APBN 2022 melalui penerapan kebijakan subsidi LPG tepat sasaran.

Bila subsidi benar-benar hanya dialokasikan untuk rumah tangga desil 1-4 dan rumah tangga dengan usaha mikro, maka kebutuhan subsidi LPG hanya sebesar Rp 59,75 triliun.

Apabila dibandingkan dengan realisasi subsidi LPG pada 2022 yang menembus Rp 89,98 triliun maka ada selisih sekitar Rpp 30,23 triliun.


CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

(mae/mae)
Tags

Most Popular
Recommendation