
Sri Mulyani Senyum: Asing Jor-Joran Beli Surat Utang Triliunan Rupiah

Jakarta, CNBC Indonesia - Arus dana asing tercatat masuk ke Indonesia dalam empat pekan beruntun. Hal ini disambut positif dengan apresiasi bagi pasar keuangan domestik.
Namun, ada perbedaan besar antara minat asing di pasar saham dan surat utang. Investor asing masih enggan dan memilih melepas saham emiten lokal tetapi getol membeli surat utang pemerintah.
Bank Indonesia (BI) merilis data transaksi 27-30 Mei 2024, bahwa investor asing di pasar keuangan domestik tercatat beli neto Rp4,75 triliun terdiri dari beli neto Rp3,31 triliun di pasar Surat Berharga Negara (SBN), jual neto Rp4,75 triliun di pasar saham, dan beli neto Rp6,19 triliun di Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI).
Selama tahun 2024, berdasarkan data setelmen sampai dengan 30 Mei 2024 tercatat beli neto sebesar Rp42,72 triliun. Investor asing tercatat jual neto Rp34,72 triliun di pasar SBN, jual neto Rp4,26 triliun di pasar saham, dan beli neto Rp86,07 triliun di SRBI.
Tingginya minat investor asing ke obligasi pemerintah salah satunya disebabkan besarnya imbal hasil SBN. Imbal hasil SBN tenor 10 tahun kini di angka 6,93%, meningkat dibanidngkan pertengahan Mei 2024 yang tercatat 6,7%.
Besarnya minat asing juga terlihat dari ramainya incoing bid pada lelang SBN pekan lalu.
Pada lelang SBN Selasa lalu (28/5/2024), pemerintah menerima incoming bid sebesar Rp47,1147triliun persentase incoming bid ssing terhadap total incoming bid adalah14,68% atau Rp 6,92 triliun. Pemerintah menyerap utang senilai Rp 4,74 triliun dari investor asing.
Jumlah tersebut lebih besar dibandingkan lelang sebelumnya di mana bids dari asing tercatat Rp 6,36 triliun dan pemerintah hanya menyerap Rp 3,5 triliun.
Sementara itu, total aliran dana asing yang masuk ke instrumen SRBI pada 23 Mei itu meningkat dari catatan pada 21 April 2024 yang baru sebesar Rp71,55 triliun atau setara 18,18% dari total outstanding.
Selain SRBI, aliran modal yang masuk ke instrumen investasi portofolio BI itu di antaranya Sekuritas Valas Bank Indonesia (SVBI) dan Suku Valas Bank Indonesia (SUVBI) masing-masing masuk secara total sebesar US$2,13 miliar, dan US$257 juta.
"Terkait valas juga instrumen yang dikeluarkan BI yaitu SVBI stabil di US$2,1 miliar dan ini mayoritas di posisi 3 bulan," tegas Deputi Gubernur Senior BI Destry Damayanti.
Destry memastikan, ke depan BI akan terus mengoptimalkan berbagai inovasi instrumen pro-market baik dari sisi volume maupun daya tarik imbal hasil, dan didukung kondisi fundamental ekonomi domestik yang kuat, untuk mendorong kembali aliran masuk portofolio asing ke pasar keuangan domestik.
Optimalisasi instrumen moneter pro-market juga akan terus dilakukan untuk memperkuat efektivitas transmisi kebijakan dalam memastikan inflasi tetap terkendali dan nilai tukar rupiah tetap stabil.
Dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI yang dilaksanakan pada 21-22 Mei 2024, Gubernur BI Perry Warjiyo sempat menyampaikan bahwa risiko memburuknya ketegangan geopolitik sejak akhir April 2024 tampak tidak berlanjut.
Kendati demikian, pada Minggu (26/5/2024), Israel melakukan penyerangan ke kota paling Selatan Gaza, Rafah.
Serangan yang terjadi ini tampak tidak berpengaruh signifikan terhadap pasar keuangan global maupun domestik. Oleh karena itu, aliran dana asing tampak masih masuk ke Tanah Air mengingat selisih imbal hasil yang cukup menarik dibandingkan negara maju.
Lebih lanjut, perkembangan terkini pada kuartal II-2024 menunjukkan Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) kembali membaik ditopang oleh berlanjutnya surplus neraca perdagangan pada April 2024 sebesar US$3,6 miliar didukung oleh ekspor nonmigas.
Sementara itu, aliran masuk investasi portofolio kembali positif pada kuartal II-2024 (sampai dengan 20 Mei 2024) secara neto tercatat sebesar US$1,8 miliar didorong oleh dampak positif respons bauran kebijakan moneter BI.
Tidak sampai disitu, ekspektasi pemangkasan suku bunga bank sentral Amerika Serikat (The Fed) masih diperkirakan terjadi mengingat inflasi yang berpotensi melandai di akhir tahun ini.
Dikutip dari Reuters, para pembuat kebijakan Federal Reserve terus memperkirakan inflasi akan turun tahun ini bahkan ketika pasar tenaga kerja tetap kuat, sehingga mereka tidak terburu-buru untuk menurunkan suku bunga kebijakan dari kisaran 5,25%-5,50% yang telah mereka pertahankan sejak Juli lalu.
Untuk diketahui, inflasi AS saat ini melandai dan berada di angka 3,4% year on year/yoy pada April 2024 atau lebih rendah dibandingkan periode sebelumnya yang berada di angka 3,5% yoy dan inflasi inti melandai 0,2% poin persentase ke angka 3,6% yoy pada April 2024.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(rev/rev)