
Dolar AS Makin Tangguh, Mata Uang Asia Tersungkur

Jakarta, CNBC Indonesia - Performa mata uang Asia terhadap dolar Amerika Serikat (AS) hari ini, Kamis (23/5/2024) mayoritas berada di zona merah.
Dilansir dari Refinitiv, hampir keseluruhan mata uang Asia mengalami depresiasi. Per pukul 07:25 WIB, ringgit Malaysia turun paling signifikan sebesar 0,32% terhadap dolar AS. Baht Thailand juga melemah 0,16%, dan won Korea Selatan juga berada di teritori negatif 0,14%.
Berbeda halnya dengan rupiah Indonesia yang stagnan 0% karena menyambut hari libur Waisak. Begitu pula dengan peso Filipina yang tidak bergerak pada perdagangan hari ini.
Indeks dolar AS (DXY) tercatat naik 0,26% ke angka 104,93 pada penutupan perdagangan kemarin (22/5/2024). Sedangkan pada hari ini, DXY turun tipis 0,04% ke angka 104,89.
Risalah pertemuan kebijakan Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC) pada 30 April -1 Mei yang dirilis pada Rabu malam atau Kamis dini hari waktu Indonesia menunjukkan kekhawatiran dari para pengambil kebijakan tentang kapan saatnya untuk melakukan pemangkasan kebijakan suku bunga acuan.
Pertemuan tersebut menyusul serangkaian data yang menunjukkan inflasi masih lebih tinggi dari perkiraan para pejabat the Fed sejak awal tahun ini. Sejauh ini, The Fed masih menargetkan inflasi melandai 2%.
Untuk diketahui, inflasi konsumen (CPI) AS pada April 2024 berada di angka 3,4% year on year/yoy. Dengan kata lain, masih ada selisih 1,4 poin persentase hingga akhirnya inflasi AS sesuai dengan target bank sentral AS (The Fed).
Risalah juga menjelaskan bahwa "Sebagian pejabat menyatakan kesediaan-nya untuk memperketat kebijakan lebih lanjut guna mengatasi risiko inflasi yang masih panas"
Beberapa pejabat Fed, termasuk Ketua Fed Jerome Powell dan Gubernur Christopher Waller, sejak pertemuan tersebut mengatakan bahwa mereka masih meragukan langkah selanjutnya yang akan diambil adalah kenaikan suku bunga.
Akibat itu, kini peluang penurunan suku bunga kian menyusut, melansir survei CME FedWatch Tool, pasar memperkirakan 51,4% penurunan suku bunga the Fed sebesar 25 basis poin (bps) pada September dan pada Desember, diperkirakan pemangkasan suku bunga tidak akan terjadi.
Ketidakpastian ini membuat The Fed masih akan melanjutkan kebijakan ketatnya atau mempertahan suku bunga tetap di level yang tinggi. Imbasnya, DXY akan cenderung perkasa yang berujung pada tekanan terhadap mata uang lainnya.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(rev/rev)