China dan RI Bersaing Ketat Jadi yang Terkuat di Asia, Siapa Juara?

Revo M, CNBC Indonesia
07 May 2024 06:35
Mata uang Rupiah, Yuan, dan Won. (CNBC Indonesia/Tri Susilo)
Foto: Mata uang Rupiah, Yuan, dan Won. (CNBC Indonesia/Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Performa mata uang Asia terhadap dolar Amerika Serikat (AS) kemarin, Senin (6/5/2024) cenderung ditutup variatif. Dilansir dari Refinitiv, beberapa mata uang Asia ditutup menguat, namun beberapa lainnya justru melemah.

Yuan China dan rupiah Indonesia terpantau menguat masing-masing 0,45% dan 0,37% terhadap dolar AS.

Berbeda halnya dengan yen Jepang yang justru ambruk 0,59%, diikuti dengan peso Filipina yang terdepresiasi 0,14%.

Indeks dolar AS (DXY) terpantau naik tipis kemarin sebesar 0,02% setelah secara tiga hari beruntun, DXY terus melemah sejak 1 Mei 2024 dengan total penurunan lebih dari 1%.

Indeks dolar yang menurun ini terjadi pasca bank sentral Amerika Serikat (The Fed) menegaskan tidak akan ada kenaikan suku bunga pada tahun ini.

Sebelumnya pada Rabu waktu AS atau Kamis dini hari waktu Indonesia (2/5/2024), The Fed mengumumkan untuk tetap mempertahankan suku bunganya di level 5,25-5,5%.

Ketua The Fed, Jerome Powell menegaskan jika The Fed tidak berencana untuk mengerek suku bunga tahun ini. Pernyataan tersebut menghapus ekspektasi sebagian pelaku pasar yang semula melihat ada peluang kenaikan kembali suku bunga The Fed.

"Saya rasa tidak mungkin kenaikan suku bunga ada dalam kebijakan ke depan. Saya tegaskan tidak mungkin," ujarnya.

Selain itu, data ketenagakerjaan pada Jumat (3/5/2024) menunjukkan pertumbuhan lapangan kerja AS melambat lebih dari perkiraan pada bulan April, menghilangkan tekanan dari The Fed untuk mempertahankan suku bunga lebih tinggi dalam jangka waktu lebih lama.

Dikutip dari Reuters, Presiden Fed Richmond Thomas Barkin mengatakan tingkat suku bunga saat ini akan cukup mendinginkan perekonomian untuk mengembalikan inflasi ke target bank sentral sebesar 2%, dan kekuatan pasar kerja memberikan waktu bagi para pejabat untuk menunggu.

Sementara itu, Presiden Federal Reserve Bank of New York John Williams mengatakan meskipun penurunan suku bunga akan terjadi, kebijakan moneter saat ini berada dalam kondisi yang sangat baik.

Sedikit optimisme pasar mulai terbentuk dan tercermin dari CME FedWatch Tool yang menunjukkan potensi pemangkasan suku bunga mengalami kenaikan dari total sebesar 25 basis poin (bps) pada awal pekan lalu menjadi dua kali atau sebesar 50 bps hingga Desember 2024.

First cut rate diprediksi akan terjadi pada September dan pemangkasan berikutnya terjadi pada Desember.

CMEFoto: Meeting Probabilities
Sumber: CME FedWatch Tool

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

(rev/rev)
Tags

Related Articles

Most Popular
Recommendation