
Bye Batu Bara, 3 Harta Karun RI Ini Jadi Rebutan Dunia

Jakarta, CNBC Indonesia - Indonesia merupakan negara yang penuh sumber daya alam, dimana pertambangan batu bara, nikel, tembaga hingga perkebunan kakao pun tersedia di negara yang penuh keanekaragaman tersebut. Nikel, tembaga, dan kakao bahkan kini menjadi primadona dunia.
Namun, sayangnya salah satu komoditas andalan Indonesia yakni batu bara tengah dalam fase penurunan yang cukup dalam. Harga kontrak batu bara Mei acuan ICE Newcastle pada perdagangan Jumat (26/4/2024) ambruk 0,92% di level US$134,5 per ton. Dalam sepanjang tahun 2024 harga batu bara jatuh 1,79%.
Diketahui, Indonesia menjadi produsen batu bara terbesar nomor lima di dunia setelah Australia. Produksi batu bara Indonesia mencapai rekor tertinggi sebesar 775,2 juta ton pada tahun 2023, melebihi target yang ditetapkan pemerintah sebelumnya sebesar 694 juta ton, menurut data MINERBA One Data (MODI) yang dipublikasikan pada 19 Januari 2024, di tengah peningkatan permintaan batu bara lintas laut global.
Berdasarkan data secara tahunan, output naik 12%. Ekspor mencapai 508 juta ton pada tahun 2023, juga mencapai rekor tertinggi, dengan pengiriman tertinggi pada kuartal keempat sebesar 143,50 juta ton dibandingkan kuartal sebelumnya, menurut data dari S&P Global Commodities at Sea. Ekspor ke China mencapai 215,7 juta ton, diikuti oleh India sebesar 108,40 juta ton pada tahun 2023.
Meskipun terdapat kenaikan output, namun harga batu bara masih belum menunjukkan perbaikan secara kinerja harga komoditas. Berbeda dengan komoditas nikel, tembaga hingga kakao yang justru terus mencetak rekor-rekor harga baru.
Harga nikel kini hampir menyentuh level US$20.000 per ton. Pada perdagangan Jumat (26/4/2024) harga nikel bertengger di level US$19.256,5 per ton. Sepanjang tahun harga nikel telah mencatatkan kenaikan sebesar 15,5%.
![]() |
Seperti diketahui, harga nikel terus melesat mendekati level psikologis US$20.000 atau tertinggi sejak September 2023 atau 7 bulan terakhir. Penguatan ini terjadi seiring dengan risiko terbatasnya pasokan akibat rencana penimbunan China, larangan penggunaan produk logam Rusia, dan harga rally harga komoditas logam lainnya.
Harga nikel naik ke level tertinggi dalam beberapa bulan terakhir seiring dengan perhatian pasar mengenai rencana pemerintah Tiongkok untuk membeli logam tersebut untuk persediaan negara memicu kekhawatiran terbatasnya pasokan, ditambah sentimen bullish pada logam dasar juga mendukung hal tersebut.
Nikel terdorong oleh sentimen di pasar bahwa penimbun Tiongkok, Badan Pangan dan Cadangan Strategis Nasional, berencana membeli nikel pig iron, bahan baku utama untuk baja tahan karat, kata sumber industri.
Larangan logam dari Rusia, salah satu pemasok utama nikel dan aluminium dunia, oleh Washington dan London juga meningkatkan kekhawatiran akan gangguan pasokan global.
Lembaga penelitian yang didukung pemerintah Tiongkok, Antaike, memperkirakan prospek logam termasuk tembaga, emas, dan aluminium akan tetap kuat karena prospek permintaan Tiongkok yang kuat dan ketidakpastian makro.
Lonjakan nikel ini bisa menjadi berkah bagi Indonesia yang merupakan produsen dan eksportir nikel terbesar di dunia. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan nilai ekspor feronikel pada Januari-Maret 2024 menembus US$ 3,13 miliar atau sekitar Rp 50,89 triliun (US$1=Rp 16.260). Sementara itu, ekspor nikel dan barang daripadanya menembus US$ 1,39 miliar atau sekitar Rp 22,6 triliun.
Bila digabung maka nilai ekspor serta nikel dan barang daripadanya menembus Rp 73, 49 triliun. Data BPS juga menunjukkan 95% dari ekspor Indonesia mengalir ke China. Bila harga nikel terus meningkat maka nilai ekspor Indonesia tentu saja akan ikut melonjak.
Pada 2023, nilai ekspor nikel serta nikel dan barang daripadanya menembus US$ 22,11 miliar atau sekitar Rp 359,35 triliun.
Selain nikel, Indonesia bisa mendapat berkah dari kenaikan komoditas tembaga. Harga komoditas tembaga berjangka di London Metal Exchange (LME) mencatatkan kenaikan sebesar 16% sepanjang tahun 2024 hingga perdagangan Jumat (26/4/2024) di level US$9.852,84 per ton.
Harga tembaga terus melanjutkan tren kenaikannya pada karena para pelaku pasar mengejar harga tembaga lebih tinggi setelah tawaran pengambilalihan oleh BHP untuk Anglo American, yang menurut para analis terfokus pada tembaga.
BHP Group, perusahaan pertambangan terbesar di dunia, telah mengusulkan pengambilalihan saingannya Anglo American, dalam sebuah kesepakatan yang berpotensi mengguncang industri di saat permintaan tembaga melonjak.
BHP mengatakan pada hari Kamis (25/4/2024) bahwa mereka telah mendekati Anglo dengan tawaran senilai 31,1 miliar pound, atau US$39 miliar, yang merupakan salah satu kesepakatan paling signifikan dalam industri ini selama bertahun-tahun. Jika berhasil, akuisisi ini akan menciptakan salah satu penambang tembaga terbesar di dunia pada saat meningkatnya permintaan global terhadap logam tersebut, yang penting bagi transisi energi ramah lingkungan.
Analis Goldman Sachs memperkirakan pasar tembaga olahan global kemungkinan akan menunjukkan defisit sebesar 428.000 ton pada tahun 2024 dan mereka memperkirakan harga tembaga di London Metal Exchange (LME) akan mencapai US$12.000 per metrik ton dalam 12 bulan ke depan.
Lonjakan harga tembaga sudah berdampak besar terhadap penerimaan negara. Bea Keluar (BK) tembaga tumbuh 530,9% (year on year/yoy) pada Januari-Maret 2024.
Adapun, komoditas kakao juga masih berada di level psikologis US$10.000 per ton. Hingga perdagangan Jumat (26/4/2024) harga kakao berjangka kontrak Mei ditutup di level US$10.729 per ton. Sepanjang tahun 2024 harga kakao berjangka tercatat telah melesat 155,7%.
Kenaikan harga kakao didukung dari sisi pasokan yang mulai terganggu. Kondisi cuaca yang tidak mendukung, penyelundupan, dan penyakit pucuk bengkak berkontribusi terhadap kenaikan harga kakao atau cokelat, yang mengakibatkan rendahnya hasil panen di Pantai Gading, yang memproduksi hampir 40% biji kakao dunia, dan Ghana, yang memproduksi 20%.
El Nino, pola cuaca yang menyebabkan kekeringan di Afrika Barat, berdampak signifikan terhadap produksi kakao di negara-negara tersebut.
Angin musiman yang kencang dan kurangnya curah hujan juga berkontribusi terhadap kelangkaan ini, sehingga memaksa para pedagang berebut pasokan dan menaikkan harga kakao.
Kenaikan harga kakao dapat menguntungkan produsen-produsen terbesar kakao di dunia, termasuk Indonesia.
CNBC Indonesia Research
