
Saham PALM Milik Winato Kartono Ambruk 30%, Layak Investasi?

Jakarta, CNBC Indonesia - PT Provident Investasi Bersama Tbk atau yang memiliki kode saham PALM mencatatkan kejatuhan harga saham hampir 30% sepanjang 2024. Penurunan ini terjadi seiring kinerja keuangan 2023 yang mengalami kerugian terburuk sepanjang melantai di bursa serta rencana pelaksanaan penambahan modal melalui skema right issue.
Lantas bagaimana prospek saham PALM ke depan?
Saham PALM merupakan bagian dari PT Provident Capital Indonesia, Garibaldi Thohir, Saratoga Sentra Business, dan Winato Kartono. Berdasarkan laporan bulanan registrasi pemegang efek, penerima manfaat akhir dari saham PALM adalah Winato Kartono.
Berdasarkan catatan CNBC Indonesia, PALM telah mengganti kegiatan usahanya menjadi perusahaan investasi sejak Agustus 2022. Bergantinya kegiatan usaha PALM menjadikan perusahaan ini tidak lagi mencatatkan pendapatan selama 8 kuartal terakhir pada laporan laba ruginya.
Berdasarkan laporan keuangan 2023 perusahaan, kerugian disebabkan oleh penurunan nilai wajar dari investasi yang dimilikinya. Perhitungan nilai wajar dilakukan berdasarkan persentase kepemilikan dikalikan dengan kapitalisasi pasar, sehingga perusahaan akan mencatat kerugian jika portofolio saham mengalami penurunan harga.
Berdasarkan catatan kaki investasi laporan keuangan 2023, PALM memiliki 4 investasi utama yang mempengaruhi kinerja operasional perusahaan, diantaranya PT Merdeka Battery Materials Tbk (MBMA), PT Merdeka Copper Gold Tbk (MDKA), PT Mega Manunggal Property Tbk (MMLP), dan Giyanti Time Limited.
Data Refinitiv menunjukkan ketiga saham tersebut mengalami pergerakan positif sepanjang 2024. Harga ketiga investasi utama yang tercatat di bursa kompak menguat hingga 25 April 2024 pukul 14.30 WIB. MBMA menguat 2,7%, MDKA terapresiasi 7,6%, dan MMLP melesat 11,9%.
Penguatan juga terjadi pada sepanjang kuartal-I 2024. MBMA melesat 17,28%, MDKA 17,47%, dan MMLP tidak bergerak. Berdasarkan hal tersebut, saham PALM berpotensi mencatat laba positif pada kuartal-I 2024, dengan catatan tidak terjadi penambahan atau pengurangan dalam susunan portofolionya.
Tidak hanya itu, laba PALM pada 2022 anjlok tersisa Rp 240 miliar, bahkan pada 2023 harus mencatatkan kerugian sebesar Rp 3,3 triliun. Parahnya lagi, PALM harus arus kas operasi negatif pada 2022 dan 2023 sebesar Rp 240 miliar dan Rp 2,7 triliun.
Persoalan ini menyebabkan saham PALM harus menambah kas perusahaan untuk mempertahankan likuiditasnya yang menipis. Mengutip data key statistics Stockbit Sekuritas, kas PALM tersisa sebesar Rp 75 miliar dengan total liabilitas sebesar Rp 6,3 triliun.
Alhasil, PALM harus melaksanakan penambahan modal melalui skema Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMETD) atau right issue. Berdasarkan Keterbukaan Informasi terkait Aksi Korporasi, PALM menerbitkan saham baru sebanyak 8.654.256.802 saham. Rencana penggunaan dana dari penerbitan ini adalah sebesar Rp3.612.480.000.000. Dana tersebut akan dialokasikan untuk penyertaan atas 3.612.480 saham baru yang akan dikeluarkan.
Rasio HMETD yang terkait dengan penerbitan ini adalah 301:368. Ini berarti setiap pemegang 301 saham lama yang namanya tercatat dalam Daftar Pemegang Saham (DPS) Perseroan pada tanggal 18 Maret 2024 pukul 16.00 WIB akan berhak untuk menebus 368 saham baru.
Harga pelaksanaan HMETD ditetapkan sebesar IDR 418 per saham. Penerbitan HMETD ini tidak disertai dengan penerbitan waran. Harga penebusan rights issue yang dibawah harga pasar menjadikan kejatuhan harga saham dan kerugian dilusi bagi investor yang tidak melakukan penebusan.
Hal ini menjadikan adanya potensi ke depan perusahaan akan kembali mengalami likuiditas yang seret, khususnya saat portofolionya mengalami kerugian dan perusahaan berniat menambahkan investasinya. Alhasil, tidak menutup kemungkinan perusahaan kembali melakukan rights issue ke depan untuk mengantisipasi risiko likuiditas.
Tidak hanya itu, valuasi perusahaan relatif mahal dengan rasio price to book value (PBV) sebesar 2,81 kali. Nilai tersebut cukup besar untuk perusahaan yang memiliki risiko volatilitas laba rugi yang cukup tinggi.
Layakkah Investasi?
Saham PALM mengalami tantangan besar dalam performa sahamnya sepanjang 2024. Harga saham PALM mengalami penurunan hampir 30%, sejalan dengan kinerja keuangan yang mengalami kerugian terburuk sepanjang masa serta rencana penambahan modal melalui skema right issue.
Namun, melihat prospek ke depan, terdapat lima faktor utama yang perlu dipertimbangkan untuk menilai kelayakan investasi saham PALM:
Perubahan Kegiatan Usaha: PALM beralih menjadi perusahaan investasi sejak Agustus 2022. Hal ini mengakibatkan perusahaan tidak mencatatkan pendapatan selama 8 kuartal terakhir dalam laporan laba rugi. Meskipun demikian, perubahan ini juga memberikan kesempatan bagi PALM untuk fokus pada portofolio investasinya.
Portofolio Investasi: PALM memiliki 4 investasi utama, di antaranya PT Merdeka Battery Materials Tbk (MBMA), PT Merdeka Copper Gold Tbk (MDKA), PT Mega Manunggal Property Tbk (MMLP), dan Giyanti Time Limited. Meskipun pada tahun sebelumnya PALM mengalami kerugian akibat penurunan nilai wajar dari investasinya, data Refinitiv menunjukkan bahwa ketiga saham utama tersebut mengalami pergerakan positif sepanjang 2024.
Rencana Penambahan Modal: PALM merencanakan penambahan modal melalui skema Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMETD) atau right issue. Namun, hal ini dapat menyebabkan dilusi bagi pemegang saham lama yang tidak melakukan penebusan rights issue. Tidak hanya itu, perseroan dapat kembali melakukan rights issue sebagai langkah antisipasi risiko likuiditas di masa depan yang akan menyebabkan dilusi.
Potensi Risiko Likuiditas: Dengan likuiditas perusahaan yang menipis dan rencana penambahan investasi, PALM kemungkinan akan menghadapi risiko likuiditas di masa mendatang. Hal ini dapat mendorong perusahaan untuk melakukan rights issue tambahan untuk mengantisipasi risiko tersebut.
Valuasi: PALM memiliki valuasi yang relatif mahal dengan rasio price to book value (PBV) sebesar 2,81 kali, hal ini perlu dipertimbangkan dengan risiko volatilitas laba rugi yang tinggi.
Meskipun terdapat tantangan dan risiko yang harus dihadapi, terdapat potensi bagi saham PALM untuk memperoleh laba positif pada kuartal pertama 2024 jika tidak terjadi perubahan signifikan dalam susunan portofolio investasinya.
Meski demikian, aksi korporasi penambahan modal melalui rights issue menyebabkan kerugian dilusi, khususnya bagi investor yang tidak melakukan penebusan. Berdasarkan hal tersebut, investor perlu berhati-hati dan mempertimbangkan faktor-faktor tingginya volatilitas pergerakan laba rugi seiring perubahan harga saham sebelum membuat keputusan investasi.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(mza)
