King Dolar Makin Mengerikan, Jepang & Korsel Curhat ke AS

Jakarta, CNBC Indonesia - Pelemahan mata uang membuat khawatir sejumlah negara. Jepang dan Korea Selatan bahkan sampai menghadap perwakilan Amerika Serikat (AS) untuk melakukan pembahasan dan "mengeluh"soal kencangnya dolar AS.
Dilansir dari Refinitiv, yen Jepang sempat menyentuh titik terlemahnya pada 16 April 2024 di posisi 154,71/US$. Posisi tersebut merupakan yang terendah sejak 34 tahun atau sekitar 406 bulan terakhir.
Sementara won Korea Selatan juga berada di titik terendahnya pada 16 April 2024 di angka 1.389/US$ yang juga merupakan titik terendah sejak 1,5 tahun atau 17 bulan terakhir.
Menanggapi hal tersebut, pertemuan antara pihak AS, Jepang, dan Korea Selatan pun telah dilakukan mengenai pasar valuta asing dalam dialog keuangan trilateral pertama mereka pekan ini. Pertemuan trilateral tersebut melibatkan Menteri keuangan AS Janet Yellen, Menteri Keuangan Jepang Shunichi Suzuki, dan Menteri Keuangan Korea Selatan Choi Sang-mok. Pertemuan dilakukan di sela-sela pertemuan musim semi Dana Moneter Internasional (IMF) dan menteri keuangan G20 di Washington, AS, Rabu (17/4/2024).
Mengutip dari Reuters, hal tersebut dilakukan karena kekhawatiran dari Tokyo dan Seoul atas penurunan tajam mata uang mereka baru-baru ini.
Peringatan langka dari kepala keuangan ketiga negara tersebut muncul ketika ekspektasi penurunan suku bunga AS dalam jangka pendek semakin menipis. Alhasil membuat pasar tetap waspada terhadap kemungkinan intervensi Jepang untuk menopang mata uang tersebut.
"Kami akan terus bekerja sama untuk mendorong pertumbuhan ekonomi berkelanjutan, stabilitas keuangan, serta pasar keuangan yang tertib dan berfungsi dengan baik," menurut pernyataan bersama yang dirilis usai pertemuan trilateral.
"Kami juga akan terus berkonsultasi secara dekat mengenai perkembangan pasar valuta asing sejalan dengan komitmen G20 kami, sambil mengakui kekhawatiran serius Jepang dan Republik Korea mengenai depresiasi tajam yen Jepang dan won Korea baru-baru ini," katanya.
Sebagai informasi, pertemuan tersebut dihadiri oleh Menteri Keuangan AS Janet Yellen, Menteri Keuangan Jepang Shunichi Suzuki dan Menteri Keuangan Korea Selatan Choi Sang-mok.
"Dari sudut pandang strategis, intervensi mata uang kemungkinan besar akan berhasil jika dilakukan melalui upaya internasional yang terkoordinasi. Tindakan unilateral sangat membantu dalam memitigasi volatilitas, namun tidak cukup untuk membalikkan penurunan yang disebabkan oleh perbedaan suku bunga jangka panjang yen," ujar kepala strategi pasar di Corpay, Karl Schamotta.
Para pemimpin keuangan negara-negara maju G7 menyetujui proposal Jepang untuk menegaskan kembali komitmen mereka bahwa volatilitas yang berlebihan dan pergerakan tidak teratur di pasar mata uang tidak diinginkan, kata Kanda kepada wartawan setelah pertemuan G7.
Para pemimpin keuangan negara-negara besar G20 sudah lama sepakat bahwa volatilitas nilai tukar yang berlebihan dan pergerakan mata uang yang di luar kebiasaan adalah hal yang tidak diinginkan.
Tokyo berpendapat bahwa perjanjian G20 ini memberikan kebebasan untuk melakukan intervensi di pasar mata uang guna melawan pergerakan yen yang berlebihan.
Namun hal yang perlu dicatat bahwa intervensi memerlukan biaya yang besar dan tidak ada yang dapat menjamin akan memiliki dampak yang besar.
"Saya tidak yakin apakah Tokyo akan melakukan intervensi hanya karena dolar menembus JPY 155," kata Masafumi Yamamoto, kepala strategi valas di Mizuo Securities Jepang.
"Pihak berwenang mungkin merasa bahwa intervensi tunggal tidak akan memiliki dampak yang bertahan lama ketika perekonomian AS yang kuat menunda waktu penurunan suku bunga The Fed dan menaikkan dolar," katanya.
Kendati kondisi yang cukup memprihatinkan, Yellen mengatakan dalam pertemuan tersebut bahwa AS ingin bekerja sama dengan dua sekutu utamanya dalam memberikan bantuan pembangunan ekonomi kepada negara-negara kepulauan Pasifik.
"Saya percaya bahwa kerja sama ekonomi dan keuangan kita akan semakin kuat dan meluas mulai dari pertemuan para menteri keuangan trilateral yang pertama ini," kata Choi.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(rev/rev)