7 Peristiwa Horor Mudik Bak "Neraka" di RI, Brexit Tewaskan 17 Orang
Jakarta, CNBC Indonesia - Mudik merupakan fenomena yang ditunggu-tunggu oleh sebagian besar masyarakat Indonesia menjelang Hari Raya Idul Fitri.
Istilah mudik diartikan sebagai bepergian jarak jauh bagi orang perantauan yang ingin kembali ke kampung halaman.
Mudik pun seakan menjadi tradisi wajib setiap setahun sekali, meski istilah mudik sekarang tak hanya sebatas pada menjelang Idul Fitri, tetapi juga bisa terjadi di libur-libur besar lainnya seperti Natal dan Tahun Baru.
Namun, mudik sudah melekat cukup kental di masyarakat sebagai tradisi yang wajib dilakukan menjelang Hari Raya, sehingga momentum mudik selain waktu tersebut tidak terlalu besar.
Meski begitu, setiap tahunnya, banyak cerita yang cukup memilukan saat mudik berlangsung, mulai dari kemacetan yang luar biasa, angka kecelakaan yang cukup tinggi, dan cerita memilukan lainnya.
Alhasil, jangan sampai momen tersebut rusak karena macet berkepanjangan khususnya pada Mudik Lebaran 2024 ini.
Pada Lebaran 2024, Kementerian Perhubungan (Kemenhub) memprediksi puncak arus mudik terjadi pada H-2 atau Senin 8 April 2024 sebanyak 26,2 juta orang (13,7%), lalu H-4 pada Sabtu 6 April 2024 sebanyak 23,2 Juta orang (11,98%) serta H-3 atau Minggu 7 April 2024 sebanyak 23,1 Juta orang (11,94%).
"Kelihatannya hari H tanggal 10-11 April puncaknya H-4, H- 3 dan H-2 anjuran kita H-5 dan seterusnya itu prefer dilakukan, sebaliknya pulang (arus balik) lebih akhir. Libur anak-anak pada 4-16 April, jadi memungkinkan kepulangan lebih awal dan kembalinya lebih akhir, ini juga membangkitkan ekonomi di daerah," ungkap Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi dalam rapat kerja dengan Komisi V DPR, Selasa lalu dikutip Kamis (4/4/2024).
Sementara itu prediksi puncak balik nasional ada di H+3 atau Minggu 14 April 2024 sebanyak (40,99 Juta Orang) 21,16%.
Beberapa hal yang turut serta berpengaruh terhadap kelancaran mudik dan arus balik antara lain sosialisasi kebijakan mudik/arus balik pada masyarakat dan aparat, ketersediaan BBM, kesiapan infrastruktur, konektivitas jalan, rest area, buffer zone area.
Selain itu, penyelenggaraan mudik gratis, pengelolaan daerah rawan kemacetan di daerah wisata, pasar tumpah (khususnya wilayah Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur), serta kampanye keselamatan berlalu lintas.
Seperti pada tahun sebelum-sebelumnya, titik kemacetan kerap terjadi di beberapa tempat yakni Tol Cikampek hingga Tol Cipali, sehingga dalam beberapa tahun terakhir, kedua ruas tol tersebut kerap memberlakukan contra flow (Tol Cikampek) dan one way (Tol Cipali).
Sedangkan di Pelabuhan Merak, sejatinya sejak tahun lalu, kondisinya sudah jauh kondusif. Hal ini karena kendaraan yang ingin menyebrang tak lagi berfokus pada Pelabuhan Merak, melainkan sudah dipecah menjadi dua Pelabuhan yakni Pelabuhan Merak khusus untuk kendaraan roda empat keatas dan Pelabuhan Ciwandan khusus kendaraan roda dua atau motor.
Sementara saat arus balik pemudik dari Sumatra ke Jawa, Pelabuhan Bakauheni dikhususkan untuk kendaraan kendaraan roda empat keatas dan Pelabuhan Panjang khusus kendaraan roda dua atau motor.
Terlepas dari momok macet parah yang pasti terjadi di mudik tiap tahunnya, sebenarnya ada kejadian memilukan yang pernah terjadi dan hingga kini masih menjadi tragedi mudik paling parah.
Adapun tragedi tersebut yakni tragedi Brexit. Lalu apa itu tragedi Brexit? Simak penjelasannya di halaman berikutnya.
1. Brexit (Gerbang Tol Brebes Timur, Juli 2016).
Masa mudik Lebaran 2016 pernah melahirkan tragedi yang amat memilukan, yakni tragedi Brexit, di mana kejadian ini terjadi di gerbang tol Brebes Timur, yang merupakan bagian dari Tol Pejagan-Pemalang.
Sebutan Brexit sendiri sejatinya merupakan istilah bagi negara Inggris yang ingin melepas dari Eropa, alias kepanjangan dari British Exit.
Tetapi, fenomena Brexit yang sebenarnya cukup dekat dengan tragedi mudik paling memilukan di Indonesia tersebut, sehingga banyak orang yang kemudian memberikan istilah tragedi tersebut menjadi Brexit.
Pada 3-5 Juli merupakan puncak arus mudik di tahun 2016. Ada jutaan orang dari daerah Jabodetabek yang pergi ke daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Beruntung pemerintah saat itu menyediakan tol baru, yakni Tol Pejagan-Pemalang. Tol ini adalah rangkaian tol yang membentang dari daerah Palimanan dan khusus dibangun untuk mengurai kemacetan jalur Pantura. Namun saat itu, tol tersebut baru dibuka setengahnya, yakni Pejagan-Brebes Timur.
Sebagaimana namanya, jalan tol diprediksi akan bebas hambatan, sehingga menarik animo masyarakat khususnya kendaraan roda empat untuk melintasi tol. Alhasil, di tanggal tersebut jalan tol terpantau ramai.
Hingga akhirnya, 'bencana' pun tiba. Di ujung jalan tol yang belum tersambung itu hanya ada satu pintu tol, yakni Brebes Timur atau biasa disingkat Brexit.
Jadi, semua kendaraan menumpuk di sana. Parahnya lagi, tak lama setelah pintu tol ada persimpangan yang mempertempukan arus kendaraan yang datang dari arah Cirebon lewat Pantura.
Alhasil, pertemuan dua arus itu menimbulkan kemacetan hebat. Jalan tak bisa menampung volume kendaraan.
Mengutip DetikX, panjang kemacetan di jalur Pantura lebih dari 20 km. Sedangkan kemacetan yang terjadi di jalan tol terbentang sepanjang 25 km, yang mengular mulai dari Gerbang Tol Brebes Timur hingga kawasan Kanci, Cirebon.
Selain karena pertemuan dua arus itu, faktor lain yang membuat kemacetan parah di Brexit. Ini adalah pihak kepolisian gagal mengantisipasi lonjakan volume kendaraan yang datang secara serentak pada arus mudik 2016.
Apalagi, gerbang tol Brebes Timur sendiri bukan untuk didesain sebagai gerbang tol besar, melainkan gerbang tol kecil.
Alhasil, sepanjang jalur kemacetan itu banyak pengendara yang lelah. Mobil-mobil pun banyak yang mogok.
Tercatat ada 17 orang tewas dalam kemacetan ini dan puluhan lainnya dirawat di rumah sakit. Penyebab korban meninggal dunia bermacam-macam, mulai akibat serangan jantung, keracunan karbon dioksida, hingga kelelahan.
Setelah dua hari dua malam, kemacetan akhirnya terurai juga. Ini usai petugas kepolisian memberlakukan one way di Pantura.
Hingga kini, tragedi Brexit masih menjadi tragedi yang sangat memilukan di Indonesia. Namun sebelum tragedi Brexit, sejatinya masih banyak kasus 'mudik neraka'.
(chd/chd)