
Terus Ambruk, Ini Bocoran Kapan Rupiah Akan Menguat Lagi

Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah terus anjlok di hadapan dolar Amerika Serikat (AS) belakangan ini. Namun yang menjadi pertanyaan, sampai kapan rupiah akan terus melemah?
Dilansir dari Refinitiv, rupiah pada penutupan perdagangan kemarin (27/3/2024) melemah sebesar 0,41% ke level Rp15.850/US$. Posisi ini merupakan yang terendah sejak 1 November 2023 atau hampir lima bulan terakhir.
Hal ini mencuri perhatian publik mengingat hanya dalam dua pekan terakhir, rupiah telah ambles sekitar 1,76% terhadap dolar AS.
Secara umum, pelemahan rupiah dinilai terjadi akibat perspektif pasar perihal pernyataan ketua bank sentral AS (The Fed) Jerome Powell terkait suku bunga pada Maret 2024 yang masih belum dapat meyakinkan bahwa The Fed akan memangkas suku bunga sebanyak 75 basis poin (bps) hingga akhir 2024.
Untuk diketahui, sebelumnya The Fed, dalam dokumen dot plot Maret 2024 menyatakan bahwa 9 dari 19 pejabat berekspektasi bahwa akan memangkas suku bunganya sebesar 75 bps.
Namun hingga kini, data ekonomi AS belum menunjukkan optimisme tersebut, baik dari data ketenagakerjaan maupun data inflasi.
Terkhusus data inflasi AS, pada periode Februari 2024, inflasi AS kembali merangkak naik ke level 3,2% year on year/yoy dibandingkan bulan sebelumnya dan konsensus pasar sebesar 3,1%.
Di tengah perkasanya ekonomi AS saat ini, indeks dolar AS (DXY) pun terpantau menguat belakangan ini.
Pada 27 Maret 2024, tercatat DXY naik sebesar 0,05% ke angka 104,35. Sedangkan secara year to date/ytd, DXY telah mengalami apresiasi sebesar 2,98%.
Di tengah perkasanya ekonomi AS saat ini bersamaan dengan apresiasi dolar AS, mata uang Asia termasuk rupiah terus mengalami tekanan. Oleh karena itu, pelaku pasar saat ini menantikan kapan dan apa syaratnya hingga akhirnya rupiah kembali menguat di kemudian hari?
Ekonom Sucor Sekuritas, Ahmad Mikail mengatakan kemungkinan rupiah menguat kembali terjadi pada Mei 2024. Hal ini ia yakini mengingat antisipasi pelaku pasar terkait pemotongan suku bunga The Fed pada Juni 2024.
Hingga saat ini, survei dari CME FedWatch Tool menunjukkan sebesar 64% pelaku pasar meyakini The Fed akan memangkas suku bunganya sebesar 25 bps ke level 5-5,25% pada Juni 2024.
![]() Sumber: CME FedWatch Tool |
Lebih lanjut, ia menyampaikan bahwa pada semester II-2024, di saat yang bersamaan, portfolio inflow akan kembali masuk secara masif ke dalam negeri. Hal ini dapat memberikan angin segar bagi pasar keuangan domestik termasuk rupiah.
Sementara Kepala Ekonom Bank Mandiri, Andry Asmoro mengungkapkan bahwa saat ini, ketidakpastian di AS masih cukup tinggi.
Ia menegaskan bahwa investor saat ini khawatir terkait inflasi AS akan sulit turun dan akhirnya suku bunga akan lebih lama lagi diturunkan.
Akibatnya, capital outflow terjadi dari Emerging Markets (EMs) ke safe haven dan akibatnya currency EMs melemah dan bond yield naik.
Lebih lanjut, ia mengatakan ketidakpastian AS ini akan terus berlanjut hingga data-data AS meyakinkan pelaku pasar bahwa inflasi terus melandai ke level target The Fed yakni 2%.
Hal ini dapat disimpulkan bahwa jika inflasi AS semakin mendekati 2%, maka tekanan terhadap mata uang Garuda akan berkurang di tengah kenaikan dolar AS yang berpotensi mengalami depresiasi ke depan.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(rev/rev)