CNBC Indonesia Research

Bos OJK Optimis RI Tumbuh 6% Asal Investasi dan Kredit Tumbuh Tinggi

Revo M, CNBC Indonesia
19 March 2024 14:25
Wakil Ketua DK OJK, Mirza Adityaswara di acara Pertemuan Tahunan Industri Jasa Keuangan 2024 di Hotel St Regis, Jakarta, Selasa, (20/2/2024). (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Foto: Wakil Ketua DK OJK, Mirza Adityaswara di acara Pertemuan Tahunan Industri Jasa Keuangan 2024 di Hotel St Regis, Jakarta, Selasa, (20/2/2024). (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Wakil Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mirza Adityaswara mengatakan target pertumbuhan ekonomi Indonesia di atas 6% bukanlah hal yang mustahil dicapai apabila diupayakan secara bersama khususnya meningkatkan kontribusi usaha kecil, menengah, dan besar.

"Pertumbuhan di atas 6% ya polanya pertumbuhan ekonominya harus datang dari gabungan usaha kecil, menengah, dan besar. Ketiganya harus digenjot," ujar Mirza dalam program Power Lunch CNBC Indonesia, Senin (18/3/2024). 

Mirza juga mengingatkan kondisi perbankan Indonesia sangat sehat sehingga bisa mendorong pertumbuhan ekonomi. Sebagai catatan, perbankan Indonesia berperan sekitar 75% terhadap pembiayaan ekonomi Indonesia.

Jika dilihat dari kondisi perbankan Indonesia sendiri, kemampuan perbankan dalam menyalurkan kredit juga tergolong sangat baik.

Hal ini tercermin dari rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio/CAR) yang tercatat sebesar 27%. CAR Indonesia pada Januari 2024 sebesar 27,54% dengan rasio modal inti (Tier 1 capital) terhadap CAR sebesar 94,41%.

"Ini salah satu tertinggi di dunia," ujar Mirza dalam program  Power Lunch CNBC Indonesia, Senin (18/3/2024). 

Sebagai perbandingan, rasio modal inti perbankan Amerika Serikat 14,41% dan Uni Eropa sebesar 17,03%. Selain itu, kinerja likuiditas perbankan Indonesia terjaga dengan baik, antara lain ditunjukkan dengan Liquidity Coverage Ratio (LCR) sebesar 231,14%. Kondisi likuiditas tersebut juga jauh lebih baik dibandingkan dengan rasio LCR di yurisdiksi lain. Di Uni Eropa misalnya, rasio LCR masing-masing sebesar 158,78% dan 125,80%.

Selain rasio-rasio tersebut, Alat likuid terhadap dana pihak ketiga (AL/DPK) per Desember 2023 28,73%.

Mirza mengatakan posisi AL/DPK tersebut memang lebih rendah dibandingkan posisi dua tahun lalu atau saat pandemi Covid-19. Akan tetap lebih tinggi dibandingkan dengan kondisi sebelum pandemi.

"Dengan CAR 27% artinya perbankan punya excess capital untuk menyalurkan kredit baik kredit kecil, menengah dan besar. Tinggal sekarang proyeknya saja. Jadi memang kita harus bersatu padu bagaimana kita membuat kemudahan usaha supaya usaha bergulir baik manufaktur, perdagangan, sektor UMKM. Kita harus berjalan beriringan," imbuh Mirza.

Lebih lanjut, industri perbankan juga didukung oleh kualitas kredit yang terjaga baik. Rasio kredit bermasalah nonperforming (NPL) gross 2,3%-2,4% dengan loan at risk atau kredit dalam risiko pada level 11%.

Kendati perbankan Indonesia tergolong sehat, namun penyalurannya masih terkendala dengan jumlah proyek yang "memungkinkan" untuk didanai perbankan tidak banyak.

Karena itulah, Mirza berharap kemudahan berusaha bisa ditingkatkan sehingga investasi makin mengalir deras ke Indonesia. Aliran investasi dari asing yakni Penanaman Modal Asing (PMA) dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN)  ini akan menggerakkan semua sektor.

"Bank bukan tidak mau menyalurkan kredit tapi kredit yang available dan visible itu tidak banyak. Jumlah perusahaan dibandingkan 20 tahun lalu kok gak banyak perubahan. Ini tantangan kita. Ada sektor sektor yang didorong terus perbankan bisa ikut kemana apa ikut hilirisasi atau sektor lain," ujar Mirza.

Penyaluran Kredit Perbankan

Kinerja intermediasi pada tahun 2023 tumbuh positif dengan kredit perbankan mencapai Rp7.090 triliun, tumbuh sebesar 10,38% (year on year/yoy), dengan pertumbuhan tertinggi terjadi pada kredit modal kerja dan kredit investasi masing-masing sebesar 10,05% yoy dan 12,26% yoy.

Penyaluran kredit baru pada kuartal IV-2023 pun tercatat tumbuh dibandingkan periode sebelumnya. Hal ini terindikasi dari nilai Saldo Bersih Tertimbang (SBT) penyaluran kredit baru triwulan IV 2023 sebesar 96,1%, lebih tinggi dari 95,4% pada triwulan sebelumnya.

BIFoto: Pertumbuhan Kredit Baru
Sumber: BI

Sementara secara tingkat pertumbuhan penyaluran kredit baru tertinggi terutama terjadi pada sektor Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum (SBT 85,9%), diikuti oleh sektor Real Estate, Usaha Persewaan, dan Jasa Perusahaan (SBT 84,8%), serta sektor Transportasi, Pergudangan, dan Komunikasi (SBT 80,2%).

BIFoto: Sektor Ekonomi dengan SBT Pertumbuhan Kredit Baru Tertinggi
Sumber: BI

Berdasarkan sektor ekonominya, terdapat 18 penyaluran kredit baru seperti pertanian, perikanan, konstruksi, listrik, dan lainnya. Namun dari 18 tersebut, hanya delapan sektor ekonomi yang mampu menyerap lebih dari 50% SBT.

Delapan sektor ekonomi tersebut yakni Pertanian, Perburuan & Kehutanan, Industri Pengolahan, Perdagangan Besar & Eceran, Penyediaan Akomodasi & Penyediaan Makan Minum, Transportasi, Pergudangan & Komunikasi, Real Estate, Usaha Persewaan, & Jasa Perusahaan, Adm. Pemerintahan, Pertahanan & Jaminan Sosial Wajib, Jasa Pendidikan.

Sementara 10 lainnya hanya mampu menyerap kurang dari 50% SBT. Bahkan sektor ekonomi Badan Internasional & Badan Ekstra Internasional Lainnya hanya mampu menyerap 2% SBT.

Sebelumnya, Direktur Utama Bank Negara Indonesia (BNI) Royke Tumilaar pernah menyampaikan alasan kredit perbankan di Indonesia lambat karena belanja pemerintah yang terlambat.

Ia menegaskan jika pemerintah spending dengan cepat, tentu ekonomi demand atau permintaan kredit akan tumbuh dengan otomatis.

Selain itu, pemerintah dan perbankan juga perlu mempermudah proses administrasi dalam pengajuan kredit agar masyarakat secara individu maupun perusahaan dapat mengambil pinjaman dengan mudah.

Kemudahan dalam berinvestasi dan mengembangkan usaha di Indonesia pun harus terus dikembangkan agar baik investor domestik maupun luar negeri mau untuk melakukan ekspansi bisnisnya tanpa ragu.

Jaminan akan stabilitas politik, kondisi operasional yang memadai, serta berbagai bantuan dan pendampingan baik dari perbankan maupun pemerintah akan menjadi pertimbangan tambahan investor untuk melakukan ekspansi pada bisnisnya.

CNBC Indonesia Research

[email protected]

(rev/rev)
Tags

Related Articles

Most Popular
Recommendation