
Vietnam Diramal Jadi Raja Baru ASEAN, RI Bisa Apa?

Jakarta, CNBC Indonesia - Vietnam digadang-gadang akan menjadi raksasa baru di kawasan Asia Tenggara (ASEAN). Optimisme tersebut meningkat di di tengah kenaikan Produk Domestik Bruto (PDB) per kapita, industri manufaktur yang terus berkembang, dan data ekonomi lainnya.
Negeri Naga Baru disebut akan mengalami lonjakan pertumbuhan kekayaan yang paling tajam pada dekade mendatang seiring dengan statusnya sebagai "pusat manufaktur global". Negara Asia Tenggara ini diperkirakan akan mengalami peningkatan kekayaan sebesar 125% selama 10 tahun ke depan.
"Peningkatan kekayaan ini, terbesar di antara negara mana pun dalam hal PDB per kapita dan jumlah jutawan," kata laporan firma intelijen kekayaan global New World Wealth dan penasihat migrasi investasi Henley & Partners, dikutip dari CNBC International, Rabu (21/2/2024).
Melihat potensi yang begitu besar, posisi Indonesia menjadi cukup terancam dengan perkembangan Vietnam belakangan ini. Berikut ini data-data perbandingan Vietnam dan Indonesia.
PDB & PDB per kapita
Pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia dan Vietnam tercatat sebesar 5,05% sepanjang 2023. Namun jika ditarik sejak 2014, pertumbuhan PDB Vietnam selalu lebih tinggi dibandingkan dengan Indonesia kecuali pada 2021.
Di tahun 2021, pertumbuhan PDB Indonesia sebesar 3,69% sementara pertumbuhan PDB Vietnam sebesar 2,58%.
Bahkan yang menarik di saat ekonomi dunia mengalami kepanikan akibat pandemi Covid-19 di 2020, pertumbuhan PDB Vietnam masih berada dalam teritori positif 2,91%. Berbeda halnya dengan Indonesia yang mengalami resesi dan PDB di 2020 terkontraksi menjadi -2,07% dari yang sebelumnya 5,02% pada 2019.
Tidak sampai di situ, pertumbuhan PDB per kapita Vietnam juga terlihat lebih cepat dibandingkan Indonesia dalam rentang periode 2014-2022.
PDB per kapita Indonesia di tahun 2014 sebesar US$3.531,5 sementara di tahun 2022 menjadi US$4.783,9 atau tumbuh 35,46% dalam delapan tahun.
Berbeda halnya dengan Vietnam, PDB per kapitanya tumbuh lebih tinggi yakni 49,13% dalam periode tersebut meskipun secara nominal, PDB per kapita Vietnam lebih rendah dibandingkan Indonesia.
Kontribusi Manufaktur terhadap PDB
Manufaktur menjadi salah satu industri yang memiliki peranpenting dalam meningkatkan PDB.
Bagi Vietnam sendiri, sektor manufaktur merupakan inti perekonomian negara dan pendorong pertumbuhan utamanya.
Pada tahun 2022, sektor ini menyumbang 24,8% terhadap PDB Vietnam. negara beribu kota Hanoi ini telah menetapkan target agar sektor manufaktur menyumbang 30% terhadap PDB pada tahun 2030, dan 45% di antaranya berasal dari produk-produk teknologi tinggi.
Vietnam berencana untuk mencapai hal ini dengan meningkatkan kontribusi industri manufaktur sebesar 8,5% per tahun.
Untuk diketahui, sektor manufaktur Vietnam telah menerima manfaat langsung dari kebijakan China Plus One setelah hubungan perdagangan antara AS dan China memburuk. AS dan Vietnam menandatangani kemitraan strategis baru yang berfokus pada pembangunan rantai pasokan semikonduktor yang kuat untuk industri AS.
Sebuah laporan menunjukkan bahwa impor barang AS dari Vietnam naik 25,1% dari tahun ke tahun pada tahun 2022.
Berbanding terbalik dengan Indonesia yang justru porsi manufaktur terhadap PDB cenderung mengalami penurunan dari 20,97% pada 2015 menjadi hanya 18,67% pada 2023.
Ekspor
Nilai ekspor Vietnam sempat berada di bawah Indonesia pada 2014, namun sejak 2015 hingga akhir 2023, ekspor Vietnam selalu berada di atas Indonesia. Bahkan selisih antara keduanya relatif semakin melebar sejak 2015 hingga 2023.
Di 2015, jumlah ekspor Indonesia sebesar US$150,37 miliar sedangkan Vietnam sebesar US$162,05 miliar.
Namun pada 2023, selisih ekspor kedua negara tersebut melebar menjadi US$91,64 miliar.
Keterbukaan perdagangan terhadap PDB Vietnam bagi global pun jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan Indonesia.
Bahkan jika dibandingkan dengan negara di ASEAN lainnya, Vietnam jauh lebih unggul dan relatif terus merangkak naik dari 2014 hingga 2022.
Berbeda halnya dengan Indonesia yang hanya 50%, Vietnam justru memiliki keterbukaan perdagangan terhadap %PDB di kisaran 180% pada 2022.
![]() Sumber: World Bank dikutip dari Laporan LPEM FEB UI |
Peran Indonesia di Rantai Pasok Global (Global Value Chain/GVC)
Mantan Menteri Keuangan era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Chatib Basri menjelaskan keterlibatan Indonesia dalam rantai pasok global juga minim.
Dia menjelaskan saat kondisi ekonomi global hancur pada 2020 karena pandemi Covid-19, kontraksi ekonomi Indonesia tidak sebesar negara lain. PDB Indonesia terkontraksi 2,07% pada 2020 sementara Singapura terkontraksi 5,8%.
"Kalau ketergantungannya tinggi sekali, di suatu negara stop, supply chain kena, hancur semua. Karena kita gak terlalu integrated, kita untung," tutur Chatib.
Asian Development Bank (ADB) dalam laporan The Evolution of Indonesia's Participation in Global Value Chains menyebutkan partisipasi Indonesia dalam rantai pasok global relatif lebih rendah karena memilih fokus untuk memenuhi konsumsi domestik.
Dalam rantai pasok global, Indonesia lebih berperan kepada pemasok komoditas dari pada menyuplai produk manufaktur ke user.
Laporan tersebut meneliti peran Indonesia dalam industri/sektor hulu penyedia input antara (backward linkage) dan industri/sektor hilir pengguna output (forward linkage) selama periode 2000-2017.
Partisipasi Indonesia dalam forward linkages turun dari 21,5% di tahun 2000 ke 12,9% ke 2017. Sementara itu, partisipasi di backward linkages turun dari 16,9% dari 2000 menjadi 10,1% di 2017.
![]() Sumber: OECD dikutip dari Laporan LPEM FEB UI |
CNBC INDONESIA RESEARCH
(rev/rev)