
Yen Jepang & Won Korea Selatan Turun Tajam, Rupiah Aman

Jakarta, CNBC Indonesia - Mayoritas mata uang Asia mengalami pelemahan terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada Selasa (13/2/2024). Hal ini terjadi di tengah kuatnya indeks dolar AS (DXY) setelah rilis data inflasi AS.
Dilansir dari Refinitiv, pada penutupan perdagangan kemarin, mata uang Asia mengalami depresiasi secara signifikan yang dipimpin oleh yen Jepang yang anjlok sebesar 0,97%. Posisi kedua ditempati oleh won Korea Selatan yang ambles sebesar 0,91%.
Berbeda halnya dengan peso Filipina yang justru mengalami apresiasi 0,11% di tengah kenaikan DXY sebesar 0,76% di angka 104,96.
DXY tercatat terbang sejak akhir Desember 2023 dari sekitar 101,23 menjadi 104,96 atau menguat 3,68%. Alhasil, tekanan terhadap mata uang lainnya termasuk mata uang Asia terjadi.
Lonjakan DXY tersebut khususnya terjadi pasca Biro Statistik Tenaga Kerja AS merilis data inflasi tahunan yang berada di atas perkiraan sebesar 2,9% year on year/yoy.
Untuk diketahui, tingkat inflasi tahunan di AS turun kembali menjadi 3,1% pada bulan Januari 2024 menyusul kenaikan singkat menjadi 3,4% pada bulan Desember.
Sementara inflasi inti tahunan tetap stabil di angka 3,9% yoy, dibandingkan ekspektasi yang diperkirakan akan melambat menjadi 3,7% yoy.
Kendati disinflasi terjadi namun terdapat beberapa kategori tertentu yang inflasinya masih relatif tinggi.
Asuransi kendaraan bermotor (yang biayanya naik 20,6% pada tahun lalu), rekreasi (2,8%), perawatan pribadi (5,3%) dan perawatan medis (1,1%) masih cukup tinggi.
Harga asuransi kendaraan bermotor dan reparasi mobil, misalnya, telah meningkat pesat menyusul lonjakan harga mobil baru dan bekas di era pandemi sebelumnya, meskipun sedikit terlambat.
Alhasil inflasi AS masih cukup tinggi khususnya jika dibandingkan dengan target bank sentral AS (The Fed) yakni 2% sehingga pemangkasan suku bunga perlu dilakukan dengan cermat.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(rev/rev)