Beda Nasib! Kinerja Laba Bank AS Mengecewakan, Bank RI Pesta Pora

Robertus Andrianto, CNBC Indonesia
13 February 2024 14:35
FILE PHOTO: A Bank of America logo is seen in New York City, New York, U.S. January 10, 2017. REUTERS/Stephanie Keith/File Photo
Foto: REUTERS/Stephanie Keith

Jakarta, CNBC Indonesia - Laba perusahaan raksasa bank Amerika Serikat anjlok karena menanggung kredit macet dan membayar bunga deposit kepada nasabah yang besar.

Pendapatan bunga bersih (NII) bank-bank terbesar, atau perbedaan antara pendapatan yang mereka peroleh dari pinjaman dan pembayaran deposito, mungkin turun rata-rata 10% pada kuartal keempat, kata analis Goldman Sachs.

Diperkirakan penurunan pendapatan bunga bisa mencapai sebesar 15%, juga akan membebani pendapatan.

JPMorgan Chase, Bank of America, Citigroup, dan Wells Fargo diperkirakan akan merilis laporan kuartal keempat dan hasil setahun penuh pada akhir pekan ini.

Keuntungan bank kemungkinan akan berkurang karena mereka menyisihkan lebih banyak cadangan kredit macet atau provisi pada kuartal keempat.

Keuntungan juga bisa dibatasi oleh bank yang membayar lebih untuk menyimpan uang deposan di rekening mereka.

Laba per saham (EPS) Bank of America diperkirakan turun 23% pada kuartal keempat dibandingkan tahun sebelumnya, sementara EPS di Citigroup dan Morgan Stanley masing-masing akan turun 25% dan 17%, menurut perkiraan analis yang dihimpun oleh LSEG. EPS diperkirakan turun 3% untuk JPMorgan dan 2% untuk Goldman Sachs.

Bank-bank terbesar juga diperkirakan akan membebankan biaya untuk mengisi kembali dana Federal Deposit Insurance Corp setelah dana tersebut terkuras akibat runtuhnya Silicon Valley Bank dan Signature Bank.

"Saat ini terdapat banyak ketidakpastian makroekonomi dan sulit memprediksi arah pendapatan bunga bersih," kata analis Bank of America, Ebrahim Poonawala, melansir Reuters (12/2/2024).

Dia mengatakan masih akan terus mencermati perdebatan mengenai potensi laju penurunan suku bunga Federal Reserve tahun ini sebagai salah satu pertanyaan utama yang menghantui pasar.

Kesehatan dompet konsumen AS juga menjadi fokus karena pelanggan berpenghasilan rendah mengalami keterlambatan pembayaran dalam jumlah yang lebih besar. Meskipun tunggakan meningkat, pasar kerja yang kuat telah membatasi gagal bayar pinjaman, tambah Poonawala.

Tahun lalu merupakan tahun yang kuat bagi keuntungan bank meskipun laba bersih kuartal keempat diperkirakan mengalami penurunan.

Pendapatan di bank-bank terbesar mungkin naik 5%, dibandingkan dengan penurunan 5% di bank-bank regional, perkiraan Poonawala.

Sementara itu analis dari Barclays memperkirakan pada 2025 industri perbankan akan mulai bisa bangkit.

"Saya pikir tahun 2024 akan menjadi tahun transisi, dan akan membuka jalan bagi dimulainya kembali pertumbuhan pinjaman yang lebih tinggi pada tahun 2025," kata Jason Goldberg, analis di Barclays.

Ke depan, penurunan NII pada kuartal keempat 2023 dapat berlanjut hingga paruh pertama tahun ini karena bank memperketat standar pinjaman mereka sementara keuangan konsumen berpendapatan rendah semakin terbebani, kata analis perbankan Goldman Richard Ramsden.

"Kita bisa mendapatkan efek sebaliknya pada paruh kedua ketika suku bunga turun," tambahnya.

Bank diperkirakan akan menghemat modal tahun ini dan tetap berhati-hati dalam membeli kembali saham mereka karena mereka bersiap menghadapi potensi peraturan yang lebih ketat yang dikenal sebagai permainan akhir Basel yang terbuka untuk komentar publik, kata para analis. Pemilihan presiden AS yang akan datang juga dapat mengubah arah peraturan.

Bank telah mengakumulasi kerugian kertas dalam portofolionya karena mereka memiliki sekuritas yang kehilangan nilainya ketika suku bunga naik. Ketika The Fed semakin dekat untuk menurunkan suku bunga, portofolio sekuritas akan mendapatkan kembali nilainya, membantu meningkatkan modal bank, kata Ramsden dari Goldman.

Laba Bank-bank Amerika SerikatFoto: Refinitiv
Laba Bank-bank Amerika Serikat

Bagaimana dengan Bank RI?

Perbankan Indonesia masih relatif terlindungi dari dampak penurunan performa perbankan AS, karena eksposur yang relatif sangat terbatas.

Selain itu, sepanjang 2023, industri perbankan kembali mencatatkan kinerja yang positif. Hal ini terlihat dari pertumbuhan laba yang positif.

Sejumlah bank pun telah menyampaikan laporan keuangan tahun 2023. Big bank RI pun kembali mencetak rekor torehan laba hingga puluhan triliun.

Emiten perbankan swasta terbesar di RI milik keluarga Hartono, Bank Central Asia (BBCA), mencatatkan laba bersih konsolidasi senilai Rp48,6 triliun di sepanjang tahun 2023. Catatan laba tersebut naik 19,4% dibandingkan dengan capaian tahun 2022.

BNI mencatat laba bersih Rp 20,9 triliun sepanjang 2023. Angka tersebut naik 14,2% secara tahunan. Laba perusahaan anak menyumbang Rp419,4 miliar, dengan pertumbuhan 36,2% yoy.

Hasil positif ini diperoleh dari perbaikan fundamental, termasuk kontribusi fee-based income, efisiensi operasional, serta kualitas aset. Sepanjang periode 2020-2023, BNI mampu mencatatkan rata-rata pertumbuhan kredit mencapai 7,9% per tahun.

BRI kembali memecah rekor dengan mencatatkan laba bersih tahun berjalan secara konsolidasian sebesar Rp60,4 triliun sepanjang tahun 2023. Perolehan tersebut tumbuh 17,54% secara tahunan dari perolehan tahun 2022 sebesar Rp51,40 triliun.

Bank Mandiri menorehkan laba bersih secara konsolidasi sebesar Rp 55,06 triliun menjadi 33,7% secara tahunan sepanjang 2023. Capaian ini disokong oleh pendapatan bunga bersih yang tumbuh 9,08% yoy menjadi Rp 9,89 triliun.


CNBC INDONESIA RESEARCH

(ras/ras)
Tags

Related Articles

Most Popular
Recommendation