
Ekonomi China Bikin Was-was, Begini Kontribusi Imlek Jadi Penyelamat

Jakarta, CNBC Indonesia - Perayaan tahun baru China atau Imlek menjadi seasonality event yang diharapkan bisa mengakselerasi positif ekonomi yang saat ini tengah lesu. Hal ini lantaran akan ada mudik serentak disertai potensi peningkatan konsumsi masyarakat.
Lantas seberapa besar dampak Imlek mendongkrak ekonomi China?
Jelang Imlek, Masyarakat Mudik Serentak
Jika di Indonesia biasanya ada tradisi mudik bersama ketika lebaran atau Idul Fitri. Berbeda cerita kalau di China, disana masyarakat-nya akan melakukan mudik serentak ketika perayaan jelang Imlek.
Pada tahun ini diperkirakan akan ada sekitar sembilan miliar perjalan mudik di Negeri Tirai Bambu dengan berbagai macam moda transportasi, baik darat maupun udara untuk menuju kampung halaman masing-masing.
Perayaan Tahun Baru Imlek sendiri terjadi di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Biasanya, masyarakat Tiongkok akan melakukan perjalanan mudik selama 40 hari sebelum perayaan atau yang biasa dikenal dengan Chunyun.
Oleh karena itu, mudik Imlek disebut sebagai migrasi tahunan terbesar di bumi. Hal ini tentunya akan berdampak positif bagi sektor transportasi.
Perayaan Imlek Dongkrak Konsumsi Domestik
Dampak positif dari Imlek selanjutnya tentu akan mendongkrak konsumsi masyarakat. Hal ini lantaran pada Tahun Baru Imlek, warga China akan berkumpul bersama keluarga, memasak banyak makanan, dan melakukan sejumlah perayaan seperti membagikan angpao, mengadakan tarian naga, hingga festival lentera.
Konsumsi masyarakat yang meningkat ini akan berdampak pada beberapa sektor seperti retail, wholesale, pertanian, peternakan, hingga perikanan.
Transportasi - Konsumsi Dorong Ekonomi China, Begini Kontribusinya
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) atau National Bureau of Statistics (NBS) dalam menilai kondisi ekonomi China bisa dicerminkan dengan Produk Domestik Bruto.
Hingga akhir 2023, PDB China berada di 126,06 triliun yuan atau sekitar Rp276,6 kuadriliun (Asumsi kurs Rp2.195 per yuan). Nilai tersebut tumbuh 5,2% secara tahunan (yoy) dibandingkan tahun sebelumnya sebesar 120,47 triliun yuan.
Jika ditelisik mendalam, dari PDB China didominasi industri sekitar 31,66% atau setara 399,10 miliar yuan, disusul wholesale dan retail trades sebesar 9,76%, serta sektor pertanian, perikanan, dan peternakan sebesar 7,49%. Selengkapnya bisa dilihat pada grafik berikut :
Menilai dari sektor-sektor pembentuk PDB di atas, setidaknya ada empat sektor yang akan diuntungkan dari adanya seasonality imlek, diantaranya ada sektor pertanian, perikanan, dan peternakan, kemudian sektor wholesale dan retail trades, serta transportasi. Terakhir ada sektor hotel dan jasa catering.
Kontribusi dari berbagai sektor tersebut apabila digabung bisa menempati posisi terbesar kedua setelah industri mencapai 23,51%. Hal ini tentunya akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi China secara keseluruhan, terutama untuk periode kuartal pertama tahun ini.
Was Was Ekonomi China Masih Lesu
Hanya saja, masih ada beberapa risiko yang dihadapi. Mengingat, saat ini ekonomi China terbilang cukup lesu, di mana permintaan belum atraktif hingga deflasi berlarut-larut.
Komponen utama pembentuk PDB yang berasal dari Industri ini sangat berhubungan dengan ekspor-impor. Sementara saat ini, aktivitas perdagangan China masih terkontraksi.
Permintaan global juga masih relatif lemah, dengan survei resmi menunjukkan aktivitas di sektor manufaktur China mengalami kontraksi pada bulan Januari.
Dilansir dari Biro Statistik Nasional China, CPI China juga mengalami deflasi 0,8% year on year/yoy pada Januari 2024, penurunan terbesar dalam lebih dari 14 tahun dan lebih buruk dari perkiraan pasar yang memperkirakan penurunan sebesar 0,5%.
Ini adalah penurunan CPI selama empat bulan berturut-turut, penurunan terpanjang sejak Oktober 2009.
Sementara PPI China turun 2,5% yoy pada Januari 2024, setelah penurunan 2,7% pada bulan sebelumnya dan dibandingkan dengan perkiraan pasar yang turun 2,6%.
Meskipun penurunan ini merupakan penurunan terlemah dalam empat bulan terakhir, penurunan terbaru ini adalah kontraksi harga pabrik selama 16 bulan berturut-turut, yang mencerminkan kekuatan deflasi yang terus-menerus dalam perekonomian.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(tsn/tsn)