Review Sepekan

Harga Batu Bara Anjlok 4% Sepekan, China dan RI Penyebabnya

Susi Setiawati, CNBC Indonesia
21 January 2024 13:30
Infografis, Para penguasa Batubara Terbesar RI
Foto: Infografis/ Para penguasa Batubara Terbesar RI/ Edward Ricardo

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga batu bara kembali jatuh pada penutupan perdagangan pekan ini, berada di level terendah dalam hampir dua bulan terakhir. Koreksi harga batu bara ini terjadi efek dari target produksi Indonesia yang melonjak, pasokan batu bara India di pelabuhan tinggi, melimpahnya produksi China, kondisi cuaca yang kurang membutuhkan batu bara, hingga jatuhnya harga gas ke level terendah.

Merujuk pada Refinitiv, harga batu bara ICE Newcastle kontrak Februari ditutup di posisi US$ 122 per ton atau anjlok 2,98% pada perdagangan Jumat (19/1/2024). Harga tersebut adalah yang terendah sejak 6 November 2023 atau hampir dua bulan terakhir.

Begitu juga dalam sepekan, harga batu bara tercatat mengalami penurunan sebesar 4,13%. Pelemahan ini menjadikan harga batu bara masih berada di bawah level psikologis US$ 130 per ton.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif, menjelaskan Indonesia, eksportir batu bara termal terbesar, menargetkan produksi 710 juta ton batu bara pada 2024. setelah mencatat rekor produksi tahun lalu.

Produksi batu bara Indonesia pada tahun 2023 mencapai 775 juta ton, naik dari 687 juta ton pada tahun sebelumnya dan berada di atas target 695 juta ton. Sekitar 518 juta ton batubara yang diproduksi Indonesia diekspor tahun lalu, meningkat 11% dari tahun sebelumnya. Produksi pada 2023 juga menjadi rekor tertinggi sepanjang masa.

Arifin Tasrif mengatakan tingginya produksi batu bara sepanjang 2023 adalah karena angka permintaan batu bara baik untuk konsumsi dalam negeri (DMO) ataupun permintaan batu bara luar negeri (ekspor) naik.

Tingginya target produksi Indonesia pada 2024 menyebabkan pasokan batu bara global yang lebih aman. Sebaliknya, permintaan diproyeksi melandai sehingga harga batu bara terkoreksi.

Dari India, CoalMint mencatat Stok batubara termal di 21 pelabuhan India naik 6% secara mingguan per 13 Januari 2024. Selama pekan ke-2 tahun 2024, stok batu bara termal di pelabuhan-pelabuhan India mencapai 15,57 juta ton, lebih tinggi dibandingkan dengan 14,72 juta ton pada pekan pertama, yang mencerminkan peningkatan sebesar 6%.

TIngginya pasokan India sebagai produsen batu bara terbesar kedua global tentu akan membatasi permintaan dan tingkat impornya. Rendahnya permintaan dapat menahan laju kenaikan harga batu bara.

Sementara dari sisi pasokan negeri tirai bambu, China sebagai produsen terbesar global mencatat rekor produksi tertinggi pada 2023, menurut data yang dirilis oleh Biro Statistik Nasional pada hari Rabu. Melansir Chem Analyst, peningkatan produksi batu bara ini disebabkan oleh kebijakan berkelanjutan China pada ketahanan energi setelah pelonggaran pembatasan terkait pandemi.

China mengekstraksi 4,66 miliar metrik ton batu bara, atau meningkat sebesar 2,9% pada 2023 dibandingkan tahun sebelumnya (yoy). Pada bulan Desember saja, produksi batubara mencapai 414,31 juta ton, sedikit lebih tinggi dari November sebesar 414 juta ton dan peningkatan signifikan sebesar 1,9% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.

Secara keseluruhan, hal ini menunjukkan komitmen berkelanjutan terhadap produksi batubara yang kuat. Ke depan, para analis industri memperkirakan akan terjadi sedikit peningkatan produksi batu bara pada 2024.

Tingginya produksi China 2023 dan perkiraan adanya kenaikan kembali pada 2024, menyebabkan pasokan global yang tinggi dan membatasi tingkat impor batu bara China. Faktor ini yang turut melandasi penurunan harga batu bara yang cukup dalam beberapa hari terakhir.

Kemudian rendahnya harga batu bara terjadi seiring dengan harga gas alam yang merupakan substitusi batu bara dan sumber energi pilihan Eropa yang berada di level terendah dalam lima bulan terakhir atau sejak 1 Agustus 2023. Harga gas alam Eropa EU Dutch TTF (EUR) berada di posisi 27,89 euro per MWh.


Sanggahan: Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investasi terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.

(saw/saw)
Tags

Related Articles

Most Popular
Recommendation