
Emas Dunia Meredup Pekan Ini, AS Jadi Biang Kerok

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga emas dunia di pasar spot mencatatkan kinerja buruk pada pekan ini di tengah kemunduran optimisme pasar mengenai pemotongan Fed Fund Rate (FFR).
Pada perdagangan terakhir, Jumat (26/1/2024) harga emas di pasar spot tercatat US$2.018,34 per troy ons, melansir data Refinitiv. Sepanjang pekan, turun 0,53% sekaligus melanjutkan kinerja mingguan buruk dua pekan beruntun.
Emas tertekan karena rilis data-data ekonomi Amerika yang membuat ekspektasi pasar teromabng-ambing mengenai kebijakan moneter The Fed.
Pertama, S&P Global Flash US Composite PMI yang mengukur aktivitas di sektor manufaktur dan jasa, naik menjadi 52,3 pada periode Januari 2024 dari 50,9 pada Desember 2023. Level adalah yang tertinggi sejak Juni 2023 atau dalam tujuh bulan terakhir.
Angka tersebut menunjukkan bahwa aktivitas ekonomi AS meningkat pada awal 2024. Indeks jasa menunjukkan sektor ini tumbuh lebih cepat, naik menjadi 52,9 pada periode Januari 2024 dari 51,4 pada periode Desember 2023. Sementara itu indeks manufaktur berubah positif menjadi 50,3 pada periode Januari 2024 dibandingkan sebelumnya 47,9 per Desember 2023.
Perekonomian AS yang kuat dan penolakan dari pejabat bank sentral membuat beberapa investor memikirkan kembali pertaruhan mereka mengenai seberapa cepat The Fed akan menurunkan suku bunganya tahun ini.
Kedua Produk domestik bruto, yang mengukur semua barang dan jasa yang diproduksi, tumbuh 3,3% (year on year/yoy) pada kuartal keempat pada 2023. Laju PDB lebih tinggi dibandingkan dengan perkiraan konsensus Wall Street yang memperkirakan ekonomi tumbuh 2%.
Secara keseluruhan, ekonomi AS tumbuh sebesar 2,5% sepanjang 2023, lebih baik dibandingkan kenaikan sebesar 1,9% pada 2022. Pertumbuhan ini jauh lebih baik dibandingkan proyeksi banyak pihak di awal 2023 yang memperkirakan ekonomi AS akan mengalami resesi. The Fed bahkan sempat memperkirakan kontraksi ringan akibat tekanan industri perbankan pada Maret lalu.
Namun, ketahanan konsumen dan pasar tenaga kerja yang kuat turut mendorong perekonomian AS sepanjang 2023, yang juga ditandai dengan kemunduran sektor manufaktur dan The Fed yang terus menaikkan suku bunga dalam upayanya menurunkan inflasi.
Selain pergerakan PDB yang lebih baik dari perkiraan, terdapat juga beberapa kemajuan dalam inflasi. Proyeksi awal inflasi inti untuk pengeluaran konsumsi pribadi (PCE) pada akhir kuartal IV tercatat 2% sedangkan inflasi umum 1,7%.
Kemudian laporan Departemen Tenaga Kerja pada Kamis menunjukkan klaim pengangguran mencapai 214,000 pada pekan yang berakhir 20 Januari, meningkat 25,000 dari minggu sebelumnya dan melampaui perkiraan sebesar 199,000. Klaim lanjutan naik menjadi 1,833 juta, meningkat 27.000.
Perangkat CME FedWatch Tool memperkirakan The Fed akan menahan suku bunga di level 5,25-5,50% pada pertemuan 30-31 Januari dan memperkirakan penurunan suku bunga sebesar 89% pada Mei 2024.
Lalu ada data pengeluaran konsumsi pribadi (PCE) yang dirilis berada di angka 2,60% (yoy) tak bergerak dari nilai November 2023. Data ini penting sebab bisa membuat The Fed menahan atau menurunkan segera pemangkasan suku bunga.
Harga emas sangat sensitif terhadap pergerakan suku bunga AS. Kenaikan suku bunga AS akan membuat dolar AS dan imbal hasil US Treasury menguat. Kondisi ini tak menguntungkan emas karena dolar yang menguat membuat emas sulit dibeli sehingga permintaan turun. Emas juga tidak menawarkan imbal hasil sehingga kenaikan imbal hasil US Treasury membuat emas kurang menarik.
Namun, suku bunga yang lebih rendah akan membuat dolar AS dan imbal hasil US Treasury melemah, sehingga dapat menurunkan opportunity cost memegang emas. Sehingga emas menjadi lebih menarik untuk dikoleksi.
(ras/ras)