Sentimen Pekan Depan

Simak Sentimen Pasar Pekan Depan, dari Cadev RI sampai Inflasi AS

Tasya Natalia, CNBC Indonesia
07 January 2024 19:00
Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Foto: Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia -  Sepanjang pekan depan ada banyak sentimen yang perlu dicermati pelaku pasar baik dari dalam negeri maupun global yang akan mempengaruhi gerak pasar keuangan Tanah Air, baik itu Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), nilai tukar rupiah, hingga surat berharga negara (SBN).

Sentimen Dalam Negeri : Mulai dari Cadev Sampai Penjualan Ritel

Pertama, pada Senin (8/1/2023) akan ada rilis data cadangan devisa (cadev) Indonesia untuk periode akhir 2023. Cadev diproyeksi akan meningkat ke US$ 140 miliar dibandingkan November 2023 di posisi US$ 138,1 miliar.

Jika Cadev Desember 2023 naik, ini akan melanjutkan kenaikan cadev selama dua bulan beruntun setelah sempat terperosok ke posisi US$ 133,1 miliar pada Oktober 2023 yang merupakan posisi terendah sejak November 2022 dan merupakan penurunan selama tujuh bulan beruntun.

Proyeksi peningkatan cadev pada akhir tahun 2023 terjadi lantaran derasnya aliran asing kembali masuk ke Tanah AIr sejalan dengan meredanya ketidakpastian eksternal.

Sebagaimana diketahui, berdasarkan data transaksi yang dirilis Bank Indonesia (BI) untuk periode 27-28 Desember 2023, asing tercatat masuk ke pasar keuangan Indonesia dengan melakukan beli neto sebanyak Rp 4,28 triliun.

"Berdasarkan data transaksi 27-28 Desember 2023, non residen di pasar keuangan domestik tercatat beli neto Rp 4,28 triliun," kata Kepala Departemen Komunikasi BI Erwin Haryono lewat keterangan tertulis, Jumat (29/12/2023).

Erwin mengatakan asing tercatat melakukan beli neto di pasar Surat Berharga Negara (SBN), pasar saham, maupun Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI). Untuk pasar SBN, asing tercatat melakukan beli neto Rp 0,3 triliun; sementara di pasar saham, asing tercatat beli neto Rp 2 triliun, dan di SRBI beli neto Rp 1,98 triliun.

Sementara itu, apabila dilihat dari data setelmen sejak awal tahun hingga 28 Desember 2023, asing tercatat masuk ke pasar SBN dan SRBI.

Nonresiden melakukan beli neto di pasar SBN sebanyak Rp 80,45 triliun dan beli neto Rp 52,81 triliun di SRBI.

Lebih lanjut, untuk pasar saham selama kurun waktu sebulan terakhir (5 Desember 2023 - 5 Januari 2024) mencatat net foreign buy sebanyak Rp2,35 triliun.

BI menyatakan, posisi cadangan devisa pada Desember 2023 akan dipengaruhi oleh penerbitan sukuk global dan penarikan pinjaman luar negeri pemerintah, serta penerimaan pajak dan jasa.

Sebagai catatan, posisi cadangan devisa pada November 2023 setara setara dengan pembiayaan 6,3 bulan impor atau 6,1 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor. BI juga menilai bahwa cadangan devisa masih mampu mendukung ketahanan sektor eksternal serta menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan.

Selanjutnya, pada Selasa (9/1/2024) masih dari domestik, Bank Indonesia akan merilis survei konsumen yang akan menunjukkan indeks keyakinan konsumen (IKK) per Desember 2023. IKK diproyeksi akan ke angka 124 dibandingkan capaian pada November di posisi 123,6.

Peningkatan IKK pada Desember kemungkinan besar karena ada peningkatan daya beli masyarakat lantaran seasonality natal dan tahun baru (nataru). Sebagai catatan, nilai IKK secara nasional masih menunjukkan angka di atas 100 yang berarti keyakinan konsumen masih optimis.

Sentimen lainnya, pada Rabu (10/1/2024) akan rilis penjualan ritel nasional untuk periode November 2023 yang diperkirakan akan naik 3,5% secara tahunan (yoy), menurut lembaga penghimpun data, Trading Economics.

Sebelumnya, penjualan ritel Indonesia pada Oktober 2023 tumbuh 2,4% yoy, lebih tinggi dibandingkan bulan sebelumnya yang tumbuh 1,5% yoy. Pertumbuhan positif tersebut melanjutkan tren penguatan selama tiga bulan terakhir dan merupakan laju terkuat sejak Juni 2023.

Sentimen Global : Dari Inflasi AS Hingga Neraca Dagang China

Beralih ke sentimen global, ada beberapa hal yang akan rilis mulai dari pertumbuhan inflasi Amerika Serikat (AS) hingga perkembangan neraca dagang AS dan China.

Pertama, pada Selasa (9/1/2024) akan rilis neraca dagang dari Negeri Paman Sam untuk periode November 2023 yang diproyeksi akan mengalami defisit lebih besar mencapai US$ 65 miliar, dibandingkan defisit bulan sebelumnya sebesar US$ 64,3 miliar.

Walaupun data yang keluar cenderung laggard, akan tetapi proyeksi pelebaran defisit neraca dagang ini menunjukkan semakin terkontraksi-nya perdagangan ekspor dan impor di AS.

Melansir dari Trading Economics, ekspor AS pada November akan menyusut ke US$ 252,8 miliar dibandingkan bulan sebelumnya sebesar US$ 258,8 miliar. Sementara impor akan menyusut jadi US$ 317,6 miliar dibandingkan satu bulan sebelumnya sebesar US$ 323 miliar.

Bagi Indonesia, AS merupakan negara kedua terbesar yang menyumbang ekspor terbesar setelah China. Sehingga, perkembangan neraca dagang negeri Paman Sam ini patut dicermati karena akan mempengaruhi perdagangan ekspor-impor Tanah Air.

Selanjutnya, pada Kamis (11/1/2024) akan rilis data inflasi untuk periode Desember 2023 yang diproyeksi akan ada peningkatan tipis akibat seasonality natal dan tahun baru. Dalam basis tahunan, konsensus pasar menargetkan inflasi akan tumbuh sebesar 3,2% yoy, lebih rendah dibandingkan November 2023 yang tumbuh 3,1%.

Sementara itu, untuk inflasi inti AS diperkirakan tumbuh melandai sebesar 3,8% yoy, dibandingkan sebulan sebelumnya yang tumbuh 4% yoy.

Kemudian, pada hari yang sama negeri Paman Sam masih akan merilis data terkait tenaga kerja yakni data klaim pengangguran per 6 Januari 2023 yang diproyeksi meningkat ke 210.000, dibandingkan pekan sebelumnya sebanyak 202.000 klaim.

Proyeksi peningkatan klaim pengangguran ini memang berdampak buruk bagi pasar tenaga kerja, akan tetapi bagi keseluruhan ekonomi AS dan prospek inflasi ini berdampak positif lantaran semakin mendukung kondisi pasar tenaga mendingin yang memicu inflasi melandai.

Dampaknya, bisa ke kebijakan bank sentral AS The Federal Reserve (The Fed) yang diproyeksi semakin melunak. Sebagaimana kita tahu, pada hasil risalah Federal Open Market Committee (FOMC) minutes yang dirilis pekan lalu sudah mulai menunjukkan nada positif akan adanya pivot tahun ini seiring dengan suku bunga the Fed yang sudah mencapai puncak.

Semakin melengkapi prospek positif suku bunga AS, menurut perhitungan CME FedWatch Tool memperkirakan the Fed bisa memangkas suku bunga mulai Maret tahun ini sebesar 25 basis poin (bps), dengan peluang sudah mencapai lebih 60%.

Beralih ke negeri Sang Naga Asia, pada pekan depan akan merilis sejumlah data mulai dari inflasi hingga neraca dagang-nya, sekaligus perdagangan ekspor dan impor.

Rilis data ekonomi Tiongkok ini sangat penting dicermati pelaku pasar, pasalnya China merupakan penopang ekonomi ASEAN, serta mitra dagang ekspor dan impor terbesar RI.

Pada Jumat (12/1/2024), untuk periode Desember 2023 China diperkirakan masih akan mengalami deflasi lebih dalam sebesar -0,7% yoy, dibandingkan deflasi pada November 2023 sebesar -0,5%.

Deflasi China menunjukkan kondisi ekonomi negeri Tirai Bambu tersebut masih cukup lesu. Ini terjadi lantaran efek pandemi Covid-19 yang masih menyelimuti negara tersebut serta krisis sektor properti yang belum usai.

Deflasi yang terjadi di China ini juga menyebabkan prospek perdagangan ekspor-impor terganggu. Untuk impor China pada Desember 2023 yang akan rilis pada Jumat diperkirakan masih akan terkontraksi sebesar -0,5% yoy, menurut penghimpun data Trading Economics.

Di lain sisi, untuk ekspor China pada Desember 2023 diproyeksi akan ada perbaikan dengan pertumbuhan sekitar 0,9% yoy, dibandingkan pertumbuhan pada bulan sebelumnya sebesar 0,5% yoy.

Dengan begitu, neraca perdagangan China di akhir tahun 2023 diperkirakan bisa membaik atau meningkat ke US$ 76 miliar, dibandingkan bulan November 2023 sebesar US$ 68,39 miliar.

CNBC INDONESIA RESEARCH

(tsn/tsn)
Tags

Related Articles

Most Popular
Recommendation