
Ketegangan di Laut Merah Memanas, Harga Minyak Membara

Jakarta, CNBC Indonesia - Meningkatnya ketegangan di Timur Tengah dan jalur pelayaran Laut Merah membuat harga dua benchmark minyak mentah dunia, Brent dan WTI menguat sepanjang pekan ini.
Melansir data Refinitv, harga minyak dunia hingga akhir perdagangan pekan ini, Jumat (5/1/2024) terpantau ditutup menguat. Secara harian harga minyak mentah brent melonjak 1,51% ke posisi US$ 78,76 per barel, sementara WTI naik 2,24% ke angka US$ 73,81 per barel.
Penguatan secara harian tersebut kemudian mengakumulasi apresiasi pergerakan selama seminggu terakhir dimana Brent naik 2,23%, sedangkan WTI menguat 3,01%.
Kenaikan harga minyak terjadi di tengah meningkatnya ketegangan di Timur Tengah dan jalur pelayaran Laut Merah saat ini. Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS), Antony Blinken juga sedang bersiap mengunjungi wilayah tersebut dengan tujuan mencegah penyebaran konflik lebih lanjut.
Situasi sekitar Laut Merah saat ini semakin mencekam di tengah gempuran pasukan Houthi dari Yaman. AS juga terus meneguhkan komitmennya untuk mengamankan perairan Laut Merah di Timur Tengah.
Hal tersebut terjadi setelah milisi berkuasa Yaman, Houthi, serangan ke beberapa kapal dagang yang melintasi wilayah jalur perdagangan itu.Dalam upayanya, Washington mengajak 12 sekutunya dalam memerangi dampak perdagangan yang diberikan oleh serangan Houthi ke kapal-kapal dagang. Dua diantaranya adalah jiran RI, Singapura dan Australia.
"Biarlah pesan kami menjadi jelas: kami menyerukan diakhirinya segera serangan ilegal ini dan pembebasan kapal dan awak kapal yang ditahan secara tidak sah," kata Gedung Putih dalam sebuah pernyataan bersama.
Selain Singapura dan Australia, pernyataan tersebut juga ditandatangani oleh Inggris, Kanada, Jepang, Italia, Jerman, Denmark, Belgia, Belanda, Selandia Baru, dan Bahrain.
"Houthi akan memikul tanggung jawab atas konsekuensinya jika mereka terus mengancam kehidupan, perekonomian global, dan arus bebas perdagangan di perairan penting di kawasan ini. Kami tetap berkomitmen terhadap tatanan berbasis aturan internasional dan bertekad untuk meminta pertanggungjawaban pelaku kejahatan atas penyitaan dan serangan yang melanggar hukum," tambah pernyataan bersama tersebut.
Houthi sendiri melancarkan serangan-serangan tersebut kepada kapal-kapal yang terkait dengan Israel dan negara Barat lainnya. Ini dimotori rasa solidaritas kelompok itu dengan milisi Gaza Palestina, Hamas, dan warga Gaza lainnya yang ingin agar serangan Tel Aviv ke wilayah itu diakhiri.
Sebelum pernyataan bersama ini dikeluarkan, AS telah mengirimkan armada perang ke perairan itu. Pada pekan lalu, helikopter Angkatan Laut Washington menembaki pasukan Houthi yang berusaha menaiki kapal sebuah kargo. Tembakan itu menyebabkan 10 anggota milisi Houthi tewas atau hilang.
Ketegangan tersebut membuat dunia khawatir mengingat hampir 15% perdagangan global melewati Laut Merah, yang merupakan pintu masuk ke Terusan Suez, rute pelayaran terpendek antara Eropa dan Asia. Selain itu, juga mewakili 30% dari seluruh lalu lintas peti kemas global, dan barang senilai lebih dari US$1 triliun per tahun.
Beberapa raksasa perkapalan dunia seperti Maersk, Mediterranean Shipping Company (MSC), Ocean Network Express (ONE), Hapag Lloyd, dan Hyundai Merchant Marine (HMM) memilih untuk menghindari perairan Laut Merah akibat serangan Houthi. Mereka memilih untuk memutar ke Tanjung Harapan di ujung Selatan Afrika.
Hal tersebut akhirnya mendorong tarif angkutan laut lebih tinggi karena banyaknya armada dagang yang memutar menghindari perairan itu. Ini memicu peringatan akan inflasi dan tertunda-nya pengiriman barang
Tarif angkutan barang dari Asia ke Eropa Utara terpantau sudah meningkat lebih dari dua kali lipat pada minggu ini menjadi di atas US$ 4.000 (Rp 62 juta) per unit 40 kaki.
Tarif dari Asia hingga Pantai Timur Amerika Utara juga meningkat sebesar 55% menjadi US$ 3,900 (Rp 60 juta) per kontainer berukuran 40 kaki. Harga di Pantai Barat naik 63% menjadi lebih dari US$ 2.700 (Rp 42 juta).
Menurut para manajer logistik, hal ini telah menciptakan badai besar dan "tsunami" dalam perdagangan global. Pasalnya, produk-produk musim semi dan panas akan tiba terlambat lantaran kapal-kapal dagang memutuskan untuk mengitari Benua Afrika alih-alih melewati Laut Merah dan Terusan Suez.
Waktu perjalanan yang lebih lama juga dapat menunda kedatangan barang-barang musim semi. Biasanya barang diambil sebelum Tahun Baru Imlek, yang ditetapkan pada bulan Februari, ketika pabrik-pabrik tutup dan karyawan pergi berlibur.
"Tekanan rantai pasokan yang menyebabkan inflasi bersifat 'sementara' pada tahun 2022 mungkin akan kembali terjadi jika masalah di Laut Merah dan Samudera Hindia terus berlanjut," kata Kepala Eksekutif Lindsey Group, Larry Lindsey, kepada CNBC International, Kamis (4/1/2023).
Di sisi lain, pelaku pasar terus memantau perkembangan di Libya di mana protes menghentikan produksi dari ladang Sharara dan El-Feel, yang masing-masing menyumbang sekitar 365.000 barel per hari.
Selain itu, sebagai informasi pada Rabu lalu, Iran menghadapi tragedi dengan dua ledakan pada sebuah upacara untuk menghormati mendiang komandan Soleimani, yang mengakibatkan hampir 100 korban jiwa dan banyak orang terluka.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(tsn/tsn)