
Harga Minyak 'Terbakar' Konflik Laut Merah dan Angola

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga minyak mentah dunia kompak ditutup lebih rendah atau turun pada perdagangan Jumat kemarin karena karena ketegangan Laut Merah mengimbangi kemungkinan kenaikan produksi Angola di masa yang akan datang.
Pada perdagangan Jumat (22/12/2023), harga minyak mentah WTI ditutup terkoreksi 0,45% di posisi US$73,56 per barel, begitu juga dengan harga minyak mentah brent ditutup turun 0,40% ke posisi US$79,07 per barel.
Namun secara mingguan pergerakan harga minyak masih dalam trend positif. Minyak mentah WTI tercatat naik dalam sepekan sebesar 2,98%, begitu juga dengan minyak mentah brent melesat 3,29%.
Harga minyak turun pada perdagangan Jumat menjelang liburan panjang Natal dan akhir pekan di tengah ekspektasi Angola dapat meningkatkan produksi setelah meninggalkan OPEC. Namun harga minyak masih mencatatkan kenaikan dalam sepekan, didorong berita ekonomi AS yang positif dan kekhawatiran serangan kapal Houthi akan meningkatkan biaya pasokan minyak.
Hal ini membuat kedua benchmark minyak naik sekitar 3% untuk minggu ini setelah naik kurang dari 1% pada minggu lalu.
Di Timur Tengah, lebih banyak kapal induk mengatakan mereka menghindari Laut Merah karena serangan terhadap kapal yang dilakukan oleh kelompok militan Houthi yang didukung Iran, yang dikatakan sebagai respons terhadap perang Israel di Gaza.
Perusahaan pengirim besar Maersk dan CMA CGM mengatakan mereka akan mengenakan biaya tambahan terkait dengan pengalihan rute kapal.
Serangan tersebut telah menyebabkan gangguan di Terusan Suez, yang menangani sekitar 12% perdagangan dunia.
"Penghentian pasokan secara langsung bukan satu-satunya alasan harga minyak akan tergerak oleh situasi Laut Merah, tarif pengangkutan dan biaya asuransi juga akan meningkat," ujar analis PVM John Evans, dilansir dari Reuters.
Sementara itu di Afrika, keputusan Angola untuk keluar dari Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) dapat membuka jalan bagi Beijing untuk meningkatkan investasi di sektor minyak dan sektor lainnya di negara tersebut. Angola memproduksi sekitar 1,1 juta barel minyak per hari.
"Produksi minyak Angola akan membutuhkan waktu untuk meningkat bahkan jika China melakukan tindakan besar-besaran," ujar Phil Flynn, analis di Price Futures Group, sembari mencatat bahwa data inflasi AS dan serangan Houthi di Laut Merah seharusnya lebih baik. mendukung harga minyak dibandingkan kenaikan produksi Angola di masa depan.
Sementara itu di Irak, juru bicara Kementerian Perminyakan Asim Jihad menegaskan dukungan Irak terhadap perjanjian OPEC+ dan komitmennya terhadap pengurangan minyak secara sukarela. OPEC+ mencakup OPEC dan sekutunya seperti Rusia.
Sementara dari Amerika Serikat (AS), angka inflasi utama lebih rendah dari perkiraan, meningkatkan optimisme investor bahwa The Federal Reserve (The Fed) AS akan menurunkan biaya pinjaman tahun depan.
Diketahui Indeks harga pengeluaran konsumsi pribadi (PCE) inti, tidak termasuk harga makanan dan energi yang bergejolak, meningkat 0,1% pada bulan November 2023, naik 3,2% dari tahun lalu, berdasarkan laporan Departemen Perdagangan pada hari Jumat.
Ekonom yang disurvei Dow Jones memperkirakan kenaikan masing-masing sebesar 0,1% dan 3,3%.
Ekspektasi bahwa The Fed kemungkinan besar akan menurunkan suku bunga tahun depan juga membantu menurunkan dolar AS ke level terendah sejak Juli terhadap sejumlah mata uang lainnya untuk hari kedua berturut-turut.
Pada perdagangan Jumat (22/12/2023) indeks dolar AS jatuh 0,14% di level 101,69. Melemahnya dolar dapat meningkatkan permintaan minyak dengan membuat bahan bakar lebih mahal bagi pembeli yang menggunakan mata uang lain.
Sanggahan: Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investasi terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.
