
JK Sebut Nikel RI Dikuasai China, RI Ketiban Durian Runtuh?

Jakarta, CNBC Indonesia - Wakil Presiden RI ke-10 dan ke-12 Jusuf Kalla (JK) membuat pernyataan heboh. Ia mengungkapkan bahwa 90% Sumber Daya Alam (SDA) terkhusus nikel dikuasai oleh China.
Penguasaan sumber daya nikel Indonesia oleh China lantaran Indonesia belum bisa bersikap percaya diri dan berjuang dalam penguasaan teknologi. Padahal menurut JK, Indonesia memiliki SDA melimpah dan mampu mengelola teknologi, misalnya dalam pengolahan dan pemurnian (smelter) bijih mineral.
Pernyataan JK ini sejalan dengan klaim Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Faisal Basri sebelumnya, yang mengungkapkan keuntungan dari program kebanggaan pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yakni hilirisasi di Indonesia justru malah dinikmati oleh industri China.
Faisal mengatakan bahwa hilirisasi pada komoditas nikel di Indonesia yang mana memproses bijih nikel menjadi barang turunan seperti Nickel Pig Iron (NPI) dan fero nikel, sebanyak 99% produknya dikirimkan ke China.
Atas pernyataan itu Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) sempat mengklarifikasi klaim tersebut. Deputi Bidang Koordinasi Investasi dan Pertambangan Kemenko Marves Septian Hario Seto menjelaskan, Indonesia menikmati nilai tambah dari hilirisasi nikel hingga 53%.
Berdasarkan data Kemenko Marves, dari 100% nilai produk smelter, kontribusi bijih nikel adalah 40%, 12% laba operasi yang bisa dinikmati investor, dan 48% adalah sumber daya tambahan yang perlu dikeluarkan untuk mengolah bijih nikel tersebut.
Dari 48% angka tersebut, 32% dinikmati oleh para pelaku ekonomi di dalam negeri dalam bentuk batu bara (untuk listrik), tenaga kerja, dan bahan baku lain. Sehingga hanya 16% yang dinikmati oleh pihak supplier dari luar negeri.
Dengan demikian, nilai tambah yang dinikmati oleh dalam negeri adalah 32% atau secara proporsi mencerminkan sekitar 53% dari seluruh nilai tambah hilirisasi nikel. Nilai tambah dalam negeri akan lebih besar jika pihak investor asing tersebut melakukan reinvestasi di dalam negeri, tidak lagi mendapatkan tax holiday atau bahkan ada keterlibatan investor lokal.
Data Kemenko Marves ini menunjukkan bahwa investasi asing dalam hilirisasi nikel di Indonesia memang telah memberikan nilai tambah bagi perekonomian Indonesia. Namun, nilai tambah tersebut masih belum optimal.
Salah satu tantangan yang dihadapi dalam meningkatkan nilai tambah dari investasi asing adalah minimnya keterlibatan investor lokal. Hingga saat ini, mayoritas investor smelter di Indonesia masih didominasi oleh investor asing.
Tantangan lain adalah masih tingginya ketergantungan Indonesia terhadap teknologi dari luar negeri. Hal ini menyebabkan Indonesia belum mampu sepenuhnya menguasai proses hilirisasi dan hanya menjadi eksportir bahan mentah.
Untuk mengatasi tantangan-tantangan tersebut, diperlukan upaya-upaya untuk meningkatkan keterlibatan investor lokal dan penguasaan teknologi di dalam negeri.
Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan memberikan insentif bagi investor lokal yang berinvestasi di sektor hilirisasi. Insentif tersebut dapat berupa keringanan pajak, subsidi, atau penyediaan lahan.
Selain itu, pemerintah juga perlu mendorong peningkatan kapasitas industri hilirisasi di Indonesia, termasuk dengan memberikan pelatihan dan bantuan teknis.
Upaya-upaya tersebut diharapkan dapat meningkatkan nilai tambah dari investasi asing di Indonesia dan menjadikan Indonesia sebagai pemain utama dalam industri hilirisasi nikel.
Maluku Utara dan Sulawesi Tengah
Peningkatan investasi asing di sektor hilirisasi nikel juga terlihat di Maluku Utara dan Sulawesi Tengah. Kedua provinsi ini merupakan penghasil nikel terbesar di Indonesia.
Berdasarkan data BKPM, tercatat HongKong menjadi investor terbesar dua provinsi pusat hilirisasi Indonesia ke depan. Hongkong mencatat pertumbuhan 9,1% menjadi US$ 3,4 miliar. Singapura dan China mengalami penurunan investasi yang disebabkan oleh besarnya nilai pada 2022. Jumlah ini diperkirakan akan terus bertambah di tahun-tahun mendatang.
Peningkatan investasi asing di Maluku Utara dan Sulawesi Tengah telah memberikan dampak positif bagi perekonomian kedua provinsi tersebut.
Di Maluku Utara, misalnya, investasi smelter nikel telah menciptakan lapangan kerja baru bagi sekitar 20.000 orang. Selain itu, investasi tersebut juga telah meningkatkan pendapatan daerah dan mendorong pertumbuhan ekonomi.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(mza/mza)
