
Jerman dan India Borong, Harga Batu Bara Ngegas Nyaris 2%

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga batu bara berbalik arah menguat, setelah terkoreksi selama 3 hari perdagangan beruntun. Kenaikan ini mempertipis penurunan harga batu bara sepanjang November. Harga batu bara terkoreksi 1,26% sejak awal bulan ini (Month to Date/MTD).
Penguatan harga terjadi seiring dengan potensi lonjakan permintaan Jerman, permintaan India yang masih akan tinggi dalam jangka waktu panjang, dan kemungkinan penurunan produksi China akibat kecelakaan kerja.
Merujuk pada Refinitiv, harga batu bara ICE Newcastle kontrak Desember ditutup di posisi US$ 125,8 per ton atau melonjak 1,45% pada perdagangan Selasa (21/11/2023). Posisi saat ini masih tergolong pada level terpuruknya jika dilihat dalam 2 tahun terakhir.
Penguatan harga pasir hitam terjadi seiring dengan musim dingin yang menghampiri belahan bumi bagian utara untuk lebih intens menggunakan pembangkit listrik batu bara untuk memenuhi kebutuhan penghangat ruangan.
Melansir Natural Gas World, importir batu bara Jerman mengharapkan pemerintah memperpanjang pengoperasian kembali pembangkit listrik batu bara yang terdaftar dalam krisis energi tahun lalu melampaui target akhir Maret 2024, kata lobi VDKi pada Selasa.
Konflik Rusia-Ukraina dan Israel-Hamas membuat konsumen Eropa dan Jerman rentan terhadap guncangan pasokan energi, sehingga batu bara, yang merupakan alternatif pengganti gas alam cair (LNG), menjadi opsi.
VDKi, pada konferensi pers di Berlin, mengatakan armada pembangkit listrik tenaga batu bara yang bekerja secara rutin dengan kapasitas 18 gigawatt (GW) telah dipersiapkan dengan baik untuk menghadapi musim dingin. Kebijakan ini merupakan langkah menutup kekurangan listrik akibat penutupan pembangkit nuklir Jerman yang ditutup pada April.
Skema ini ditujukan untuk menghadapi tantangan seperti ketidakpastian pembangkit terbarukan angin dan surya, rendahnya minat investasi, serta lamanya waktu persetujuan dan konstruksi pembangkit batu bara baru. Sebagai informasi, Permintaan listrik musim dingin Jerman pada waktu tertentu bisa mencapai 80 GW.
Beralih ke Asia, kenaikan harga terjadi, meski India tercatat mengalami penurunan impor batu bara sebesar 11% menjadi 10,84 juta ton pada 15 hari November dibanding Oktober (month to month/mtm). Sentimen ini disinyalir menjadi faktor harga batu bara yang berada masih terkoreksi sepanjang November.
Di sisi lain, permintaan batu bara India diperkirakan akan terus meningkat dalam jangka waktu lebih panjang atau dalam 7 tahun mendatang. India membutuhkan tambahan 80 GW listrik untuk memenuhi tambahan kebutuhan pada 2030 mendatang.
Sentimen ini mendorong kenaikan harga batu bara, pasalnya India sebagai konsumen dan produsen terbesar ke-2 dunia masih menggunakan dan akan meningkatkan kebutuhan batu bara.
Kabar terbaru dari China sebagai konsumen terbesar global mengalami persoalan dengan adanya kebakaran di kantor perusahaan tambang batu bara di Tiongkok Utara. Sentimen ini memang tidak mempengaruhi tingkat produksi batu bara China, tetapi mengingatkan kegagalan tenaga kerja di tambang batu bara China sebelumnya.
Pada Agustus, 11 orang tewas dalam ledakan di sebuah tambang batu bara juga di provinsi Shanxi. Selain itu, Runtuhnya tambang yang mematikan di Mongolia pada Februari yang menyebabkan lebih dari 50 penambang terjebak, memaksa produksi dihentikan untuk penyelidikan resmi, menyebabkan kerugian ekonomi langsung lebih dari 204 juta yuan ($27,99 juta), menurut media lokal.
Hal ini menyebabkan tingkat produksi yang berkurang, sehingga pasokan batu bara dunia turun. Rendahnya stok dunia menyebabkan harga relatif menguat.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(mza)