CNBC Indonesia Research

Mari Merapat! Ini Bocoran Kapan Saham Sawit Kembali Panas

Riset, CNBC Indonesia
15 November 2023 09:10
Minyak goreng sawit di pasar modern (CNBC Indonesia/Martyasari Rizky)
Foto: Minyak goreng sawit di pasar modern (CNBC Indonesia/Martyasari Rizky)

Jakarta, CNBC Indonesia - Saham emiten perkebunan kelapa sawit dan produsen crude palm oil (CPO) lesu akhir-akhir ini seiring tidak ada katalis positif yang tahan lama. Namun, ada kabar baik untuk prospek harga CPO ke depan.

Saham emiten Haji Isam PT Jhonlin Agro Raya Tbk (JARR), misalnya, anjlok 33,33% selama 2023 (year to date/YtD) ke Rp212/saham. Nama lainnya, saham Grup Sinar Mas PT Smart Tbk (SMAR) ambles 20,81%.

Saham milik taipan TP Rachmat PT Triputra Agro Persada Tbk (TAPG) dan PT Dharma Satya Nusantara Tbk (DSNG) juga melorot 14,96% dan 9,17% YtD.

Saham Grup Astra PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI) dan duo Grup Salim PT PP London Sumatra Indonesia Tbk (LSIP) dan PT Salim Ivomas Pratama Tbk (SIMP) masing-masing merosot 12,77%, 9,36%, dan 8,21% selama tahun ini.

Kinerja keuangan selama 9 bulan 2023 emiten-emiten CPO juga cenderung tertekan. Laba TAPG, misalnya, turun 53% secara tahunan (year on year/YoY) menjadi Rp1,10 triliun per kuartal III-2023.

Kemudian, AALI mengalami penurunan laba bersih hingga 34% YoY dari Rp1,21 triliun menjadi Rp800,58 miliar pada periode Januari-September 2023.

Laba LSIP juga merosot 40,13% YoY menjadi Rp457,59 miliar hingga kuartal III-2023 dan laba bersih SIMP jeblok 51,2% YoY menjadi Rp437,68 miliar selama 9 bulan tahun ini.

Demikian pula, emiten Grup Sampoerna SGRO mencatatkan penurunan laba bersih 47,7% secara tahunan dari Rp806,8 miliar pada kuartal III-2022 menjadi Rp422,16 miliar pada periode yang sama 2023.

Harga CPO
Berdasarkan data Refinitiv, Selasa (14/11), pukul 14.55 WIB, harga kontrak CPO pengiriman Januari 2024 di Bursa Malaysia Derivatives naik 2,08% secara harian ke MYR3.881 per ton. Harga CPO tengah dalam pembalikan arah usai sempat merosot ke MYR3.520 per ton pada 10 Oktober 2023.

Secara teknikal, harga CPO berpotensi menguji area resistance 3.900 sebelum menentukan arah selanjutnya, dengan area support terdekat di 3.820 dan 3.675.

Selama 2023, harga CPO masih merosot 7,04%.

Akhir-akhir ini, pasar CPO malaysia tertahan oleh rendahnya minat beli dan lemahnya sentimen pasar karena kekhawatiran terhadap peningkatan produksi, ditambah dengan lemahnya pasar minyak mentah.

Pada Jumat pekan lalu, Dewan Minyak Sawit Malaysia (MPOB) mengatakan stok minyak sawit negara tersebut pada akhir Oktober naik 5,84 persen dari bulan sebelumnya menjadi 2,45 juta ton. Produksi minyak sawit mentah naik 5,89 persen bulan ke bulan menjadi 1,94 juta ton di bulan Oktober, sementara ekspor minyak sawit meningkat menjadi 1,47 juta ton.

Sementara, mengutip Reuters, Selasa (14/11), impor minyak sawit dan minyak bunga matahari India pada tahun 2022/23 masing-masing melonjak sebesar 24% dan 54%, mencapai rekor tertinggi karena peningkatan konsumsi dan karena kedua minyak tersebut tersedia dengan harga diskon yang besar dibandingkan dengan minyak kedelai saingannya.

 

Pembelian yang lebih tinggi oleh India, importir minyak nabati terbesar di dunia, dapat membantu menurunkan stok minyak sawit di india dan Malaysia. Pembelian tersebut dapat mengurangi persediaan di negara-negara penghasil minyak bunga matahari di Laut Hitam.

Selain itu, harga minyak kedelai di Chicago Board of Trade naik 0,64%. Kontrak minyak kedelai paling aktif di Daliannaik 1,43%. Harga kedelai berdampak pada harga minyak kedelai, yang bersaing dengan minyak sawit untuk mendapatkan pangsa pasar minyak nabati global.

Prospek ke Depan, CPO Bisa ke MYR4.000

Pakar minyak sawit memperkirakan harga minyak sawit mentah (CPO) akan naik tahun depan karena pasokan global yang datar akibat perkembangan cuaca seperti El-Nino dan perubahan iklim.

Melansir New Straits Times, 9 November 2023, Direktur Pelaksana Konsultan dan Ekonom Pertanian Glenauk Economics Julian McGill mengatakan harga CPO mungkin naik menjadi RM4.000 per ton pada kuartal I-2024.

Produksi diperkirakan akan datar atau menurun pada 2024 di Malaysia dan Indonesia, tergantung pada curah hujan saat El Nino saat ini.

"Pasokan minyak sawit telah memperlambat pertumbuhannya. Tahun ini produksi Indonesia hanya mengalami peningkatan yang sangat kecil, dan tahun depan akan cenderung datar hingga menurun (tergantung pada curah hujan pada El Nino yang tidak biasa ini)," jelas McGill, kepada Reuters.

Permintaan pangan tidak tumbuh cukup cepat untuk menyerap tambahan produksi, terutama setelah krisis di Argentina pulih.

"Hal ini akan menyebabkan harga minyak lebih tinggi pada 2024, seiring dengan meningkatnya permintaan kedelai. Kami memperkirakan harga CPO Malaysia akan meningkat menjadi RM4.000 pada akhir Q1 2024," imbuh McGill.

Sementara, Direktur eksekutif Oil World yang berbasis di Hamburg, Thomas Mielke, mengatakan harga minyak sawit kini mendekati titik terendah dan akan naik pada 2024 dan 2025 karena kurangnya pasokan dan rendahnya pertumbuhan minyak nabati lainnya.

"Harga sawit mungkin naik US$100-US$150 dalam empat hingga enam bulan ke depan," katanya.

Mielke juga bilang, volatilitas harga meningkat dan ada kekhawatiran akan tetap tinggi. Berbicara pada Konferensi Ekonomi dan Pemasaran Global Kongres dan Pameran Minyak Sawit Internasional (PIPOC) 2023 pada 9 November lalu, Mielke memperkirakan produksi minyak sawit Indonesia akan stagnan pada 2024, dan produksi Malaysia mendekati 18,4 juta ton.

Pada 2023, Indonesia dan Malaysia kemungkinan akan mengekspor masing-masing 31 juta ton dan 17 juta ton minyak dan lemak, sehingga menyumbang 33 persen dan 18 persen ekspor dunia, terutama minyak sawit.

Kepala Riset CIMB Ivy Ng Lee mengatakan Malaysia diharapkan menyumbang 18,2 juta ton dari pasokan global, dan Indonesia memimpin dengan 48 juta ton.

Lee mengatakan hasil panen yang lebih rendah dari perkebunan kelapa sawit yang menua, dampak El-Nino, berkurangnya penggunaan pupuk pada tahun-tahun sebelumnya, dan rendahnya produktivitas dari pekerja baru akan mempengaruhi pasokan minyak sawit pada 2024.

"Kami mengantisipasi bahwa berita El-Nino saat ini akan berdampak lebih besar terhadap harga CPO pada paruh kedua 2024 ketika stok tertinggi saat ini telah berkurang, dan penerapan biodiesel di Indonesia (B35) semakin menarik

"Penerapan B35 di Indonesia dan tingginya harga minyak mentah (karena risiko geopolitik) diperkirakan akan mendukung permintaan biodiesel," beber Lee.

Di sisi lain, Fastmarket Palm Oil Analytics Singapura Dr Sathia Varqa mengatakan risiko pasokan akibat cuaca, harga minyak bunga matahari, dan ketegangan geopolitik yang sedang berlangsung menjadi tiga faktor utama dalam harga CPO pada November-Desember 2023 dan 2024.

"Fase produksi tinggi yang sedang berlangsung di Malaysia dan tingginya stok di Tiongkok dan India memberikan dampak bearish terhadap harga CPO dalam jangka pendek," ujarnya.

Jika terjadi El-Nino yang kuat, produksi akan sangat terkena dampaknya pada 2024 dengan perkiraan penurunan sekitar satu juta ton.

"Harga kelapa sawit menghadapi tekanan penurunan saat ini namun diperkirakan akan mengalami pemulihan pada perdagangan RM3.700-RM3.900 per ton pada bulan aktif.

Sathia memperkirakan, harga CPO berjangka diperkirakan akan melanjutkan pemulihan pada kuartal pertama 2024. "Terlihat diperdagangkan pada level tertinggi RM4.000-RM4.200 per ton," pungkasnya.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

(trp/trp)
Tags

Related Articles

Most Popular
Recommendation