
Saham Raksasa RI ini Sudah Murah Banget, Saatnya Serok?

Jakarta, CNBC Indonesia - Emiten bank BUMN PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI) dan PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI) menjadi dua di antara saham LQ45 yang sudah murah alias undervalued seiring koreksi harga akhir-akhir ini.
Menurut data Bursa Efek Indonesia (BEI), saham BBRI turun hingga 8,00% dalam sebulan terakhir ke posisi Rp4.830/saham. Sementara, saham BMRI ambles 7,76% dalam periode yang sama ke level Rp5.650/saham.
Aksi jual oleh investor asing belakangan ini, di tengah kekhawatiran era suku bunga tinggi bank sentral global yang memicu ketidakpastian global, membuat harga kedua saham tersebut merosot.
Asing melakukan jual bersih (net sell) di BBRI mencapai Rp2,5 triliun dalam sebulan di pasar reguler, terbesar di bursa. Sedangkan, asing juga membukukan net sell di BMRI hingga Rp1,5 triliun di periode yang sama, terbesar ketiga. Kendati asing beramai-ramai keluar dari saham tersebut, kinerja fundamental keduanya terbilang tetap solid.
Baik BBRI dan BMRI menjadi bank dengan laba terbesar tertinggi pertama dan kedua di RI per kuartal III-2023. Demikian pula, keduanya juga menjadi emiten dengan laba terjumbo nomor wahid dan kedua di periode 9 bulan di tahun ini.
BBRI meraih pendapatan bunga (dan syariah) bersih dan laba bersih terbesar di antara 'the big four' (yang di dalamnya termasuk BBCA dan BBNI) per akhir September 2023.
Sedangkan, BMRI mencatatkan pertumbuhan laba bersih tertinggi di antara empat bank besar lainnya.
BRI mencatatkan kinerja yang positif pada kuartal III-2023. Mengutip publikasi laporan keuangan di media massa, BRI membukukan laba bersih yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk sebesar Rp43,99 triliun, naik 12,35% secara tahunan (yoy).
Perolehan laba tersebut tidak terlepas dari pendapatan bunga (dan syariah) bersih yang tumbuh 4,86% menjadi Rp101,20 triliun pada kuartal III-2023. Seiring dengan peningkatan tersebut, beban bunga BRI juga membengkak menjadi Rp30,69 triliun dari yang setahun sebelumnya Rp18,74 triliun.
Direktur Utama BRI Sunarso mengatakan pertumbuhan laba tersebut tidak terlepas dari optimalnya fungsi intermediasi perusahaan dan juga kemampuan perusahaan mengalang dana murah (current account savings account/CASA).
Menurutnya, kontributor utama BRI Grup di antaranya adalah kemampuan BRI salurkan kredit double digit dan penghimpunan DPK dan CASA double digit. Selain itu, pertumbuhan laba BRI juga disokong oleh kualitas kredit yang terjaga serta pendapatan non-bunga yang terus meningkat. Sunarso mengatakan sumbangsih fee based income(FBI) terhadap laba perusahaan secara konsisten meningkat.
Adapun dari sisi fungsi intermediasi, BRI menyalurkan kredit Rp 1.250,72 triliun, naik 12,53% yoy. Capaian ini selaras dengan target BRI untuk menutup 2023 dengan pertumbuhan kredit 10%-12% secara tahunan.
Derasnya penyaluran kredit BRI juga diikuti dengan terjaganya kualitas aset. Rasio kredit bermasalah (nonperforming loan/NPL) grossbank per September 2023 turun 2 basis poin (bps) dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu, yakni menjadi 3,07%.
Menurut Sunarso, sebagai bank yang fokus pada segmen UMKM, posisi NPL sekitar 3% terbilang sangat baik. Hal ini membuktikan bank memiliki kemampuan mengelola risiko portofolio kredit dengan karakter plafon kecil dan jumlah debitur banyak.
Selain itu, laba BRI juga disokong oleh kemampuan bank meningkatkan porsi dana murah. BRI menggalang dana pihak ketiga (DPK) sebesar Rp 1.290,29 triliun per September 2023, tumbuh 13,21% yoy.Giro menjadi satu penopang utama dengan kenaikan 28,14% yoy, sehingga membuat rasio CASA perusahaan mencapai 63,64%.
Kemudian, BMRI menorehkan laba bersih secara konsolidasian sebesar Rp 39,06 triliun menjadi 27,44% yoy hingga September 2023. Hal ini didorong oleh laju pertumbuhan aset seiring dengan kenaikan portofolio kredit.
Pendapatan bunga dan syariah bersih BMRI mencapai Rp71,86 triliun atau meningkat 12,31% secara tahunan per kuartal III tahun ini. Bank Mandiri tercatat membukukan rekor sebagai bank pertama di Indonesia yang mencapai aset sebesar Rp 2.000 triliun. Per September 2023, bank menorehkan aset senilai Rp 2.007 triliun, naik 9,11% yoy.
Direktur Utama Bank Mandiri Darmawan Junaidi mengatakan kenaikan total aset tersebut ikut didorong oleh laju pertumbuhan kredit dan dana pihak ketiga (DPK) yang mampu tumbuh positif. Tercatat, Bank Mandiri berhasil menyalurkan kredit secara konsolidasi sebesar Rp 1.315,92 triliun pada September 2023, tumbuh 12,71% yoy.
Seluruh segmen kredit BMRI menorehkan kinerja positif sepanjang sembilan bulan pertama tahun ini.Penopang pertumbuhan utamanya dari penyaluran kredit di segmen komersial yang naik signifikan sebesar 18,55% yoy menjadi Rp 222,3 triliun dan kredit small medium enterprise (SME) yang mencapai Rp 74,16 triliun atau naik 11,73% yoy.
Selaras dengan pertumbuhan kedua segmen tersebut, kredit Bank Mandiri di segmen mikro tumbuh10,09% yoy, menjadi Rp 161,4 triliun pada akhir September 2023. Di samping itu, daya beli masyarakat yang masih solid turut mendukung pertumbuhan dari sisi kredit konsumer Bank Mandiri yang mencapai 12,04% yoy menjadi Rp 109,3 triliun.
Sementara itu, kredit korporasi Bank Mandiri tetap menjadi penyumbang portofolio kredit terbesar perseroan, dengan realisasi mencapai Rp 449 triliun dan tumbuh 9,55% yoy.
Soal Valuasi
Koreksi harga saham BBRI dan BMRI, yang tidak disertai penurunan kinerja keuangan, memberikan peluang bagi para investor. Ini bisa dilihat menggunakan metrik sederhana berupa price-to earnings ratio (PER) dan price-to book value (PBV).
Rasio PER membandingkan harga saham dengan laba perusahaan, sedangkan PBV membandingkan harga saham dengan nilai buku perusahaan. Angka PER di bawah 10-15 kali atau di bawah industri & peers dianggap murah. Angka PBV suatu emiten di bawah 1 kali atau di bawah rerata industri biasanya dianggap undervalued.
Nah, rasio PER BBRI saat ini berada di 12,48 kali. Ini di bawah rerata historis 5 tahun yang mencapai 18,04 kali. Untuk BMRI, PER saat ini mencapai 10,12 kali, juga lebih rendah ketimbang rata-rata historis 5 tahun (12,96 kali).
Rasio PBV BBRI, yang mencapai 2,39 kali, juga di bawah rerata 5 tahun (2,54 kali). Sementara, rasio PBV BMRI yang mencapai 2,17 kali, berada di atas rerata 5 tahun (1,8 kali).
Selain secara valuasi terbilang menarik, imbal hasil dividen alias dividend yield BBRI dan BMRI juga tak kalah atraktif, masing-masing sekitar 5,97% dan 4,68%, di atas deposito bank besar yang hanya di kisaran 2-3%.
Dalam kondisi saham BBRI dan BMRI yang saat ini tergolong undervalued dengan kinerja fundamental yang tetap solid, serta imbal hasil dividen yang atraktif, para investor memiliki peluang emas untuk mempertimbangkan investasi yang potensial dalam kedua bank BUMN ini.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(mae)