Sri Mulyani Benar, 4 Kekhawatiran Ini Sudah Terjadi

CNBC Indonesia Research, CNBC Indonesia
29 October 2023 18:15
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dan Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo saat mengadakan pertemuan untuk membahas perbankan mengenai tantangan dan lingkungan perekonomian terkini. (Instagram @smindrawati)
Foto: Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dan Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo saat mengadakan pertemuan untuk membahas perbankan mengenai tantangan dan lingkungan perekonomian terkini. (Instagram @smindrawati)

Jakarta, CNBC Indonesia - Investor mulai mengalihkan pandangan dari Indonesia dan negara emerging market ke Amerika Serikat (AS). Alasannya, US Treasury tenor 10 tahun AS mencapai titik tertinggi sejak krisis 2008, yakni 5%.

Dilansir dari Refinitiv, imbal hasil US Treasury tenor 10 tahun sebesar 4,85% pada Jumat (27/10/2023) sementara rating surat utang AS menurut Fitch Ratings dan S&P yakni AA+.

Lonjakan imbal hasil US Treasury berimbas pada imbal hasil Surat Berharga Negara (SBN). Imbal hasil melonjak ke 7,26% pada hari ini. Imbal hasil empat melonjak ke 7,3% pada 23 Oktober lalu yang menjadi rekor tertinggi sejak setahun terakhir.

Jika dikalkulasikan, selisihnya yakni 229 basis poin (bps) yang mana angka ini cukup sempit dan membuat investor berbondong-bondong keluar dari pasar domestik. Terlebih, rating SBN tenor 10 tahun hanya BBB sehingga kalah jauh dari AS sehingga menjadi kurang menarik.

Selain itu, rupiah terus dekat dengan level Rp16.000 per dolar AS. Pada perdagangan Jumat (27/10/2023) berada di Rp15.953 per dolar. Angka ini jauh dari posisi terkuat rupiah yakni di Rp14.560 per dolar AS.

Kondisi tersebut sudah membuat Menteri Keuangan Sri Mulyani dan pemerintah gusar. Sri Mulyani mengatakan kenaikan yield atau imbal hasil US Treasury menjadi salah satu ambruknya rupiah. 

Kebijakan pemerintah AS yang menerbitkan utang baru di tengah imbal hasil yang tinggi juga ikut membuat investor beralih ke AS. Sebagai dampaknya, tidak hanay rupiah yang jeblok tapi imbal hasil SBN juga melonjak.

Tingginya imbal hasil yang ditawarkan membuat investor berbondong-bondong membeli obligasi pemerintah AS. Begitu juga investor yang sudah menempatkan modalnya di negara berkembang.

"Ini menjadi sangat tidak predictable sangat volatile dan ini menyebabkan gejolak tidak hanya AS tapi seluruh dunia karena banyak negara investor beli surat berharga AS," terang Sri Mulyani.

Ada empat kekhawatiran yang saat ini sudah menjadi kenyataan.

1. Imbal Hasil AS Naik, Outflow Makin Deras
Data transaksi 16 - 19 Oktober 2023 yang dirilis oleh Bank Indonesia (BI), investor asing di pasar keuangan domestik tercatat jual neto Rp5,36 triliun terdiri dari jual neto Rp3,45 triliun di pasar SBN, jual neto Rp3,01 triliun di pasar saham, dan beli neto Rp1,10 triliun di Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI).

Lebih lanjut, capital outflow ini tidak hanya terjadi pada pekan lalu melainkan sudah terjadi bahkan dalam empat minggu beruntun. Derasnya capital outflow ini terjadi secara beruntun sejak minggu ke-4 September khususnya dalam data transaksi 25-27 September 2023 yang tercatat investor asing di pasar keuangan domestik jual neto Rp7,77 triliun terdiri dari jual neto Rp7,86 triliun di pasar SBN, jual neto Rp2,07 triliun di pasar saham, dan beli neto Rp2,16 triliun di SRBI.

Dalam empat minggu terakhir, dana asing telah keluar dari Indonesia dengan total hampir Rp20 triliun dengan dominasi capital outflow dari SBN hampir Rp19 triliun.

Dana arus asing yang terus keluar dari Indonesia pun tercermin dari kepemilikan asing terhadap SBN Indonesia.
Kepemilikan investor asing terhadap SBN Indonesia pada Januari 2023 tercatat sebesar 15,10% dan mengalami peningkatan menjadi 15,51% pada Juni 2023. Namun sikap bank sentral AS The Federal Reserve (The Fed) yang masih membuka kesempatan menaikkan suku bunganya membuat pasar bergejolak dan akhirnya kepemilikan asing terus mengalami penurunan.

Investor asing pada 23 Oktober 2023 tercatat menurun 0,83 percentage point menjadi 14,68% dengan dominasi 17,66% di Surat Utang Negara (SUN) dan hanya 1,62% di Surat Berharga Syariah Negara (SBSN).

2. Imbal Hasil Surat Utang AS Naik, Surat Utang RI Tak Laku
Lonjakan imbal hasil surat utang AS juga membuat obligasi pemerintah RI kurang laku. Melansir data Direktorat Jenderal Pengelolaan dan Pembiayaan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan, pada Selasa (17/10/2023), pemerintah melalui sistem Bank Indonesia (BI) melakukan lelang terhadap tujuh seri Surat Utang Negara (SUN), diantaranya seri SPN03240117 (new issuance), SPN12241017 (new issuance), FR0095 (reopening), FR0100 (reopening), FR0098 (reopening), FR0097 (reopening) dan FR0089 (reopening).

Hasil penawaran yang masuk, baik dari investor lokal dan asing pada lelang kali ini sebesar Rp16,98 triliun terbilang jadi paling rendah sejak awal tahun bahkan sejak 11 Oktober 2022 dan nilai tersebut bahkan jauh lebih rendah dari target indikatif yang direncanakan sebesar Rp19 triliun.

Jumlah penawaran yang masuk sekitar Rp2,58 triliun dari asing juga jauh lebih baik bila dibandingkan pada empat lelang terakhir. Pasalnya, lelang pada 19 September 2023 hanya mendatangkan minat asing sebesar Rp1,69 triliun atau 8,43% dari total yang masuk.

Artinya, ada perbaikan dari minat investor asing pada lelang SUN kemarin dibandingkan pada lelang-lelang sebelumnya. Sebaliknya, minat investor lokal justru jeblok pada lelang kemarin. Penawaran investor lokal pada lelang Selasa kemarin hanya sekitar Rp14,41 triliun. Jumlah tersebut menjadi yang terendah sejak 11 Oktober 2022 atau setahun lebih.

Secara keseluruhan, memang pemerintah sudah mulai percaya diri menyerap hasil lelang SUN lebih banyak dibandingkan lelang sebelumnya, akan tetapi minat investor yang kecil menunjukkan pelaku pasar yang masih cenderung wait and see akibat ketidakpastian eksternal yang tinggi.

Minat investor asing juga jeblok pada lelang Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) atau sukuk. Lelang SBSN pada Selasa (24/10/2023) hanya mampu mendatangkan penawaran senilai Rp 8,25 triliun, lebih rendah dibandingkan lelang sebelumnya yang tercatat Rp 10,75 triliun.

Lelang SBSN pada Selasa (24/10/2023) hanya mampu mendatangkan penawaran senilai Rp 8,25 triliun, lebih rendah dibandingkan lelang sebelumnya yang tercatat Rp 10,75 triliun.

3. Imbal Hasil SBN Naik, Pemerintah Makin Boncos
Dengan imbal hasil SBN yang naik maka pemerintah harus membayar bunga utang yang lebih mahal. Data Kementerian keuangan menunjukan rata-rata imbal hasil SBN tenor 10 tahun sepanjang tahun ini sebesar 6,59% tetapi per 24 Oktober sudah menembus 7,1%.

Rata-rata SBN ini memang masih lebih rendah dibandingkan yang ditetapkan dalam APBN 2023 yakni 7,9%. Namun, ancaman pembengkakan masih bisa terjadi yang berimbas pada meningkatnya pembayaran bunga utang. Pembayaran bunga utang per Januari- Agustus saja sudah menembus Rp 274,9 triliun atau 62,3% dari pagu.

4. Imbal Hasil SBN Naik, Rebutan Pendanaan Bisa Semakin Ketat
Kenaikan imbal hasil SBN dikhawatirkan bisa memicu crowding out atau rebutan pendanaan di pasar internasional. Pemerintah dan swasta bisa head to head memperebutkan dana di masyarakat. Imbal hasil SBN yang tinggi juga akan menjalar kepada SBN ritel yang diterbitkan. Bila pemerintah menawarkan kupon yang tinggi maka akibatnya swasta terutama perbankan bisa kekurangan dana yang beredar di masyarakat karena masyarakat lebih memilih membeli SBN ritel dibandingkan deposito. Akibatnya, bank harus menawarkan bunga deposito yang menarik untuk menarik dana dari masyarakat. Kondisi tersebut bisa membuat bunga simpanan naik dan pada akhirnya membuat bunga pinjaman ikut merangkak naik.

Sebagai catatan, pemerintah tengah menawarkan Obligasi Negara Ritel (ORI) seri ORI024 dengan kupon 6,1% untuk ORI024 tenor 3 tahun atau ORI024T3 dan kupon 6,35% untuk ORI024 tenor 6 tahun atau ORI023T6.

Besaran imbalan ORI024 merupakan yang tertinggi dalam penerbitan ORI sejak 2020 atau dalam tujuh penerbitan terakhir. Sebagai perbandingan bunga deposito di Bank Rakyat Indonesia tenor 12 bulan sebesar 3%, Bank Mandiri sebesar 2,5%, sementara Bank Central Asia sebesar 2%.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

(ras/ras)
Tags

Related Articles

Most Popular
Recommendation