
Terima Kasih Pak Jokowi! 7 Saham Properti Ini Ketiban Berkah

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah kembali melakukan stimulus untuk mendorong sektor perumahan dan konstruksi. Insentif tersebut diharapkan bisa mengerek sektor properti sekaligus mendongkrak penjualan pengembang di Indonesia.
Pertumbuhan sektor real estate hanya mencapai 0,37% (year on year/yoy) pada kuartal I-2023 dan 0,95% (yoy) pada kuartal II-2023. Padahal, multiplier effect dari sektor tersebut ke perekonomian diperkirakan mencapai 14-16%.
Dimana sektor perumahan PDB nya cukup rendah dan turun 0,67%, begitu juga dengan konstruksi 2,7%. Angka tersebut jauh lebih kecil dibandingkan pada periode sebelum pandemi yakni di kisaran 5%. Melemahnya pertumbuhan real estate menjadi kabar buruk mengingat kontribusi keduanya masing-masing sebesar 14%-16%.
Untuk mendongkrak sektor properti, pemerintah sudah berkali-kali memberikan insentif dalam bentuk Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN DTP) untuk sektor properti sebesar 100% bagi hunian dengan nilai jual sampai dengan Rp2 miliar dan PPN DTP sebesar 50% diberikan pada hunian dengan nilai jual Rp2-5 miliar.
Insentif tersebut diberikan beberapa periode seperti Maret 2021-September 2022. PPN DTP untuk rumah di bawah Rp2 miliar akan diberlakukan hingga tahun depan.
Dalam upaya mendongkrak penggunaan energi hijau, pemerintah juga sudah memberikan beragam insentif seperti pembebasan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) kendaraan berbasis listrik dan baterai.
Insentif serupa kembali diberikan pada tahun depan. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyatakan Presiden Joko Widodo (Jokowi) menetapkan kebijakan insentif untuk pembelian properti. Insentif itu berupa Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang ditanggung pemerintah 100% untuk pembelian rumah di bawah Rp 2 miliar.
PPN rumah baru di bawah Rp2 miliar ditanggung pemerintah 100% hingga Juni 2024. Setelahnya, pemerintah hanya menanggung PPN sebesar 50% saja.
Tidak hanya bantuan PPN, masyarakat berpenghasilan rendah alias MBR, pemerintah memberikan insentif untuk pengurusan administrasi rumah baru mulai dari BPHTB dan lain-lain senilai Rp 4 juta. Ini berlaku hingga tahun 2024.
Pemberian insentif ini bisa mengurangi masalah kekurangan atau backlog rumah yang mencapai 12,1 juta. Tentunya kebijakan ini akan memberikan angin segar bagi sektor properti yang menawarkan rumah di bawah Rp2 miliar.
Meskipun pekan kemarin, sektor properti mendapat sentimen negatif dari kenaikan suku bunga Bank Indonesia menjadi 6%, namun kebijakan barupemerintah tersebut dapat meringankan calon pembeli rumah baru dan berpotensi menarik minat para investor properti dan masyarakat yang ingin membeli rumah.
Dari tujuh emiten yang menawarkan hunian di bawah Rp2 miliar, terdapat tiga emiten properti yang mencatatkan penurunan kinerja sepanjang semester I 2023. Dengan adanya kebijakan insentif properti tersebut, diharapkan dapat berdampak baik pada kinerja sektor properti yang akan tercatat pada tahun 2024.
Diketahui pergerakan indeks properti Indonesia belum menunjukkan kenaikan disepanjang tahun 2023. Saham properti sendiri bergerak beragam. Sepanjang tahun ini, saham PT Summarecon Agung (SMRA) jeblok 15% meskipun penjualan mereka di semester I-2023 naik 8,6%.
Saham PT Pakuwon Jati (PWON) ambles 9,7% sepanjang 2023 kendati penjualan mereka juga naik 5,3%. Sebaliknya, saham Ciputra Development (CTRA) menguat 9,8% kendati penjualan mereka terkoreksi 4,2%. Saham PT Alam Sutera Realty menguat 1,9% padahal penjualan terkoreksi 18%.
Insentif diharapkan Bisa Tekan Backlog
Jokoberharap insentif mampu menekan kesenjangan kepemilikan rumah atau backlog rumah yang diperkirakan mencapai 12,7 juta unit. Industri properti memiliki multiplier effect ekonomi ke 185 subsektor sehingga insentif akan menjadi suntikan ke ekonomi. Dia mencontohkan jika satu perusahaan saja investasi Rp10 miliar, bisa diperkirakan efek ekonomi yang digerakkan oleh Rp64 triliun tersebut," katanya.
Untuk subsidi administrasi pembelian rumah MBR, Joko memprediksi, kebijakan itu akan bisa menumbuhkan minimal 300 ribu unit rumah MBR maupun skema Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP).
Sektor properti memang tengah berusaha pulih usai tertekan pandemi Covid selama 2020.Angka prapenjualan (marketing sales)pengembang properti terbilang kuat di kuartal II-2023 didukung ole hlanded property, khususnya properti komersial dan bidang tanah.Namun, risiko yang membayangi sektor properti, di antaranya berupa marketing sales yang lebih rendah selama kampanye pemilu dan dampak lanjutan dari kenaikan suku bunga acuan BI menjadi 6% pada pekan lalu.
Lambatnya pembangunan properti di Indonesia menjadi salah satu penyebab tingginya backlog di Indonesia.
Backlog kepemilikan rumah di Indonesia masih mencapai 12,7 juta. Backlog sulit turun karena terus meningkat nya kebutuhan, terbatasnya sumber pembiayaan, serta minimnya akses ke perbankan.Backlog kepemilikan rumah menunjukkan kesenjangan atau selisih antara jumlah rumah yang terbangun dengan jumlah rumah yang dibutuhkan.
Data Kementerian Pekerjaan Umum dan Rumah dan Perumahan Rakyat (KemenPUPR) memperkirakan backlog perumahan saat ini mencapai 12,7 juta.Backlog kepemilikan rumah di perkotaan mencapai 10 juta sementara di pedesaan sebesar 2,7 juta.
Angka backlog hanya turun tipis dibandingkan pada 2010 yang tercatat 13,5 juta unit.Pemerintah sendiri menargetkan backlog kepemilikan rumah mengecil menjadi 8 juta pada 2045.
Pemerintah memperkirakan kebutuhan penyediaan rumah bagi masyarakat berkisar antara 820.000 hingga 1 juta rumah per tahunnya.Namun, pengembang hanya mampu membangun 400.000 unit per tahun.
Dengan selisih yang sangat lebar antarademanddansupplytersebut maka tidak heran jika kemudian harga properti merangkak dengan cepat.Data Bank Indonesia (BI) menunjukkan indeks harga properti residensial menanjak sangat signifikan dalam empat tahun tahun terakhir. Kenaikan terbesar terjadi pada kelas properti tipe kelas menengah.
CNBC Indonesia Research