
CPO dan Minyak Dunia Kompak Ambrol Pekan Ini! Simak Pemicunya

- Harga komoditas minyak kelapa sawit (Crude Palm Oil/CPO) di Bursa Malaysia Exchange dan harga minyak dunia pekan ini kompak mengalami kejatuhan.
- Dalam sepekan, harga CPO ambrol 4,43% ke posisi MYR 3.600
- Sementara minyak jenis WTI ambrol 8,81%, dan jenis Brent jatuh hingga 11,26%
Jakarta, CNBC Indonesia - Harga komoditas minyak kelapa sawit (Crude Palm Oil/CPO) di Bursa Malaysia Exchange dan harga minyak dunia pekan ini kompak mengalami kejatuhan. CPO ditutup ambrol 4,43% pekan ini.
Sementara harga minyak dunia jenis WTI ambrol 8,81% ke posisi US$ 82,79 per barel, dan jenis Brent jatuh hingga 11,26% ke posisi US$ 84,58 per barel. Kini keduanya sudah ada di level US$ 80-an setelah melonjak ke level US$ 90 per barel.
Dari sisi CPO, belakangan harganya memang tampak lesu. Kenaikan harga tak sebanding dengan penurunannya sehingga menyeret harganya kini ada di level MYR 3.600 setelah sempat melonjak ke level MYR 4.000 bulan lalu.
Sementara dari sisi harga minyak dunia pekan ini memang terpantau lesu setelah sempat mengalami lonjakan signifikan ulah Rusia dan Arab Saudi. Dalam sepekan jenis WTI dan Brent kompak hanya dua kali menguat sisanya mengalami koreksi.
Pemicu Ambrolnya Harga CPO
Pada perdagangan Jumat (6/10/2023) harga CPO ditutup ambrol 0,19% ke posisi MYR 3.600 melanjutkan koreksi tajamnya sejak perdagangan sebelumnya.
Amblesnya harga CPO dipicu karena penurunan permintaan minyak tropis luar negeri dari pembeli utama seperti India dan China.
Impor minyak nabati oleh India, pembeli minyak goreng terbesar di dunia, turun 19% pada bulan September dibandingkan bulan Agustus karena perusahaan penyulingan membatasi pembelian sebesar 26% setelah persediaan melonjak ke rekor tertinggi.
"Kami melihat permintaan yang buruk dari Tiongkok dan India, dan itulah alasan mengapa harga turun," kata seorang pedagang yang berbasis di New Delhi yang dikutip dari Reuters.
Sementara, dari sisi minyak saingannya bursa Komoditas Dalian tutup mulai 29 September hingga 6 Oktober untuk Festival Pertengahan Musim Gugur dan Hari Nasional. Harga minyak kedelai di Chicago Board of Trade BOc2 turun 1,3%.
Minyak kelapa sawit dipengaruhi oleh pergerakan harga minyak terkait saat mereka bersaing untuk mendapatkan bagian di pasar minyak nabati global.
Dari Indonesia, Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia memperkirakan adanya peningkatan produksi komoditas tersebut sebesar 5% pada tahun ini dan stoknya diperkirakan mencapai 3,2 juta metrik ton pada akhir tahun.
Indonesia menaikkan harga referensi minyak sawit mentah menjadi US$ 827,37 per ton untuk periode 1-15 Oktober, namun tetap mempertahankan pajak ekspor dan retribusi minyak sawit mentah pada masing-masing US$ 33 dan US$ 85 per ton.
Dari Malaysia, ekspor produk minyak sawit Malaysia untuk bulan September diperkirakan meningkat antara 5,4% dan 8,1%, berdasarkan data dari perusahaan inspeksi independen AmSpec Agri Malaysia dan surveyor kargo Intertek Testing Services.
Minyak sawit Malaysia diperkirakan diperdagangkan antara 3.700 dan 4.500 ringgit per metrik ton mulai sekarang hingga pertengahan tahun 2024, karena pola cuaca El Niño mengancam pasokan di tengah meningkatnya permintaan, kata para analis.
Harga CPO mungkin menembus support di MYR 3,686 per metrik ton dan jatuh ke level terendah pada 21 September di MYR 3,637, karena konsolidasinya di atas support MYR 3,686 r akan berakhir.
Di sisi lain, pelaku pasar juga masih mencermati pergerakan harga minyak saingannya dari sisi minyak dunia. Harga minyak turun lebih dari US$ 1 pada perdagangan Kamis (5/10/2023), memperpanjang penurunan tajam pada sesi sebelumnya karena prospek permintaan yang tidak menentu menutupi dorongan dari panel OPEC+ yang mempertahankan penurunan produksi minyak untuk menjaga pasokan tetap ketat.
Pemicu Lesunya Harga Minyak Dunia
Harga minyak pekan ini sempat turun sekitar 2% pada perdagangan Kamis, memperpanjang penurunan sesi sebelumnya sebesar hampir 6%, karena kekhawatiran terhadap permintaan bahan bakar melebihi keputusan OPEC+ untuk mempertahankan pengurangan produksi minyak, menjaga pasokan tetap terbatas.
Patokan global minyak mentah berjangka Brent dan minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS telah turun sekitar US$ 10 per barel dalam waktu kurang dari 10 hari setelah mendekati US$ 100 pada akhir September.
Penurunan persentase gabungan selama dua hari terakhir adalah yang paling tajam sejak bulan Mei untuk kedua acuan minyak mentah tersebut.
Investor khawatir puncak permintaan konsumsi bahan bakar sudah berlalu, ucap Dennis Kissler, wakil presiden senior perdagangan di BOK Financial.
Harga minyak turun lebih dari US$5 pada hari Rabu, penurunan harian terbesar dalam lebih dari setahun, bahkan setelah pertemuan panel tingkat menteri OPEC+, Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak dan sekutu yang dipimpin oleh Rusia.
Mereka tidak melakukan perubahan terhadap kebijakan produksi minyak kelompok tersebut, dan Arab Saudi mengatakan akan mempertahankan pengurangan sukarela sebesar 1 juta barel per hari (bpd) hingga akhir tahun 2023, sementara Rusia akan mempertahankan pembatasan ekspor sukarela sebesar 300.000 barel per hari hingga akhir tahun 2023.
Data pemerintah pada Rabu (4/10/2023) juga menunjukkan penurunan tajam permintaan bensin di AS. Pasokan bensin yang mewakili permintaan, turun pekan lalu ke level terendah sejak awal tahun 2023.
Sementara itu, Minyak pemanas berjangka AS turun lebih dari 5% di tengah ekspektasi bahwa larangan ekspor bahan bakar Rusia yang diberlakukan bulan lalu akan segera dicabut dan gangguan pasokan tidak akan separah yang diperkirakan pasar.
Data pada hari Rabu juga menunjukkan sektor jasa AS melambat sementara ekonomi zona euro mungkin menyusut pada kuartal terakhir, menurut sebuah survei.
Dolar AS melemah, namun terus berada di dekat level tertinggi dalam 11 bulan, membuat minyak mentah lebih mahal bagi pembeli asing.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(aum/aum)