CNBC Indonesia Research

Anomali! IHSG Justru Lari Kencang Bulan Ini, Kutukan Hilang?

TP, CNBC Indonesia
19 September 2023 08:45
Bursa
Foto: Pexels/Kampus Production

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sanggup tumbuh positif hingga tengah September 2023. Padahal, bulan ini kerap menjadi momok bagi IHSG atau dikenal dengan September Effect atau slump.

IHSG memang dalam tren naik sejak awal Juli lalu dan masih berusaha membalik arah (trend reversal) ke utara lagi. Namun, IHSG masih terhalang level psikologis 7.000 lantaran minim katalis positif.

Bisa dibilang, kenaikan September pun kurang begitu solid, hanya 0,10% per 18 September 2023. Asal tahu saja, secara historis, kinerja IHSG memang tidak baik selama September. Ini mirip dengan September Effect di bursa saham Amerika Serikat (AS).

September Effect merupakan anomali pasar dimana imbal hasil pasar saham relatif lemah selama September.

Beberapa pihak menganggap pelemahan yang diamati pada bulan September disebabkan oleh bias perilaku musiman karena investor melakukan perubahan portofolio untuk mendapatkan cash pada akhir musim panas.

Selama 2013 hingga tengah September 2023, IHSG 6 kali memerah selama bulan tersebut dengan reratan performa minus 1,19.

Investor asing juga masih rajin melego saham-saham big cap RI. Dalam sebulan, nilai jual bersih (net sell) asing mencapai Rp5,01 triliun di pasar reguler.

Dua emiten dengan kapitalisasi pasar (market cap) terbesar di bursa, PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) dan PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) menjadi sasaran utama net sell asing.

Asing melepas saham BBCA dengan net sell Rp2,6 triliun dan BBRI Rp1,1 triliun di pasar reguler dalam sebulan terakhir. Kinerja saham BBCA minus 1,63% dan BBRI turun 3,64%.

PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk (TLKM) yang juga menduduki papan atas market cap juga mengalami net sell Rp389,2 miliar dan harga sahamnya minus 1,07% pada periode yang sama.

Apabila tiga nama di atas menjadi pemberat IHSG saat ini, dua bank besar dan satu pendatang baru IHSG tampaknya menjadi pendorong (movers) untuk indeks selama September.

Dua bank yang dimaksud adalah PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BBNI) dan PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI) yang masing-masing membukukan beli bersih (net buy) asing Rp473,3 miliar dan Rp456,5 miliar selama sebulan.

Dalam periode itu, saham BBNI dan BMRI secara berurutan naik 3,01% dan 3,96%.

Nah, untuk pendatang baru, nama yang dimaksud adalah emiten tambang emas dan tembaga yang terafiliasi dengan Grup Salim dan Keluarga Panigoro PT Amman Mineral Internasional Tbk (AMMN).

Sejak melantai pada 7 Juli 2023 dengan harga penawaran saham perdana (initial public offering/IPO) Rp1.695 per saham, harga saham AMMN meroket 214% ke Rp5.325 per saham. Dalam sebulan terakhir, saham AMMN melejit 54,8%.

Dana asing sendiri masuk Rp251,94 miliar di pasar reguler dalam sebulan ke saham AMMN.

Singkatnya, September Effect sejatinya masih terasa, terutama apabila melihat saham big cap seperti BBRI dan BBCA, yang merupakan penguasa IHSG, yang dilego asing. Namun, BBNI, BMRI, hingga AMMN bisa disebut tiga di antara pereda efek tersebut.

Yang jelas, investor tetap perlu menunggu hingga akhir bulan ini untuk melihat apakah September Effect benar-benar terasa atau tidak separah sebelumnya.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

(trp/trp)
Tags

Related Articles

Most Popular
Recommendation