CNBC Indonesia Research

'Bom Waktu' Buat RI, Produksi Sawit Terancam!

Aulia Mutiara Hatia Putri, CNBC Indonesia
14 June 2023 10:55
Panen tandan buah segar kelapa sawit di kebun Cimulang, Candali, Bogor, Jawa Barat. Kamis (13/9). Kebun Kelapa Sawit di Kawasan ini memiliki luas 1013 hektare dari Puluhan Blok perkebunan. Setiap harinya dari pagi hingga siang para pekerja panen tandan dari satu blok perkebunan. Siang hari Puluhan ton kelapa sawit ini diangkut dipabrik dikawasan Cimulang. Menurut data Kementeria Pertanian, secara nasional terdapat 14,03 juta hektare lahan sawit di Indonesia, dengan luasan sawit rakyat 5,61 juta hektare. Minyak kelapa sawit (CPO) masih menjadi komoditas ekspor terbesar Indonesia dengan volume ekspor 2017 sebesar 33,52 juta ton. (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Foto: Panen tandan buah segar kelapa sawit di kebun Cimulang, Candali, Bogor, Jawa Barat (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
  • Indonesia sebagai salah satu produsen CPO terbesar di dunia. Dengan potensinya tentu saja terus menggenjot produksi untuk kebutuhan dalam ekspor maupun dalam negeri.
  • Namun muncul isu bahwa pohon sawit di Indonesia ini banyak yang sudah tua nyaris 25 tahun atau di atasnya sehingga produksi ikut terpangkas akibat hal ini.
  • Peremajaan sawit menjadi hal yang penting untuk mendukung sawit yang berkelanjutan. Tapi ada sederet masalah yang dihadapi. Apa itu?

Jakarta, CNBC Indonesia - Sebagaimana diketahui bahwa Indonesia dianugerahi kekayaan alam, selain hasil tambang Indonesia juga merupakan negara penghasil sawit terbesar di dunia. Ini didukung dengan kondisi beberapa wilayah di Tanah Air yang begitu subur untuk membudidayakan kelapa sawit.

Sejauh ini, Indonesia masih merupakan produsen minyak kelapa sawit terbesar di dunia. Hal ini sejalan dengan data Departemen Pertanian Amerika Serikat (USDA) yang mencatatkan Indonesia menempati urutan permana dengan jumlah produksi mencapai 45,5 juta metrik ton pada 2022.

Posisinya berada di atas Malaysia dan Thailand yang memproduksi masing-masing sebesar 18,8 juta metrik ton dan 3,26 juta metrik ton pada 2022.

Berdasarkan data Gabungan Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) mencatatkan total produksi minyak sawit mentah atau disebut Crude Palm Oil di Tanah Air tahun 2022 sebesar 46,73 angka ini turun 0,34% secara (year on year-yoy).

Berdasarkan data di atas, dapat dilihat bahwa produksi CPO di Indonesia mengalami koreksi 3 tahun terakhir.Penurunan produksi berkisar antara 0,3% sampai 0,34% dan memang yang paling dalam terjadi tahun 2022.

Kendati demikian, kalau kita bicara penurunan sejak tahun 2014, penurunan 3 tahun terakhir ini terbilang masing sangat kecil jika dibandingkan pada 2016 yang mencatatkan koreksi lebih dari 3%.

Penurunan produksi CPO disebabkan adanya delapan faktor, antara lain cuaca ekstrem basah, lonjakan kasus Covid-19, perang Ukraina-Rusia, harga minyak nabati, minyak bumi dan pupuk tinggi, kebijakan pelarangan ekspor produk minyak sawit, serta rendahnya pencapaian program peremajaan sawit rakyat (PSR).

Peremajaan Sawit Rakyat (PSR)

Program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) merupakan salah satu Program Strategis Nasional sebagai upaya Pemerintah untuk meningkatkan produktivitas tanaman perkebunan kelapa sawit, dengan menjaga luasan lahan, agar perkebunan kelapa sawit dapat dimanfaatkan secara optimal, sekaligus untuk menyelesaikan masalah legalitas lahan yang terjadi.

Pemerintah menargetkan Program PSR dari tahun 2020-2022 dapat terealisasi sebesar 540 ribu ha yang tersebar di berbagai wilayah di Indonesia. Rinciannya sebagai berikut.

Di tengah penurunan produksi ini, produksi sawit tetap diminta digenjot untuk dapat memenuhi ekspor dan kebutuhan dalam negeri seiring dengan adanya program mandatori B35 yang merupakan campuran minyak kelapa sawit.

Di tengah penurunan produksi dan tuntutan produksi yang mesti digenjot muncul isu yang menyeruak bahwa sawit di Indonesia ini sudah berumur aluas sudah tua. Memang, salah satu yang menjadi masalah utama komoditas sawit Indonesia ialah rendahnya produktivitas tanaman terutama pada perkebunan rakyat.

Umur produktif kelapa sawit mencapai 25 tahun. Jika sudah berumur segitu, pada dasarnya Peremajaan (replanting) juga harus dilakukan untuk meningkatkan hasil produksinya.Tapi tentu saja ini menimbulkan dilematis yang luar biasa.

Bukan tanpa alasan, replanting membutuhkan biaya yang begitu besar, terutama jika di bebankan kepada perkebunan rakyat. Kami melakukan wawancara kepada salah satu petani sawit yang berlokasi di Pelalawan, Provinsi Riau. Ia mengungkapkan bahwa replanting butuh waktu dan biaya.

Selain Persoalan Biaya, Legalitas Juga Jadi Kendala

Selain memacu produktivitas dan produksi sawit nasional, peremajaan tanaman dinilai perlu untuk mendongkrak pendapatan petani. Langkah peremajaan juga menjadi pintu masuk menuju pengelolaan sawit rakyat yang berkelanjutan.

Besarnya dana yang tersedia dinilai belum dimanfaatkan secara optimal untuk peremajaan sawit rakyat. Salah satunya karena problem legalitas lahan pada kebun sawit rakyat di kawasan hutan. Padahal, selain mendongkrak produktivitas, peremajaan perlu sebagai pintu masuk mewujudkan sawit berkelanjutan sekaligus meningkatkan kesejahteraan petani.

Oleh sebab itu, salah satu pemicu lambatnya peremajaan adalah problem legalitas lahan sawit rakyat di kawasan hutan.

Menurut catatan Apkasindo, dari total 6,7 juta hektar lahan sawit petani, ada sekitar 2,4 juta hektar di antaranya yang wajib diremajakan karena usia tanaman yang lebih dari 15 tahun. Penghitungan itu belum termasuk tanaman muda yang tak produktif.

Kalau ini tak terselesaikan atau serapan PSR lambat, dampak pastinya biaya produksi semakin tinggi, berpengaruh pada pendapatan petani. Sebab, produktivitas stagnan atau turun, sedangkan biaya produksi naik.

Padahal, peremajaan menjadi jalan masuk menuju pengelolaan kebun sawit rakyat yang berkelanjutan. Melalui peremajaan itu kan diatur semua, seperti penggunaan bibit unggul, cara memupuk, mengelola, memanen, dan pada aspek keberlanjutan.

Tapi permasalahanannya kembali pada legalitas yang lambat yang mesti diselesaikan. Namun, hal itu tidak bisa diselesaikan petani karena merupakan urusan atau tanggung jawab pemerintah. Apabila persoalan peremajaan tak terselesaikan hingga 2025, bakal ada tanaman-tanaman sawit tua dan rentan di tahun itu.

Itu berarti produktivitas sawit nasional drop dan kita akan kesulitan memperoleh produksi seperti saat ini. Pendapatan petani juga akan turun. Jadi, jika belum selesai, bisa menyisakan bom waktu.

Menurut data BPDPKS, dari 2016 hingga 30 Juni 2022, realisasi penyaluran dana PSR mencapai 256.744 hektar untuk 112.414 pekebun dan dana Rp 7,01 triliun. Pada 2020 realisasinya mencapai 94.033 hektar, tetapi pada 2021 turun jadi 42.212 hektar.

Selain itu, PSR kemitraan juga ditempuh untuk mempermudah pencairan dana Rp 30 juta per hektar dari BPDPKS. Upaya lain ditempuh pemerintah dengan menerbitkan Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 3 Tahun 2022 tentang Pengembangan Sumber Daya Manusia, Penelitian dan Pengembangan, Peremajaan, serta Sarana dan Prasarana Perkebunan Kelapa Sawit.

Untuk diketahui, percepatan program PSR menjadi program khusus Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) untuk periode 2023-2028. Selain itu, pengurus baru Gapki juga berkomitmen memperkuat kemitraan dan siap menjadi offtaker tandan buah segar kelapa sawit rakyat.

Upaya serta strategi yang kongkret harus dilaksanakan oleh para stakeholder terkait, sehingga capaian untuk memenuhi target seluas 180 ribu ha per tahun dapat tercapai.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

(aum/aum)
Tags

Related Articles

Most Popular
Recommendation