FX Insight

Erdogan Menang Pemilu, Lira Turki Ambruk ke Rekor Terlemah!

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
29 May 2023 11:35
This handout photograph taken and released by the Turkish Presidency Press Office on May 28, 2023 shows Turkish President Recep Tayyip Erdogan addressing supporters gathered outside his residence following his victory in Turkish presidential election at Kisikli district in Istanbul. The head of Turkey's election commission on May 28, 2023 declared President Recep Tayyip Erdogan the winner of a historic runoff vote that will extend his 20-year rule until 2028. (Photo by MURAT CETIN MUHURDAR / TURKISH PRESIDENTIAL PRESS SERVICE / AFP)
Foto: Erdogan menyampaikan pidato kemenangan pemilu Turki. (AFP/MURAT CETIN MUHURDAR)

Jakarta, CNBC Indonesia - Recep Tayyip Erdogan memenangi pemilihan umum putaran kedua Turki melawan Kemal Kilicdaroglu. Dengan demikian, Erdogan kembali memperpanjang masa jabatannya sebagai Presiden Turki.

Menurut Dewan Pemilihan Tinggi Turki dan penghitungan suara tak resmi, Erdogan memperoleh 52,16% suara, sementara Kilicdaroglu hanya 47,84% suara. Adapun, kotak suara yang telah dibuka mencapai 99,85%.

"Kami telah menyelesaikan putaran kedua pemilihan presiden dengan dukungan rakyat kami," kata Erdogan. "Insyaallah kami akan layak atas kepercayaan Anda seperti yang telah kami lakukan selama 21 tahun terakhir," tuturnya dikutip dariAl Jazeera, Senin (29/5/2023).

Kemenangan Erdogan sepertinya tidak disambut baik oleh pelaku pasar. Tanda-tanda Erdogan akan kembali berkuasa langsung membuat kurs lira jeblok.

Pada perdagangan Jumat (26/5/2023), lira sempat menyentuh TRY 20,12/US$ yang merupakan rekor terlemah sepanjang sejarah. Sepanjang tahun ini kurs lira sudah merosot sekitar 6,5%. Pada perdagangan Senin (27/5/2023), lira masih mengalami pelemahan sekitar 0,6% dan berada di dekat level TRY 20/US$.

Bukan tanpa alasan pelaku pasar merespon negatif kemenangan Erdogan, pendekatanya yang unik dalam menangani masalah perekonomian membuat kurs lira jeblok.

Sama seperti negara lainnya, Turki menghadapi masalah inflasi tinggi. Inflasi pada April dilaporkan sebesar 43,6% (year-on-year/yoy). Meski sudah menurun jauh dari 85,5% (yoy) pada Oktober lalu, tetapi inflasi tersebut masih termasuk sangat tinggi.

Kebijakan unik yang diambil yakni menurunkan suku bunga saat inflasi sedang tinggi.

Pada umumnya, ketika inflasi meningkat, maka suku bunga juga akan dinaikkan. Gunanya agar masyarakat lebih banyak melakukan saving, likuditas perekonomian mengetat, dan kenaikan inflasi bisa diredam.

Memang bukan Erdogan yang memangkas suku bunga tersebut, tetapi Gubernur bank sentral Turki (TCMB). Namun, kebijakan yang diambil tersebut sangat dipengaruhi oleh Erdogan.

Sang pemimpin selama 20 tahun ini tidak akan segan-segan memecat Gubernur TCMB jika berani menaikkan suku bunga, bertentangan dengan keinginannya.

Lonjakan inflasi yang terjadi sejak akhir 2021 juga sebagai akibat TCMB yang sangat agresif memangkas suku bunga acuannya. Bahkan masih terus dilakukan hingga saat ini berada di 8,5%, dibandingkan pertengahan 2021 sebesar 19%.

Inflasi di Turki memang mengalami penurunan, tetapi banyak yang meragukan data dari pemerintah tersebut.

Akademisi independen Turki membantuk ENAG Inflation Research Group pada 2020 lalu, untuk mengukur inflasi. Hasilnya, laporan dari ENAG sangat jauh dari pemerintah

Pada April, ENAG melaporkan inflasi Turki mencapai 105,19% (yoy), dua kali lipat bahkan lebih jika dibandingkan laporan pemerintah 43,6%.

Dengan pendekatan unik menangani inflasi, dan perbedaan laporan tersebut, pelaku pasar pun tidak menyambut baik kemenangan Erdogan.

CNBC INDONESIA RESEARCH

research@cnbcindonesia.com

(pap/pap)
Tags

Related Articles

Most Popular
Recommendation