
Dibayangi Masalah Utang & Suku Bunga, Prospek Minyak Masih OK

- Harga minyak menguat 1% dalam sepekan seiring dengan anjloknya persediaan minyak Amerika Serikat (AS).
- Pernyataan Menteri Energi Arab Saudi yang mengindikasikan adanya potensi menurunkan produksi dalam keputusannya pada rapat pertemuan petinggi OPEC+ dan non-OPEC 4 Juni mendatang.
- Namun, di tengah suku bunga tinggi dan ketidakpastian plafon utang AS, prospek minyak mentah masih cukup bagus.
Jakarta, CNBC Indonesia - Harga minyak menguat 1% menjadi US$71,71 dalam sepekan terakhir pada hari Jumat (26/5/2023). Kenaikan ini diikuti oleh pengurangan persediaan secara tak terduga yang terjadi di Amerika Serikat (AS).
Penurunan cadangan minyak AS disebabkan oleh permintaan mendadak menanggapi dimulainya liburan musim panas AS. Di sisi lain, Menteri Energi Arab Saudi menyatakan adanya indikasi akan mengurangi produksi OPEC+ dalam rapat 4 Juni mendatang.
Penguatan harga minyak masih tertahan disebabkan oleh suku bunga tinggi dan ketidakpastian utang Amerika Serikat. Namun, minyak masih memiliki prospek penguatan akibat permintaan dan penawaran yang mulai mengetat.
Melansir CNBC International, Administrasi Informasi Energi menyebutkan persediaan minyak Amerika Serikat (AS) anjlok 12,5 juta barel menjadi 455,2 juta barel.
Stok bahan bakar kendaraan AS juga menurun. Dalam sepekan, stok bensin turun 2,1 juta barel menjadi 216,3 juta barel. Sementara itu, stok minyak yang telah didistilasi turun 600 ribu dalam sepekan menjadi 105,7 juta barel.
Melansir YCharts, cadangan minyak mentah strategis AS telah menurun 33,46% menjadi 357,95 juta barel per (19/5/2023) atau terendah dalam setahun terakhir.
Penurunan persediaan minyak disebabkan liburan Memorial Day Amerika tanggal 29 Mei mendatang. Hari libur besar ini sebagai penanda dimulainya liburan musim panas, sehingga permintaan bahan bakar kendaraan mengalami lonjakan.
Saat ini, pengilang minyak sedang bekerja maksimal untuk mengejar tingginya permintaan. Pergerakan harga minyak yang masih berada di kisaran US$ 72 per barel cenderung disebabkan oleh isu plafon utang dan suku bunga.
Analis Harga minyak menyatakan "Harga minyak sangat terfokus pada plafon utang dan suku bunga, mereka (harga minyak) tidak fokus pada sisi penawaran dan permintaan yang telah mengetat dalam beberapa minggu terakhir."
Pernyataan Indikasi akan Mengurangi Produksi dari Menteri Energi Arab Saudi
Dari Timur Tengah, Menteri Energi Arab Saudi memperingatkan pada pelaku short-seller, atau pihak yang bertaruh harga minyak akan menurun, untuk berhati-hati atas risiko kerugian.
"Spekulan (short-seller minyak), dalam pasar manapun, akan terus ada. Saya terus memperingatkan mereka akan tersakiti. Saya tidak perlu menunjukkan kartu saya, saya bukan pemain poker. Tapi, saya hanya memberi tahu, berhati-hatilah," katanya dalam pertemuan Qatar Economic Fourm.
Menanggapi hal ini, pelaku pasar menangkap sinyal bahwa organisasi minyak (OPEC+) berpotensi memutuskan pemangkasan produksi pada 4 Juni mendatang, dalam pertemuan petinggi OPEC+ dan non-OPEC.
Pada pertemuan sebelumnya, OPEC+ mengumumkan penurunan produksi secara sukarela dalam konferensi hari Minggu (2/4/2023). Keputusan tersebut menyebabkan pemangkasan produksi 1,66 juta barel per hari untuk bulan Mei hingga akhir 2023.
Prospek Harga Minyak di Tengah Suku Bunga Tinggi dan Plafon Utang AS
Di sisi lain, utang AS yang telah mendekati tenggat waktu pembayaran masih belum terlihat adanya kemajuan. Pemerintah AS yang harus melakukan pinjaman untuk melunasi utang tersendat akibat utang yang telah melampaui ambang batas.
Risiko gagal bayar ini masih menjadi perdebatan panas antara Presiden Joe Biden sebagai perwakilan Partai Demokrat dan Ketua DPR Kevin McCarthy dari Partai Republik.
Kenaikan plafon utang berpotensi menyebabkan bertambahnya likuiditas, sehingga berpotensi inflasi kembali melonjak. Terjadinya kenaikan harga harus ditahan dengan suku bunga yang tinggi.
Suku bunga yang tinggi berpotensi menyebabkan penurunan tingkat konsumsi, sehingga perusahaan akan mengerem aktivitas bisnisnya. Artinya, permintaan komoditas energi, seperti minyak dan gas berpotensi melambat.
Namun, adanya hari libur AS mendatang berpotensi memaksa permintaan minyak AS kembali melonjak. Alhasil, harga minyak masih berpotensi mengalami penguatan.
Di sisi lain, permintaan minyak ke depan akan mencuat, pasca The Fed bersikap dovish atau meringankan kebijakan suku bunga. Berdasarkan berbagai faktor tersebut, harga minyak masih memiliki potensi bertahan berada di harga lebih tinggi dalam beberapa kuartal ke depan.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(mza/mza)