Amerika Menuju "Bangkrut", The Fed Dalam Dilema!

Tasya Natalia, CNBC Indonesia
26 May 2023 08:30
US-PRESIDENT-BIDEN-MEETS-WITH-SPEAKER-MCCARTHY-AS-DEBT-CEILING-N
Foto: Getty Images via AFP/DREW ANGERER

Jakarta, CNBC Indonesia - Belum ada jalan keluar soal masalah utang Amerika Serikat (AS) yang menggunung hingga US$31,4 triliun dan mendekati debt ceiling atau batas pagu masih membayangi pelaku pasar yang semakin khawatir akan prospek ekonomi AS.

Kurang dari seminggu lagi dari desakan Janet Yellen, Menteri Keuangan AS yang menyatakan bahwa paling cepat pada 1 Juni mendatang pemerintah bisa kekurangan likuiditas dan berisiko "bangkrut" atau gagal bayar (default). 

Hal tersebut tentu akan merugikan pemerintah AS karena posisinya dalam kepemimpinan secara global akan diragukan. Menurut Goldman Sachs masalah utang ini juga bisa menyebabkan sekitar 10% dari aktivitas ekonomi domestik akan terguncang yang menyebabkan tiga juta pekerjaan hilang, menambah US$ 130.000 untuk biaya hipotek (KPR) dengan periode 30 tahun, dan menaikkan utang nasional sebesar US$ 850 miliar

Ketidakpastian yang dirasakan oleh pelaku pasar ini juga dialami The Fed yang akan melaksanakan FOMC meeting pada 14 Juni 2023 mendatang untuk menentukan suku bunga apakah akan naik lagi atau sudah mulai menjajaki masa suku bunga yang ditahan.

Pada Kamis dini hari rilis FOMC minutes yang berisi risalah atau poin-poin yang kemungkinan besar akan dibahas dalam rapat FOMC menjadi hal penting yang diamati pelaku pasar.

Pasca rilis data tersebut, menurut data CME Group yang mengamati probabilitas kenaikan suku bunga acuan bank sentral AS menunjukkan ada peluang 68,7% the Fed akan pertahankan suku bunga, sedangkan sisanya 31,3% berpeluang suku bunga naik di rapat Juni mendatang.

Peluang kenaikan suku bunga ditahan dan suku bunga naikFoto: CMEGroup
Peluang kenaikan suku bunga ditahan dan suku bunga naik

Terlepas dari probabilitas suku bunga ditahan yang lebih besar, pada dasarnya kenaikan suku bunga juga masih diperlukan mengingat inflasi AS yang masih tinggi, dibandingkan target inflasi the Fed ke 2% masih sulit untuk dicapai tahun ini.

Apalagi ditambah kondisi pasar tenaga kerja yang ketat dimana data lowongan pekerjaan atau job openings masih tinggi di 9,6 juta, sedangkan jumlah klaim pengangguran tetap rendah di 242.000 pada periode yang berakhir 13 Mei 2023 secara mingguan.

Kondisi pasar tenaga kerja yang kuat membuat inflasi sulit turun karena daya beli masyarakat yang masih terjaga.

Di sisi lain, jika suku bunga masih akan dinaikkan The Fed juga mengalami dilema karena dihadapkan dengan pilihan untuk menyelamatkan sektor keuangan yang bergejolak mengingat pada Maret lalu ada tiga bank yang collapse yakni Silvergate Bank, Silicon Valley Bank (SVB), dan Signature Bank.

Salah satu dari tiga bank tersebut menjadi bank regional yang cukup besar, yaitu SVB sehingga keberadaannya cukup berdampak bagi ekonomi. Persamaan dari collapse-nya bank-bank tersebut adalah modal yang tergerus karena kerugian aset obligasi akibat kenaikan suku bunga the Fed.

Kepercayaan nasabah juga ikut terseret dan terjadilah panik, sehingga banyak yang rush money. Dampaknya, modal makin tergerus dan likuiditas habis, sehingga FDIC bersama the Fed harus melakukan bailout.

Bail out yang dilakukan dengan cara memberikan dana penyelamatan kepada nasabah yang menjadi korban, akan tetapi cara ini membuat the Fed harus menggelontorkan dana yang tidak sedikit. Hal ini terlihat dari Fed balance sheet yang naik US$400 miliar hanya dalam jangka waktu kurang dari dua minggu pada Maret lalu.

Padahal kondisi the Fed dalam setahun terakhir ini selalu menaikkan suku bunga tiap rapat FOMC, sehingga pada Maret lalu likuiditas di pasar sempat meningkat tetapi pengetatan kebijakan masih terus dilakukan.

Terbaru, First Republic pada 1 Mei 2023 juga dikabarkan collapse dan menjadi bank terbesar kedua yang bangkrut tahun ini setelah SVB. Akan tetapi, berkat JP Morgan Chase & Co yang mau mengakuisisi sebagian besar operasi-nya setelah disita oleh regulator AS menjadi pemanis untuk sektor perbankan di tengah risiko gejolak yang masih bisa berlanjut.

Penyelamatan bank-bank yang bangkrut ini haruslah menjadi prioritas the Fed terlebih dahulu karena kita punya pandangan jika sektor keuangan dibiarkan saja, kemungkinan besar sektor riil juga akan kena getahnya. Mulai dari penyaluran kredit bank yang berhenti, banyak terjadi gagal bayar, sampai dengan kenaikan tingkat pengangguran dan potensi terjadi resesi yang semakin dekat.

Kita meyakini bahwa tugas the Fed terkait suku bunga bukan hanya untuk menjaga inflasi rendah sesuai target tapi juga harus menjaga stabilitas perbankan agar aktivitas ekonomi tetap berjalan dengan baik. Ini senada dengan probabilitas suku bunga mulai ditahan yang sudah dominan pada rapat FOMC Juni mendatang.

CNBC INDONESIA RESEARCH
[email protected] 


(tsn/tsn) Next Article Waduh! Manager Aset Dunia Ramal The Fed Gak Bakal Pangkas Suku Bunga

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular