Market Insight

Efek Buruk Dedolarisasi, TKIM dan INKP Jadi Korban!

Tasya Natalia, CNBC Indonesia
04 May 2023 13:43
Karyawan melintas di samping layar elektronik yang menunjukkan pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Selasa (11/10/2022). (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Foto: Karyawan melintas di samping layar elektronik yang menunjukkan pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Selasa (11/10/2022). (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Sejak awal tahun atau secara year-to-date pergerakan harga saham PT Pabrik Kertas Tjiwi Kimia Tbk. (TKIM) dan PT Indah Kiat Pulp & Paper Tbk. (INKP) masih dalam zona merah masing-masing turun -12,77% dan -18,05% hingga akhir perdagangan Rabu (3/5/2023).

Hari ini (3/5/2023) harga saham TKIM dan INKP juga melemah mendekati level ARB. Alasan dibalik turunnya harga saham kedua emiten kertas ini kami nilai ada efek dari dedolarisasi yang berlanjut.

Efek Dedolarisasi Berlanjut

Ramai istilah dedolarisasi sebenarnya sudah bukan hal baru, sejak akhir 2017 Indonesia telah melakukan dedolarisasi dengan beberapa negara seperti Malaysia dan Thailand. Kemudian, 2021 Indonesia memperluas kerjasama dengan China dan Jepang dalam menjalankan Local Currency Settlement (LCS). Terbaru pada 2023 Indonesia kerjasama dengan Korea Selatan dalam mendorong transaksi bilateral dengan mata uang lokal.

Negara lain juga cukup serius menanggapi dedolarisasi ini sejak perang Rusia - Ukraina yang menyebabkan inflasi naik tinggi sehingga banyak negara menaikkan suku bunga acuan. Dampaknya dolar AS naik cukup signifikan dan menyebabkan Rusia - China bekerjasama bertransaksi menggunakan mata uang lokal mereka.

Lebih lanjut, ada BRICS yang merupakan mata uang baru dari gabungan lima negara yakni, Brazil, Rusia, India, China dan Afrika Selatan masih proses pembahasan, paling cepat hingga Agustus mendatang.

Kehadiran dedolarisasi ini diharapkan bisa menjadi pesaing kekuatan dolar AS dan Euro, Namun, kembali lagi ke emiten kertas TKIM dan INKP dedolarisasi jadi satu downside risk yang perlu diantisipasi. Kenapa?

Berdasarkan data dari laporan keuangan TKIM dan INKP hingga akhir 2022, pendapatan ekspor kedua emiten tersebut masih menjadi kontributor utama pendapatan dan penggunaan dolar AS masih mendominasi transaksi, sehingga dalam penulisan di laporan keuangan juga menggunakan mata uang dolar AS.

jkse

Akibat porsi ekspor yang besar dan tekanan de-dolarisasi yang berlanjut, tentu saja potensi risiko kurs meningkat yang dampaknya bisa ke pendapatan yang kurang optimal.

Bagaimana kondisi fundamental TKIM dan INKP?

Secara fundamental, neraca duo emiten grup Sinarmas ini masih terbilang cukup solid. Hingga akhir 2022, TKIM memiliki aset sebesar US$ 2,96 miliar, dengan posisi kas dan setara kas mencapai US$ 200,33 juta. Sedangkan liabilitas sebesar US$ 1,32 miliar dan ekuitas sebesar US$ 2,21 miliar.

Untuk INKP memiliki aset sebesar US$ 9,64 miliar, dengan posisi kas dan setara mencapai US$ 1,26 miliar. Sedangkan liabilitas sebesar US$ 4,03 miliar dan ekuitas sebesar US$ 5,60 miliar pada periode 2022 selama setahun penuh. .

Perlu diketahui juga, untuk profitabilitas TKIM dan INKP di sepanjang 2022 masih mencatatkan pertumbuhan laba yang positif. Laba TKIM berhasil naik 86,56% year-on-year menjadi US$ 463,35 juta, sedangkan laba INKP naik 62,91% year-on-year menjadi US$ 857,51 juta.

Valuasi Murah

Menggunakan metrik valuasi Price to Earning Ratio (PER) hingga Rabu (3/5/2023), TKIM dihargai 3,04 kali, lebih rendah dibanding rata-rata PER selama 5 tahunnya di 12,45 kali. Sedangkan untuk INKP dihargai PER sebesar 2,95 kali, lebih rendah juga dibanding rata-rata PER selama 5 tahunnya di 8,38 kali. Maka dari itu, secara teoritis valuasi TKIM dan INKP terbilang masih murah.

Sanggahan: Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investasi terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

(pap/pap)
Tags

Related Articles

Most Popular
Recommendation