
Utang Amerika 8 Kali Lipat Lebih Gede dari RI, Sudah Krisis?

Jakarta, CNBC Indonesia - Amerika Serikat menjadi negara dengan utang tertinggi di dunia. Tahun ini, utangnya bahkan mencatat rekor tertinggi sepanjang masa. Data dari Kementerian Keuangan menunjukkan per 31 Maret utang Amerika Serikat mencapai US$ 31,45 triliun.
Dibandingkan dengan Indonesia, utang Amerika Serikat lebih besar delapan kali lipat. Data dari Bank Indonesia (BI) menunjukkan, utang Indonesia pada akhir Februari sebesar US$ 400 miliar.
Utang Amerika Serikat menembus US$ 31 triliun atau sekitar Rp 460 ribu triliun (kurs Rp 14.900/US$) untuk pertama kalinya pada Oktober tahun lalu, dan kini terus menanjak hingga menyentuh batas pagu.
Hal ini membuat Menteri Keuangan AS Janet Yellen berulang kali menyatakan ada risiko gagal bayar (default) jika pagu utang tidak dinaikkan.
Kali terakhir pagu ini dinaikkan pada Desember 2021 sebesar US$ 2,5 triliun menjadi US$ 31,4 triliun.
"Kegagalan utang kami akan menghasilkan bencana ekonomi dan keuangan," kata Yellen kepada anggota Kamar Dagang Metropolitan Sacramento, Selasa (25/4/2023).
"Kegagalan akan menaikkan biaya pinjaman selamanya. Investasi masa depan akan menjadi jauh lebih mahal," tuturnya, dikutip dari Reuters.
Dengan utang yang super jumbo dan berisiko mengalami gagal bayar, apakah Amerika Serikat bisa dikatakan mengalami krisis utang?
Melansir Investopedia, suatu negara dikatakan mengalami krisis utang ketika tidak mampu lagi membayar bunga utangnya.
Artinya, Amerika Serikat belum mengalami krisis utang. Meski utang terus membengkak, Amerika Serikat belum pernah mengalami gagal bayar.
Jika melihat ke belakang, Amerika Serikat tidak pernah lagi mencatat surplus anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) sejak 1957. Amerika Serikat saat itu dipimpin Presiden Dwight Eisenhower, dan mencatat surplus sebesar US$ 2,2 miliar.
Sejak saat itu, Amerika Serikat terus mengalami defisit APBN. Artinya, untuk membiayai belanja perlu menambah utang melalui penerbitan Treasury misalnya. Pembayaran bunga utang yang ada sebelumnya juga dilakukan dengan menerbitkan surat uang lagi, begitu seterusnya, gali lubang tutup lubang hingga akhirnya menumpuk.
Meski demikian, Nouriel Roubini atau yang dikenal dengan "Dr. Kiamat" memperingatkan akan terjadinya "biangnya krisis utang" melihat kondisi saat ini.
"Kita mampu menghindari krisis utang beberapa kali. Kita tidak menyelesaikan masalah utang sebelumnya. Kita melakukan bailout dan membantu banyak orang. Tetapi kini permainan sudah berakhir karena ada inflasi tinggi dan Anda harus menaikkan suku bunga .... jadi disitu lah risiko biangnya krisis utang akan muncul," kata Roubini sebagaimana dikutip Yahoo Finance, 24 Maret lalu.
Suku bunga acuan (Federal Funds Rate) di Amerika Serikat saat ini sebesar 4,75% - 5%, naik 475 basis poin dalam satu tahun terakhir dan berada di level tertinggi sejak 2007 atau sebelum Krisis Finansial global.
Dengan suku bunga yang tinggi, biaya pinjaman tentunya juga tinggi, sehingga risiko gagal bayar meningkat. Pemerintah AS tentunya juga menanggung kupon yang tinggi jika menerbitkan surat utang.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(pap/pap)