
Spekulasi Bangun Nuklir Sendiri, Korsel Bakal Tentang AS?

- Amerika Serikat dan Korea Selatan setuju terkait bantuan nuklir dengan syarat tidak ada pembangunan nuklir independen.
- Tujuan bantuan AS dalam rangka pencegahan persaingan nuklir Asia, pertahanan dari ancaman Korea Utara, dan penunjukkan supremasi AS.
- Presiden Korea Selatan berspekulasi bahwa suatu hari Seoul dapat membangun nuklirnya sendiri secara independen, sebuah langkah yang sangat ditentang oleh AS.
Jakarta, CNBC Indonesia - Amerika Serikat (AS) meningkatkan komitmennya untuk menggunakan persenjataan nuklirnya dalam membela Korea Selatan. Hal ini ditujukan untuk meyakinkan Seoul, ibu kota Korea Selatan, tentang kekuatan aliansi mereka dalam menghadapi ancaman dari Korea Utara.
Presiden Joe Biden dan Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol yang dikutip dari Financial Times pada hari Rabu (26/4/2023) mengatakan militer Amerika Serikat akan mengerahkan lebih banyak pengebom berkemampuan nuklir dan aset strategis lainnya.
Tujuannya untuk mengirim pesan ke Pyongyang, ibu kota Korea Utara, dalam rangka pencegahan serangan.
Kedua negara, AS dan Korea Selatan baru saja merayakan ulang tahun ke-70 aliansi kerja sama mereka tahun lalu. Mereka mengumumkan Seoul akan memperoleh wawasan dan masukan terkait konsultasi nuklir sebagai perencanaan perang AS.
Biden dan Yoon merilis "deklarasi Washington" yang berisi komitmen dari Korea Selatan untuk tidak mengembangkan senjata nuklirnya sendiridalam kunjungannya ke AS.
"Itu termasuk komitmen kami untuk memperpanjang aksi preventif," kata Biden, sebagai alasan AS membuat nuklir untuk tindakan melindungi sekutu.
Biden mengatakan jika terjadi serangan nuklir Korea Utara terhadap AS atau sekutunya akan mengakibatkan "berakhirnya" rezim di Pyongyang. Kedua negara telah sepakat untuk "menanggapi dengan cepat, luar biasa, dan tegas menggunakan kekuatan penuh aliansi, termasuk senjata nuklir Amerika Serikat."
Rencana ini mengindikasikan tujuan AS untuk memastikan bahwa Seoul tidak membuat senjata atom, yang dikhawatirkan akan memicu perlombaan senjata nuklir yang berbahaya di Asia.
Hubungan aliansi ini memiliki perbedaan dengan yang terjadi pada NATO. Selama perang dingin, NATO dapat membuat senjata nuklir taktis di Eropa, sedangkan Korea Selatan tidak dapat melakukan hal serupa.
Zack Cooper, seorang pakar keamanan Asia dari American Enterprise Institute, mengatakan langkah itu akan memastikan bahwa Korea Selatan tidak mencoba mengembangkan senjata nuklir, dengan jaminan keamanan akan di sokong AS sesuai permintaan pemerintahan Seoul.
"Ini adalah upaya cerdas untuk secara proaktif mengatasi risiko yang terus meningkat," kata Cooper, sebagai langkah pencegahan pembuatan nuklir independen Seoul.
Korea Utara yang terus memperluas dan memodernisasi kekuatan nuklirnya ditambah Rusia dan China terlibat dalam pembangunan nuklir membuat kekhawatiran Korea Selatan terhadap keamanan negaranya.
Lebih dari 90% Nuklir di dunia dikuasai AS dan Rusia. Berikut 10 pemilik nuklir terbanyak dikutip CNBC Indonesia, Selasa (1/3/2022):
Namun, keraguan terbentuk terkait kelanjutan kesepakatan jika Donald Trump memenangkan pemilihan presiden AS pada 2024.
Go Myong-hyun, rekan senior di Asan Institute untuk studi kebijakan di Seoul, mengatakan bahwa tingkat jaminan yang ditawarkan ke Seoul oleh Washington akan bergantung pada "agenda yang tepat."
"Yang penting bagi Korea Selatan adalah bisa mendapatkan wawasan dan masukan yang lebih besar ke dalam pemikiran AS tentang masalah nuklir," kata Go, khususnya terkait potensi penggunaan perang nuklir Korea Utara.
Kecemasan di Seoul meningkat seiring Korea Utara terus mengembangkan program senjata nuklirnya.
Para pemimpin Korea Selatan, termasuk Yoon sendiri, secara terbuka berspekulasi bahwa suatu hari Seoul dapat membangun nuklirnya sendiri secara independen, sebuah langkah yang sangat ditentang oleh AS.
Go menambahkan bahwa campur tangan AS dengan mengatas namakan perlindungan Seoul belum meredakan kekhawatiran ancaman nuklir Korea Utara.
"Selalu ada ketakutan di Korea Selatan akan pengabaian AS," kata Go. "Pemerintahan Biden akan berhasil meyakinkan warga Korea untuk saat ini, tetapi dilema yang mendasarinya belum hilang."
CNBC INDONESIA RESEARCH
(mza/mza)