Market Insight
Buntut Panjang SVB: Sektor Perbankan AS & Eropa Jadi Korban!

- Keruntuhan Silicon Valley Bank (SVB) tampaknya berbuntut panjang. Bursa saham AS dan Eropa jatuh karena terkoreksinya saham-saham perbankan.
- Setelah SVB dan Signature Bank menggoyang pasar keuangan Amerika, kini giliran Credit Suisse yang membuat guncang pasar Eropa.
- Bahkan ada yang menjadi level terburuk setelah kekhawatiran atas kesehatan perbankan di negara-negara besar tersebut.
Jakarta, CNBC Indonesia - Pekan ini menjadi hari-hari yang begitu menyeramkan bagi pasar keuangan. Sebab, SVB yang mengumumkan kolaps dikhawatirkan mengulang krisis finansial pada 2008. Tak bisa dipungkiri, beberapa hari ini pasar keuangan terpantau 'ketar-ketir' ulahnya.
Imbas kolapsnya Silicon Valley Bank (SVB) bursa saham Amerika Serikat (AS) dan bursa saham Eropa berakhir 'berdarah-darah' pada perdagangan kemarin Rabu (16/3/2023), bahkan ada yang menjadi level terburuk setelah kekhawatiran atas kesehatan perbankan di negara-negara besar tersebut.
Untuk diketahui, Perbankan di Amerika Serikat (AS) sudah merasakan dampak buruk kenaikan suku bunga yang sangat agresif. Bank sentral AS (The Fed) menaikkan suku bunga sebesar 450 basis poin sejak Maret 2022 lalu menjadi 4,5% - 4.75%. Kenaikan tersebut menjadi yang paling agresif dalam empat dekade terakhir, dan tertinggi sejak 2007.
Imbasnya bursa saham Amerika Serikat (AS) dan Eropa bahkan Asia terdampak dari hal ini.
Tiga indeks utama Wall Street berakhir di zona koreksi pada perdagangan semalam. indeks Dow Jones jatuh 280,83 poin atau 0,87% ke 31.874,57. Melansir dari Revinitif, sektor finansial menyumbang penurunan terbesar yakni mencapai 3,94%.
Sementara itu, indeks S&P 500 turun 0,7% atau 27,36 poin ke 3.891,93. Hanya indeks Nasdaq yang menguat tipis 5,9 poin atau 0,05% ke posisi 11.434,05.
Bursa Wall Street kembali jatuh karena imbas semakin meluasnya dampak krisis perbankan. Setelah SVB dan Signature Bank menggoyang pasar keuangan Amerika, kini giliran Credit Suisse yang membuat guncang pasar Eropa.
Meluasnya krisis perbankan semakin meningkatkan kekhawatiran pasar jika ada persoalan besar dalam sistem perbankan global.
Runtuhnya SVB, diikuti oleh Signature Bank dua hari kemudian, membuat saham bank global naik turun minggu ini, dengan investor mengabaikan jaminan dari Presiden AS Joe Biden dan langkah darurat yang memberi bank akses ke lebih banyak pendanaan.
Pada hari Rabu, fokus telah bergeser dari Amerika Serikat ke Eropa, di mana Credit Suisse memimpin penurunan saham bank setelah investor terbesarnya mengatakan tidak dapat memberikan lebih banyak bantuan keuangan karena kendala peraturan.
Saham-saham bank pun kembali bertumbangan. Saham First Republic Bank anjlok 12,87% sementara PacWest Bancorp ambles 21,4%. Dari Italia, saham UniCredit juga jeblok 9,06%. Sementara itu, sumber masalah yakni Credit Suisse sahamnya jeblok 24,2%.
Saham Credit Suisse sudah turun selama delapan hari perdagangan dengan pelemahan menembus 39%.
Credit Suisse
Saham Credit Suisse kehilangan lebih dari seperempat nilai sahamnya pada Rabu (15/3/2023). Ini terjadi setelah munculnya kekhawatiran investor tentang kegagalan industri perbankan pascakejatuhan tiga bank di Amerika Serikat (AS).
Saham Credit Suisse kehilangan sekitar 30% dari nilainya, turun menjadi sekitar 1,60 franc Swiss (Rp 26 ribu), sebelum kembali ke penurunan 24% pada 1,70 franc (Rp 28 ribu) di bursa saham SIX. Pada titik terendahnya, harga turun lebih dari 85% bila dibandingkan nilai pada Februari 2021.
Persoalan Credit Suisse bermula setelah mereka mengakui ada "kelemahan material" yakni kelemahan dalam kontrol internal mereka ketika bank terlambat merilis laporan keuangan.
Bank dengan operasional terbesar di Swiss tersebut menunda rilis laporan keuangan mereka yang seharusnya diserahkan kepadaKomisi Sekuritas dan Bursa ASpekan lalu.Keterlambatan terjadi karena mereka merevisi laporan arus kas perusahaan pada 2019 dan 2020.
Sebagai catatan, laporan keuangan 2022 menyebut bank yang berdiri sejak 1856 tersebut mencatat rugi bersih senilai US$ 7,8 miliar.Kerugian salah satunya oleh penarikan dana besar-besaran hingga menembus110 billion francs atau sekitarUS$ 120 miliar (Rp 1.843,2 triliun).
Sebelum nilai sahamnya ambles, pemegang saham terbesar bank itu, Saudi National Bank, mengatakan bahwa mereka tidak akan menyuntikkan lebih banyak uang ke Credit Suisse, yang dilanda masalah panjang, bahkan sebelum kejatuhan bank di AS terjadi.
Gejolak tersebut menyebabkan penangguhan otomatis dalam perdagangan saham Credit Suisse di pasar Swiss dan membuat saham di bank-bank Eropa lainnya anjlok, beberapa dengan dua digit.
"Credit Suisse memenuhi kebutuhan modal dan likuiditas untuk bank-bank penting secara sistemik. Jika diperlukan, Bank Nasional Swiss (SNB) akan menyediakan likuiditas untuk Credit Suisse," kata pernyataan SNB dan regulator keuangan Swiss Finma mengatakan dalam pernyataan bersama dikutipCNBC International.
First Republic Bank
Sejak awal pekan bahkan saham ini seolah 'mati suri' terseret keruntuhan SVB. Baru di awal pekan, saham First Republic Bank longsor lebih dari setengahnya. Tentu saja, keruntuhan SVB memicu kekhawatiran penularan di sektor perbankan lainnya.
Harga sahamnya sudah longsor hingga 61,83% pada perdagangan Senin (13/3/2023) kemudian penurunan berlajut pada perdagangan kemarin mencapai 21,37%.
First Republic Bank pada hari Minggu (12/3) melaporkan telah mendapatkan pembiayaan tambahan melalui JPMorgan Chase & Co dan Federal Reserve AS, memberikannya akses ke total US$ 70 miliar dana melalui berbagai sumber.
"Masalah sebenarnya bagi industri ini adalah bahwa ada krisis kepercayaan pada kelengketan simpanan dan ketika itu terkilir, banyak hal dapat bergerak sangat cepat," kata Christopher McGratty, kepala Riset Bank AS di bank investasi KBW.
Saham First Republic sempat memimpin kerugian di antara saham bank pemberi pinjaman regional lainnya, dengan Western Alliance terjun 52% dan PacWest Bancorp anjlok 36%.
S&P 500 Financials Sector Index
Indeks sektor S&P 500 Financials ini juga mengalami koreksi signifikan dengan koreksi 2,84% pada penutupan perdagangan kemarin. 3 sektor di dalamnya semuanya mengalami koreksi di mana sektor financials memimpin perlemahan tersebut. Berikut rinciannya.
Sekali lagi, longsornya saham-saham ini pemicunya karena ketakutan bank menghabiskan pasar global.
Apa yang bisa kita pelajari dari longsornya saham-saham ini?
Keluarnya investor ke pintu memicu kekhawatiran akan ancaman yang lebih luas terhadap sistem keuangan, Bank Sentral Eropa telah menghubungi bank-bank dalam pengawasannya untuk menanyai mereka tentang eksposur mereka ke Credit Suisse.
Namun, salah satu sumber mengatakan bahwa mereka melihat masalah Credit Suisse spesifik untuk bank itu, bukan sistemik.
"(Runtuhnya) SVB adalah masalah khusus perusahaan dan AS, tetapi sekarang pasar telah bangkit kembali dengan risiko bank global - dari suku bunga/durasi hingga risiko likuiditas dan kredit - dan bank-bank Eropa diliputi oleh krisis kepercayaan," kata Davide Oneglia, ekonom senior di TS Lombard dikutip dari Reuters.
Kendati demikian, investor memasang mode 'waspada' karena kondisinya dirasa benar-benar tidak kondusif untuk saat ini. kecuali ada kebijakan tiba-tiba yang bakal menyelamatkan sektor perbankan di AS.
CNBC INDONESIA RESEARCH
Ada 12 Bank Mirip SVB di Amerika, Risiko Besar Mengancam?
(aum/aum)