
Ternyata Lumbung Padi Tak Selalu Jadi Obat Turunkan Stunting!

- Mirisnya, wilayah dengan lumbung pangan nyatanya tak selalu bisa menurunkan angka stunting di Suatu Wilayah. Contohnya saja Sumatera Barat yang menjadi salah satu Provinsi di Sumatera dengan angka stunting di atas rata-rata nasional.
- Pemerintah harus serius jika ingin menurunkan angka stunting karena ternyata setiap wilayah punya karakteristik, potensi, serta kekurangannya masing-masing.
Jakarta, CNBC Indonesia - Lumbung pangan kerap dinilai efektif untuk mengatasi persoalan stunting di Tanah Air. Tapi nyatanya tak selalu begitu, kita lihat saja wilayah Sumatera masih mendominasi jajaran atas pada daftar prevelensi balita stunting di Indonesia berdasarkan Provinsi.
Sebelumnya, Lumbung pangan memang mendesak untuk dibangun di setiap suku di desa-desa dalam rangka mengatasi kasus stunting atau tengkes di wilayah itu.
Dana desa yang selama ini dimanfaatkan untuk mengatasi pandemi Covid-19 di desa dapat dialihkan untuk membangun lumbung pangan suku tersebut.Namun ternyata tak selalu berhasil.
Miris sekali! Padahal Pulau Sumatera merupakan salah satu pusat lumbung padi di Indonesia bagian barat. Tapi faktanya kondisi ini tak menjamin penduduk di pulau ini mencatatkan kecukupan asupan gizi yang berkualitas terutama pada balita.
Kalau kita melihat hasil Survey Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) pada 2022 mencatatkan ada 3 provinsi di Sumatera yang patut menjadi perhatian karena berada di atas rata-rata angka nasional yakni 21,6%.
Ketiga provinsi tersebut adalah Provinsi Aceh dengan prevelensi stunting sebesar 31,2%, Provinsi Sumatera Barat di mana angkanya masih tinggi yakni 25,2% dan Sumatera Utara yang berada di 21,1% di bawah rata-rata nasional tapi mendekati.
Dengan angka tersebut artinya, Dari 10 bayi di bawang lima tahun (balita) di wilayah itu 2-3 bayi memiliki status gizi yang rendah. Lantas, mengapa kekurangan gizi bisa terjadi di wilayah yang kaya bahan makanan bergizi?
Kekurangan gizi di Sumatera ini lantas memang terdengar memalukan dan begitu mengiris hati karena sebagian besar wilayah ini terkenal dengan lumbung padi. Sumatera barat contohnya. Provinsi ini terkenal dengan sentra produksi beras yang terkenal dan masuk sebagai kualitas unggulan.
SemboyanKabupaten Solok sebagai daerah lumbung beras ternama memang tak terbantahkan. Solok menjadi penghasil hortikultura terbesar di Sumatera Barat (Sumbar). Juga sebagai pemasok beras terbesar hingga ke beberapa Provinsi di pulau Sumatera. Tapi untuk Solok Selatan justru angka stuntingnya mencapai 31,7%.
Bukan hanya Solok, Daerah Pasaman Barat juga ditetapkan pemerintah menjadi salah satu daerah pengembangan kawasan lumbung pangan (food estate). Namun, faktanya angka prevelensi stunting di wilayah ini mencapai 35,5%. Sangat tinggi sekali.
Beralih ke wilayah Sumatera bagian paling ujung. Ya, Provinsi Aceh di wilayah Kabupaten Gayo Luwes terkenal dengan komoditi beras pulen terpusat di kawasan aliran sungai Aih Tripe. Maka, persoalan akses beras maupuun karbohidrat lain seperti kentang dan ubi bukan menjadi suatu masalah di wilayah ini.
Tapi masih saja, tahun 2022 Provinsi Aceh menjadi pemimpin di wilayah Sumatera dengan angka prevelensi stunting tertinggi, yakni mencapai 31,2%. Lantas bagaimana bisa hal ini bisa terjadi?
Soal Protein dan Sanitasi Patut Menjadi Perhatian
Sebagai salah satu agenda prioritas nasional, upaya penurunan stunting terus digencarkan untuk mewujudkan sumber daya manusia yang sehat, cerdas dan produktif dalam mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan. Untuk mendukung hal tersebut, diperlukan komitmen bersama dan koordinasi lintas sektor melalui optimalisasi sumber daya terintegrasi.
Tapu memang, selain karbohidrat, protein sebagai sumber pembangun tubuh juga penting diperhatikan. Dia juga memiliki peran penting dalam pencegahan stunting. Hal ini juga diperkuat dengan riset yang dilakukan Universitas Indonesia (UI) yang mencatat bahwa sekitar 30% anak stunting memiliki riwayat asupan protein di bawah kebutuhan harian tubuhnya.
Riset tersebut juga menjelaskan, konsumsi protein pada anak berkorelasi positif terhadap pertumbuhan tinggi badan serta kecerdasan anak. Kalau kita lihat kasus Di Sumatera Barat, ikan laut seperti Tuna, Cakalang, Tongkol, Teri menjadi idola masyarakat setelah telur ayam ras. Sisanya tidak lebih dari 5% berasal dari daging, telur, dan susu. Inilah yang menjadi permasalahannya.
Berdasarkan potensi wilayahnya, Sumatera memang bukan pesisir pantai sehingga butuh waktu beberapa jam mengirimkan ikan laut dari pesisir pantai ke wilayah pedesaan. Bukan tidak mungkin juga, ikan datang dalam kondisi yang kurang segar dan harganya kemungkinan cenderung mahal.
Sebagai contoh dari telusuran Tim Riset, bahwa harga ikan air tawar hampir setengah dari harga ikan air laut pada Januari 2023. Karena harganya cenderung relatif mahal makan pemerintah penting juga memikirkan bagaimana memenuhi gizi protein salah satunya dari ikan.
Misalnya ada beberapa potensi ikan air tawar seperti ikan lele, ikan mas, patin, gabus yang bisa dilirik untuk dikembangkan terutama menjadi campuran pangan pada balita.
Disamping itu memang, pengertian, pelatihan untuk memberikan pemahaman terhadap gizi makanan juga harus rutin dilakukan sehingga membentuk kesadaran masyarakat.
Salah satu tantangan berat pemerintah yakni masalah dan tantangan kita dalam penangan stunting ini diantaranya adalah minimnya pengetahuan masyarakat terkait stunting, sehingga menimbulkan kesalahan pemahaman dalam penanganan dan pencegahan stunting. Sebagian masyarakat menganggap tidak penting asupan gizi seimbang dan bernutrisi cukup bagi anak, ibu hamil atau ibu menyusui.
Selain itu, kita bisa mengacu juga pada penelitian UNICEF Indonesia pada 2016, di mana riset tersebut mengungkapkan stunting di Tanah Air ini dipicu oleh peran higienis, sanitasi, serta akses terhadap air bersih.
Riset tersebut juga mengungkap bahwa peta penelitian membuktikan 40% rumah tangga di Sumatera Barat dan Aceh tidak memiliki sanitasi yang memadai. Artinya, dalam hal akses air bersih, sanitasi dan higienis ini dapat berpengaruh pada infeksi yang berkepanjangan pada anak.
Selain itu, kondisi ini juga dinilai akan menyebabkan berbagai penyakit lain seperti diare atau bahkan penyebab jenis penyakit serta infeksi lainnya.
Dari sini pemerintah pusat maupun pemerintah daerah bersinergi memberikan solusi dari masalah yang sudah dihadapkan. Karena perlu diketahui, menurunkan angka stunting di wilayah di Tanah Air ini tidak bisa diseragamkan, sebab setiap wilayah memiliki potensi dan kekurangan masing-masing.
Pemerintah perlu menggerakan lagi peran pendekatan komunitas di desa-desa serta menurunkan ahli gizi setidaknya 1 di setiap kecamatan untuk memberikan kepada ratusan kepala keluarga.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(aum/aum)