Fundamental Pundit

Pecah Nominal & Tambah Modal, Saham MIDI Mahal Gak Masuk Akal

Research - Putra, CNBC Indonesia
03 February 2023 13:55
Karyawan beraktivitas di dekat layar pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Rabu (23/11/2022). IHSG ditutup menguat 0,33 persen atau 23,53 poin ke 7.054,12 pada akhir perdagangan, sebanyak 249 saham menguat, 255 saham melemah, dan 199 saham stagnan. (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto) Foto: Karyawan beraktivitas di dekat layar pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Rabu (23/11/2022). IHSG ditutup menguat 0,33 persen atau 23,53 poin ke 7.054,12 pada akhir perdagangan, sebanyak 249 saham menguat, 255 saham melemah, dan 199 saham stagnan. (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Saham emiten pengelola minimarket PT Midi Utama Indonesia Tbk (MIDI) terus melonjak akhir-akhir ini. Akibat kenaikan tersebut, valuasi MIDI saat ini tergolong mahal.

Menurut data Bursa Efek Indonesia (BEI), saham ini sudah melonjak 51,18% sejak awal 2023 (YtD) ke harga Rp4.490/saham.

Kenaikan saham MIDI semakin terlihat berkat reli kenaikan 6 hari beruntun seiring perusahaan mengumumkan rencana melakukan pemecahan nilai nominal saham (stock split) dan penambahan modal via rights issue dalam waktu dekat.

Informasi saja, MIDI akan melakukan stock split dengan rasio 1:10 dan selanjutnya akan menerbitkan sebanyak 461,17 juta saham baru via right issue. Untuk itu, perseroan akan meminta restu pemegang saham lewat Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) pada 17 Februari mendatang.

Hanya saja, kenaikan signifikan akhir-akhir ini membawa valuasi anak usaha pengelola Alfamart PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk (AMRT) tersebut menjadi mahal.

Menurut dua metrik populer, price earnings ratio (PER) dan rasio price book value (PBV) cenderung lebih premium terhadap rule of thumb, industri, serta rata-rata historikal MIDI.

Saat ini, saham MIDI diperdagangkan 31,44 kali di atas laba per sahamnya. Ini di atas industri yang sebesar 20,35 kali.

Rasio PER tersebut di atas rata-rata PE standar deviasi MIDI dalam 5 tahun terakhir yang sebesar 23,37 kali.

Kemudian, rasio PBV MIDI sebesar 7,04 kali. Ini di atas rule of thumb 1 kali atau di atas rerata PBV industri 4,59 kali. Rasio PBV ini juga di atas rerata PBV 5 tahun perseroan 3,92 kali.

Dari metrik lainnya, seperti rasio PEG yang mengukur rasio P/E dibandingkan laju pertumbuhan laba perseroan, saham MIDI juga overvalue (4,96 kali).

Menurut rasio multiple di muka, harga wajar (fair value) saham MIDI berkisar di rentang Rp2.865-Rp2.900/saham (harga sebelum stock split).

Karena itu, bagi investor yang berminat berinvestasi jangka menengah hingga panjang di saham MIDI, perlu menunggu harga saham mendekati nilai intrinsiknya.

Sementara, apabila yang sudah menjadi pemegang saham MIDI sebelumnya, ada baiknya mempertimbangkan take profit alias aksi jual dimana ini menjadi pilihan masuk akal.

Apalagi, belum ada story atau gebrakan yang signifikan dari perseroan, selain rencana tambah modal serta pecah nominal yang disebut di muka.

Sebagai informasi, dana hasil rights issue ini seluruhnya akan digunakan untuk modal kerja dan pengembangan usaha, serta investasi pada entitas anak. Direksi MIDI menyampaikan, rights issue ini akan berpengaruh positif terhadap kondisi keuangan konsolidasi MIDI.

Sebut saja, memperkuat struktur permodalan, meningkatkan kemampuan kas untuk memenuhi kebutuhan modal kerja, sehingga memberikan nilai tambah bagi para pemegang saham.

Soal kinerja teranyar, pendapatan bersih MIDI sebesar Rp11,56 triliun hingga kuartal III 2022, naik 14,53% secara tahunan (yoy) dari periode yang sama tahun sebelumnya.

Sementara, laba bersih perusahaan juga tumbuh 57.31% yoy menjadi Rp308,75 miliar pada periode Januari-September 2022.

Sejatinya, model bisnis Alfamidi mirip dengan sang kakak, Alfamart, berupa 'one stop shopping' alias konsep tempat belanja di satu tempat khas minimarket.

Hanya saja, perusahaan yang didirikan sejak 2007 ini memiliki ukuran gerai lebih besar dibandingkan Alfamart.

Bisa dibilang, ukuran gerai Alfamidi berada di tengah-tengah antara minimarket pada umumnya dan supermarket.

Selain soal ukuran gerai, perbedaan utama dengan Alfamart lainnya adalah soal kelengkapan produk.

Bila Alfamart difokuskan untuk kebutuhan pribadi dengan jumlah kecil, Alfamidi menambahkan produk segar, seperti buah, sayur hingga frozen food.
Menurut materi public expose MIDI pada Mei 2022, area penjualan antara 200m2 - 400m2.

Dari luas itu, sekitar 25% area gerai digunakan untuk produk makanan segar (fresh food).

Ukuran gerai Alfamidi jelas lebih besar dibandingkan Alfamart yang berada di rentang 30m2 - 100m2.

Selain gerai Alfamidi, MIDI juga memiliki format gerai yang lebih luas di bawah nama Alfamidi Super dengan luas >500m2 dan minimarket buah segar Midi Fresh (luas 30m2 - 60m2).

Di samping brand 'Midi', perseroan juga mengoperasikan gerai Lawson yang menyediakan makanan & minuman cepat saji ala 'Jejepangan'.

Secara CAGR sejak 2007 hingga 2021, pertumbuhan gerai Alfamidi mencapai 31%, dengan total 1.992 gerai.

Sementara, total gerai Alfamidi Super sebanyak 32 gerai dan Midi Fresh baru 6 gerai.

Tentu, lantaran beda segmen dengan 'sang kakak', jumlah gerai yang dioperasikan MIDI lebih sedikit dari Alfamart yang mencapai 18.810 gerai hingga akhir 2021.


Prospek Ritel.

Kendati valuasi saham sudah mahal, MIDI diuntungkan dengan prospek ritel dan fast-moving consumers goods (FMCG) yang cerah.

Ini tak lepas dari guyuran dana kampanye menjelang Pemilu 2024 yang bisa mendorong daya beli alias konsumsi masyarakat (terutama di level akar rumput) pada paruh kedua 2023.

Sementara, di tengah adanya tail wind tersebut, market masih belum mengantisipasi kuatnya potensi rebound sektor FMCG tahun ini.

Dalam jangka panjang, bermodal populasi Indonesia yang besar dan demografi usia muda, sektor ritel dan FMCG diproyeksi akan bertumbuh positif dalam jangka panjang.

CNBC INDONESIA RESEARCH

(pap/pap)

[Gambas:Video CNBC]