CNBC Indonesia Research
BI Bakal Kebut Rupiah Digital, Penting Gak Sih?

Jakarta, CNBC Indonesia - Era digitalisasi ekonomi dan keuangan terus menunjukkan perkembangannya. Terlebih pasca pandemi Covid-19 . Perilaku transaksi masyarakat semakin bergeser ke arah online seiring dengan pembatasan mobilitas sosial (social distancing) karena ini Bank Indonesia (BI) memperkenalkan rupiah digital yang bakal di luncurkan di Tanah Air.
Baru-baru ini, Bank Indonesia (BI) membawa kabar terbaru mengenai rupiah digital. Setelah bertemu dengan pemain besar, pada Juli 2023 akan meluncurkan proof of concept digital rupiah atau dokumen realisasi metode rupiah digital.
Hal tersebut disampaikan langsung oleh Gubernur BI, Perry Warjiyo, pada acara Laporan Transparansi dan Akuntabilitas Bank Indonesia (LTABI) 2022, Senin (30/1/2023).
"Kami sudah ketemu dengan pemain-pemain besar yang kami pandang punya kemampuan untuk menjadi wholesaler," ungkapnya.
"Insya Allah nanti sekitar Juli, kami akan keluarkan proof of concept untuk digital rupiah. Mempersiapkan Indonesia sebagai negara Indonesia maju dengan digital, digitalisasi pembayaran, dan digitalisasi rupiah," jelas Perry lagi.
Proof of concept rupiah digital, merupakan dokumen lanjutan dari White Paper Rupiah Digital yang sudah diluncurkan BI pada akhir November 2022 silam.
Indonesia menjadi negara dengan ekonomi digital paling besar di Asia Tenggara. GMV ekonomi digital Indonesia ditaksir mencapai US$77 miliar atau sekitar Rp1.198,3 triliun pada tahun ini.
Pertumbuhan ekonomi digital Indonesia pada tahun ini mencapai 22% atau lebih tinggi dibandingkan rata-ratanya di Asia Tenggara. Hanya saja, pertumbuhan tersebut melambat dibandingkan pada 2019 ke 2021 yang mencapai 25%.
Tidak hanya itu, pandemi juga mengerek adopsi aset kripto secara masif, termasuk derivasinya berupa DeFi dan Metaverse, dan memicu fenomena yang dikenal dengan sebutan cryptoization.
Disrupsi digital tidak lagi sebatas isu shadow banking, namun juga telah merambah pada isu shadow currency dan bahkan shadow central banking.
Dengan ini, masyarakat Indonesia mengenal perkembangan aset kripto sebagai alat tukar dan aset investasi meski dinilai tak stabil dan pergerakan yang fluktuatif.
Dari berbagai alasan ini serta potensi yang dimiliki Indonesia pada akhirnya mendorong BI untuk mengembangkan rupiah digital. Tujuannya, untuk memperkuat ekosistem keuangan digital dan menjaga stabilitas sistem keuangan dari ancaman eksternal seperti maraknya penggunaan mata uang kripto yang tak terawasi.
Langkah BI ini juga mengekor langkah bank sentral di dunia untuk mengembangkan mata uang digital atau Central Bank Digital Currency (CBDC) untuk memperluas inklusivitas keuangan, terutama di wilayah terluar yang tidak terjangkau layanan perbankan.
Penggunaan CBDC akan meningkatkan akses layanan keuangan digital, mencapai efisiensi dalam pembayaran baik secara nasional maupun internasional, dan mengurangi biaya transaksi.
Jika menilik data Badan Pusat Statistik (BPS), persentase pengguna telepon genggam di Indonesia terus bertumbuh mencapai 65,9% pada tahun 2021.
Dengan potensi ini, rupiah digital akan melengkapi alat tukar yang sudah lazim kita gunakan selama ini seperti uang kertas, uang logam, atau e-money. Untuk mendukung terbentuknya ekosistem keuangan digital.
Bank Indonesia (BI) telah meluncurkan white paper pengembangan central bank digital currency (CBDC) atau rupiah digital White paper diluncurkan sebagai langkah awal BI untuk mengembangkan rupiah digital sekaligus sebagai bentuk komunikasi kepada publik terkait rencana pengembangan rupiah digital.
Gubernur BI Perry Warjoyo memberi nama proyek pengembangan rupiah digital ini dengan julukan Proyek Garuda. Proyek ini bertujuan sebagai tanda kesiapan Indonesia untuk menyusul negara-negara yang telah mengimplementasi mata uang bank sentral.
Benar saja, sejak awal diangkat namanya terobosan ini tentunya menuai pro-kontra atau banyak pula yang masih menimbang-nimbang bagaimana BI bisa menjamin bahwa ini aman bagi setiap penduduk dan bagaimana urgensinya jika diterapkan.
Maka, diskursus tentang implementasi rupiah digital perlu menjadi perhatian dari berbagai pihak, terutama para pelaku pasar, untuk mereduksi interpretasi yang tidak tepat dan menimbulkan kekhawatiran.
Namun, optimisme yang tinggi terhadap potensi rupiah digital juga perlu disikapi dengan hati-hati untuk memastikan keamanan dan keberlanjutannya.
Meskipun pada dasarnya, inovasi ini pun tidak akan melupakan uang dari marwahnya sebagai alat tukar, penyimpanan nilai, serta satuan hitung.
Justru, ini akan membuat transaksi di era digital lebih fleksibel dan efisien karena mampu mengurangi biaya, jika dibandingkan uang kertas atau logam yang memiliki ongkos pembuatan karena harus dicetak terlebih dahulu.
Sebagai informasi, ada dua desain rupiah digital yang disiapkan oleh BI. Pertama adalah berbasis token (token-based CBDC), yang tergantung pada penerima untuk melakukan verifikasi objek pembayaran dan memungkinkan untuk dapat ditransaksikan secara luring. Metode ini diperuntukkan bagi transaksi hingga ambang batas tertentu dan terekam di alamat dompet pengguna.
Kedua adalah berbasis akun (account-based CBDC) yang membutuhkan verifikasi dan validasi identitas untuk melakukan pembayaran atau transfer, dan umumnya untuk transaksi dalam jumlah besar.
Dalam White Paper, tahapan pertama dalam pengembangan rupiah digital akan diterbitkan dalam jenis Rupiah Digital wholesale (w-Digital Rupiah) atau diluncurkan untuk grosir.
BI akan menunjuk badan atau lembaga keuangan bank atau non-bank sesuai kapabilitasnya untuk melakukan konversi rekening giro masing-masing, sehingga dapat mengubah nilai rekening menjadi rupiah digital tanpa mengubah nominal uang yang beredar di Indonesia.
Jenis kedua merupakan Digital Rupiah ritel (r-Digital Rupiah) untuk masyarakat, yang akan melengkapi transaksi penggunaan uang kertas, uang logam, maupun e-money.
Masyarakat dapat memiliki r-Digital Rupiah dengan menukarkan pada lembaga yang ditunjuk sebagai grosir. Dengan berpindah ke tangan konsumen, r-Digital rupiah dapat memfasilitasi transaksi keuangan secara nasional maupun internasional dengan cepat dan mudah sehingga mendorong pertumbuhan konsumsi.
Melihat Urgensi Rupiah Digital Dalam Waktu Dekat
Inovasi yang dirancang oleh Bank Indonesia (BI) ini mesti kita apresiasi. Bagaimanapun, ini adalah sebuah upaya untuk menjadikan Indonesia lebih maju mengingat digitalisasi saat ini memang berkembang pesat termasuk dalam hal pembayaran.
Namun, kalau kita bicara dalam waktu dekat urgensi penerapan rupiah digital ini masih belum begitu penting. Mengingat tantangan yang saat ini dihadapi adalah pemulihan ekonomi yang masih belum maksimal dan salah satunya ditunjukkan dari tingkat inflasi yang rendah dan masih berada di bawah kisaran sasaran bank sentral.
Tak hanya sampai di situ, tantangan juga datang dari kemungkinan normalisasi kebijakan moneter (tapering off) bank sentral Amerika Serikat (AS) The Federal Reserve (The Fed) yang menimbulkan ketidakpastian di pasar keuangan dan ini juga harus menjadi perhatian lebih BI.
Rupiah digital memang penting dikembangkan, namun BI tak perlu buru-buru dan harus mempertimbangkan keamanannya. Sebagai catatan, BI perlu menyusun skala prioritas terkait pemulihan ekonomi, burden sharing, tapering off, serta krisis lain.
Waktu yang lebih ideal untuk implementasi CBDC ini ketika permintaan sudah mulai pulih dan ekonomi mulai pulih. Ini juga tentu harus dibarengi dengan kesiapan dari berbagai pihak, yaitu BI dengan otoritas terkait dan juga kesiapan masyarakat dalam menggunakan rupiah digital.
Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, dari BI serta otoritas terkait harus siap membangun infrastruktur dan ekosistem pembayaran digital yang mumpmuni. Dalam hal ini, terkait dengan pemerataan teknologi digital sehingga CBDC bisa digunakan oleh seluruh masyarakat Indonesia secara merata.
Tak hanya itu, BI dan otoritas terkait juga harus menjamin keamanan data dan keamanan transaksi. Apalagi, salah satu masalah terbesar dari dunia digital adalah adanya peretas dan kebocoran data. Jangan sampai hal ini terjadi.
Kemudian, rupiah digital ini juga harus bisa diterima oleh masyarakat. Dalam hal ini BI bisa merangkul pihak-pihak terkait tak hanya perbankan, tetapi juga untuk menggencarkan penggunaan rupiah digital.
CNBC INDONESIA RESEARCH
[Gambas:Video CNBC]
Fakta! Di Dunia Cuma 3 Mata Uang Yang Menguat Lawan Dolar AS
(aum/aum)