
Waspada, Dolar AS Masih Perkasa

Pada perdagangan kemarin, IHSG terkoreksi 0,57%. Nilai transaksi tercatat Rp 7,37 triliun dengan volume 13,43 miliar unit saham. Frekuensi perdagangan adalah 407.092 kali.
Investor asing masih mencatatkan jual bersih, kali ini Rp 435 miliar. Penyebabnya adalah perkembangan global yang kurang menggembirakan.
Perang dagang, risiko besar yang menghantui pasar, kini sudah meluas ke perang investasi. Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump berencana untuk melarang perusahaan yang punya kepemilikan minimal 25% oleh pihak China untuk berinvestasi di perusahaan-perusahaan teknologi strategis di AS.
"Pernyataan akan segera keluar dan itu (pelarangan investasi) tidak spesifik kepada China, tetapi kepada semua negara yang mencoba mencuri teknologi kami," tegas Menteri Keuangan AS Steve Mnuchin melalui kicauan di Twitter.
Pernyataan Mnuchin ini pun diamini oleh Juru Bicara Gedung Putih Sarah Sanders. "Seperti yang dikatakan Menteri (Mnuchin), sebuah pengumuman akan diberikan yang isinya menargetkan seluruh negara yang mencoba mencuri teknologi kami," katanya, seperti dikutip dari CNBC International.
Derasnya tekanan dari sisi eksternal berhasil memaksa investor untuk melepas saham-saham berkapitalisasi pasar besar, utamanya yang berasal dari sektor jasa keuangan. Sektor ini melemah 2,03%, menjadikannya kontributor terbesar bagi koreksi IHSG. Saham-saham sektor jasa keuangan yang dilepas investor di antaranya BBCA (-3,72%), BBRI (-2,42%), BMRI (-1,12%), BBNI (-2,05%), dan BDMN (-3,45%).
Sentimen serupa juga menjadi penyebab koreksi di sejumlah bursa saham Asia. Indeks Shanghai Composite turun 0,51%, Hang Seng melemah 0,28%, dan Kospi berkurang 0,3%.
Selain faktor eksternal, penurunan IHSG juga disebabkan oleh aksi ambil untung setelah sehari sebelumnya IHSG mampu menguat. Kenaikan IHSG sebelumnya ditopang oleh pesatnya laju impor, yang dilihat pasar sebagai pertanda geliat ekonomi domestik, terutama konsumsi masyarakat.
Sepanjang Mei 2018, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat impor barang konsumsi melonjak hingga 14,88% dibandingkan bulan sebelumnya. Sementara dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya, ada lompatan sebesar 34%.
Namun, investor juga nampaknya mulai mewaspadai bahwa derasnya impor barang konsumsi pada bulan lalu didorong oleh one-time event, yakni Ramadan-Idul Fitri. Konfirmasi lebih lanjut memang diperlukan guna menentukan apakah konsumsi masyarakat Indonesia sudah benar-benar membaik atau belum.
Sektor barang konsumsi melemah 0,27%, menjadikannya kontributor terbesar kedua bagi koreksi IHSG. Saham-saham sektor barang konsumsi yang terkena ambil untung di antaranya UNVR (-1%) dan GGRM (-1,92%).
Dari Wall Street, tiga indeks utama berhasil bangkit setelah terkoreksi lumayan dalam pada perdagangan kemarin. Dow Jones Industrial Average (DJIA) naik 0,12%, S&P 500 menguat 0,22%, dan Nasdaq bertambah 0,43%. Kenaikannya memang masih relatif terbatas.
Laju Wall Street didukung oleh saham-saham sektor energi yang naik sampai 1,4%. Penyebabnya adalah kenaikan harga minyak akibat desakan AS agar negara-negara sekutunya menghentikan impor impor minyak dari Iran.
Mengutip Reuters, seorang pejabat senior di pemerintahan Presiden Trump menyebutkan Washington ingin agar negara-negara sekutunya, termasuk China dan India, untuk menghentikan impor minyak dari Negeri Persia mulai November. Tujuannya adalah agar akses pendanaan bagi Teheran semakin terbatas.
"Kami meminta mereka untuk menuju nol (impor minyak dari Iran). Kami akan mengisolasi sumber-sumber dana bagi Iran dan kami akan tunjukan aksi jahat mereka di berbagai negara," tegas sang pejabat.
AS rencananya akan kembali mengenakan sanksi kepada Iran pada 4 November. Menurut sumber tersebut, Gedung Putih akan mengirim utusan ke Timur Tengah pekan depan untuk memastikan pasokan minyak dunia tetap aman setelah pasokan dari Iran diputus.
Namun kabar tersebut tetap membuat investor menyangsikan pasokan minyak dunia jika produksi dari Iran benar-benar tidak bisa masuk ke pasar. Kekhawatiran kekurangan produksi membuat harga minyak terkerek ke atas.
Kenaikan harga minyak menjadi sentimen positif bagi saham-saham sektor energi. Saham Chevron naik 1,26% dan Exxon menguat 1,13%. Keduanya menjadi motor penggerak di Wall Street.
Kekhawatiran perang dagang juga sedikit mereda, meski belum betul-betul sirna dan bisa datang kapan saja. Pasalnya Kanada dikabarkan tengah menyiapkan kebijakan kuota dan bea masuk untuk impor baja, terutama dari China.
Hal ini ditempuh untuk mencegah membanjirnya baja asal China, karena Negeri Tirai Bambu sulit menembus pasar AS. Aura saling proteksi pasar dalam negeri masih sangat terasa.
Kemudian saham Harley-Davidson masih melanjutkan koreksi, tetapi lebih melandai yaitu hanya 0,6%. Rencana pabrikan moge (motor gede) ini untuk memindahkan fasilitas produksi demi menghindari bea masuk di Eropa membuat Trump geram.
"Harley-Davidson tidak akan pernah dibuat di negara lain, tidak akan! Para karyawan dan konsumen mereka sudah marah (karena rencana pemindahan fasilitas produksi). Kalau mereka pindah, lihat saja. Itu akan menjadi awal dari akhir, mereka akan menyerah. Aura mereka akan hilang dan mereka akan dikenakan pajak!" tegas Trump, seperti biasa, melalui cuitan di Twitter.
Trump tidak menjelaskan pajak seperti apa yang bakal dikenakan kepada Harley-Davidson dan mengapa mereka harus membayarnya. Gedung Putih pun belum memberikan penjelasan lebih lanjut.
Untuk perdagangan hari ini, hijaunya Wall Street bisa menjadi sentimen positif bagi IHSG. Dinamika di Wall Street biasanya akan memberi warna bagi jalannya bursa Asia, termasuk Indonesia.
Seperti halnya di Wall Street, kenaikan harga minyak juga bisa menjadi sentimen positif bagi bursa saham Indonesia. Emiten migas dan pertambangan akan lebih diapresiasi saat harga minyak naik.
Namun, investor perlu waspada karena penguatan dolar AS kemungkinan masih berlanjut. Kemarin, rupiah melemah 0,16% di hadapan greenback.
Pada pukul 04:14 WIB pagi ini, Dollar Index (yang mengukur posisi dolar AS di hadapan enam mata uang utama) menguat hingga 0,42%. Bahkan sebelumnya indeks ini sempat naik 0,52% dan mencapai titik tertingginya dalam empat hari terakhir yaitu di 94,764.
Meski belum benar-benar selesai, setidaknya sentimen perang dagang yang mereda membuat investor mulai berani mengambil risiko. Akibatnya, investor mulai melepas mata uang yen Jepang (yang dinilai sebagai salah satu aset aman/safe haven) untuk kembali ke pelukan dolar AS.
Apalagi peluang Bank Sentral AS, The Federal Reserve/The Fed, untuk menaikkan suku bunga lebih agresif masih terbuka. Robert Kaplan, Presiden The Fed Dallas, memberi petunjuk bahwa bank sentral masih akan menaikkan suku bunga hingga ke level yang tidak lagi akomodatif.
Untuk saat ini, Kaplan menilai sikap (stance) kebijakan moneter The Fed masih akomodatif sebab suku bunga yang sekarang masih mampu untuk merangsang tumbuhnya aktivitas ekonomi. Suku bunga acuan AS saat ini adalah 1,75-2%. Menurut Kaplan, suku bunga yang dinilai tidak lagi menjadi stimulus bagi perekonomian ada di 2,5-2,75%.
"Oleh karena itu, menurut saya The Fed masih akomodatif untuk saat ini," ujarnya, seperti dikutip dari Reuters.
Pernyataan Kaplan menjadi bensin full tank bagi greenback. Investor membaca The Fed akan cenderung terus menaikkan suku bunga acuan sampai ke level yang disebut Kaplan tidak lagi akomodatif. Kenaikan suku bunga acuan tentu menjadi kabar gembira untuk setiap mata uang, karena kenaikan suku bunga akan menjangkar ekspektasi inflasi sehingga nilai mata uang bisa naik.
Apalagi saat ini The Fed seakan tanpa lawan, karena bank sentral di negara maju lainnya belum seagresif mereka. Bank Sentral Uni Eropa (European Central Bank/ECB) memang akan mengurangi stimulus moneter pada September dan mengakhirinya pada Desember. Namun soal kenaikan suku bunga, investor memperkirakan paling cepat terjadi pada September 2019.
Sementara Bank Sentral Jepang (Bank of Japan/BoJ) masih bersabar dan menahan diri menerapkan suku bunga negatif. BoJ menilai perekonomian Negeri Matahari Terbit masih butuh stimulus moneter untuk mendorong konsumsi masyarakat, yang tercermin dari percepatan laju inflasi.
Sampai saat ini, laju inflasi di Jepang belum menunjukkan tanda-tanda akselerasi yang stabil. Bahkan BoJ menurunkan target inflasi mereka untuk tahun ini dari 1% menjadi 0,5-1%.
Saat dolar AS menguat, mata uang lainnya tentu akan tertekan termasuk rupiah. Depresiasi rupiah akan membuat berinvestasi di aset-aset berbasis mata uang ini menjadi kurang menarik karena nilainya turun.
Tekanan jual, terutama oleh investor asing, bisa marak terjadi kala rupiah terdepresiasi. Ini tentu bukan kabar gembira bagi IHSG.
Berikut adalah peristiwa-peristiwa yang akan terjadi hari ini:
- Pidato Gubernur Bank of England Mark Carney (15:30).
- Rilis data pemesanan barang tahan lama AS periode Mei 2018 (19:30).
- Rilis data cadangan minyak mentah AS dalam sepekan hingga tanggal 22 Juni 2018 (21:30).
Perusahaan | Jenis Kegiatan | Waktu |
PT Indah Kiat Pulp & Paper Tbk (INKP) | RUPS Tahunan | 09:30 |
PT Global Mediacom Tbk (BMTR) | RUPSLB | 10:00 |
PT Inter Delta Tbk (INTD) | RUPS Tahunan | 10:00 |
PT ICTSI Jasa Prima Tbk (KARW) | RUPS Tahunan | 10:00 |
PT Trust Finance Indonesia Tbk (TRUS) | RUPS Tahunan | 10:00 |
PT Reliance Sekuritas Indonesia Tbk (RELI) | RUPSLB | 10:00 |
PT Malindo Feedmill Tbk (MAIN) | RUPS Tahunan | 10:00 |
PT Soechi Lines Tbk (SOCI) | RUPS Tahunan | 10:00 |
PT Bank Yudha Bhakti Tbk (BBYB) | RUPSLB | 10:00 |
PT LCK Global Kedaton Tbk (LCKM) | RUPS Tahunan | 10:00 |
PT Pabrik Kertas Tjiwi Kimia Tbk (TKIM) | RUPS Tahunan | 11:00 |
PT Campina Ice Cream Industry Tbk (CAMP) | RUPS Tahunan | 11:00 |
PT Sigmagold Inti Perkasa Tbk (TMPI) | RUPS Tahunan | 14:00 |
PT Golden Eagle Energy Tbk (SMMT) | RUPS Tahunan | 14:00 |
PT Exploitasi Energi Indonesia Tbk (CNKO) | RUPS Tahunan | 14:00 |
PT Mitra Keluarga Karyasehat Tbk (MIKA) | RUPS Tahunan | 14:00 |
PT First Indo American Leasing Tbk (FINN) | RUPS Tahunan | 14:00 |
PT Ayana Land International Tbk (NASA) | RUPS Tahunan | 14:00 |
PT Bumi Serpong Damai Tbk (BSDE) | RUPSLB | 15:00 |
PT MNC Investama Tbk (BHIT) | RUPS Tahunan | 15:30 |
Berikut perkembangan sejumlah bursa saham utama:
Indeks | Close | % Change | % YtD |
IHSG | 5,825.65 | (0.57) | (8.34) |
LQ45 | 910.65 | (0.89) | (15.63) |
DJIA | 24,283.11 | 0.12 | (1.76) |
CSI300 | 3,530.98 | (0.83) | (12.40) |
Hang Seng | 28,881.40 | (0.28) | (3.47) |
Nikkei 225 | 22,342.00 | 0.02 | (1.86) |
Straits Times | 3,280.87 | 0.61 | (3.59) |
Berikut perkembangan nilai tukar sejumlah mata uang:
Mata Uang | Close | % Change | % YoY |
USD/IDR | 14,173 | 0.16 | 6.36 |
EUR/USD | 1.16 | (0.44) | 2.75 |
GBP/USD | 1.32 | (0.39) | 3.18 |
USD/CHF | 0.99 | 0.37 | 3.18 |
USD/CAD | 1.33 | 0.07 | 0.81 |
USD/JPY | 110.06 | 0.28 | (2.02) |
AUD/USD | 0.74 | (0.28) | (2.51) |
Berikut perkembangan harga sejumlah komoditas:
Komoditas | Close | % Change | % YoY |
Minyak Light Sweet (US$/barel) | 70.83 | 3.85 | 60.16 |
Minyak Brent (US$/barel) | 76.59 | 2.45 | 64.16 |
Emas (US$/troy ons) | 1,258.74 | (0.50) | 0.93 |
CPO (MYR/ton) | 2,280.00 | (0.65) | (11.80) |
Batu bara (US$/ton) | 109.23 | 0.60 | 39.32 |
Tembaga (US$/pound) | 2.99 | (0.03) | 12.90 |
Nikel (US$/ton) | 15,180.50 | 0.00 | 64.78 |
Timah (US$/ton) | 20,125.00 | (1.35) | 4.38 |
Karet (JPY/kg) | 165.40 | 1.22 | (15.09) |
Kakao (US$/ton) | 2,412.00 | (0.86) | 33.06 |
Berikut perkembangan imbal hasil (yield) Surat Berharga Negara:
Tenor | Yield (%) |
5Y | 7.38 |
10Y | 7.61 |
15Y | 8.07 |
20Y | 8.08 |
30Y | 7.93 |
Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:
Indikator | Tingkat |
Pertumbuhan ekonomi (Q I-2018 YoY) | 5.06% |
Inflasi (Mei 2018 YoY) | 3.23 |
Defisit anggaran (APBN 2018) | -2.19% PDB |
Transaksi berjalan (Q I-2018) | -2.15% PDB |
Neraca pembayaran (Q I-2018) | -US$ 3.85 miliar |
Cadangan devisa (Mei 2018) | US$ 122.9 |
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji) Next Article Kalau Trump Saja Bisa Kena Covid, Apa Kabar Kita-kita?
