
Hati-hati Tergoda Profit Taking

Kemarin, IHSG ditutup melonjak 1,23%. Nilai transaksi tercatat sebesar Rp 10,8 triliun dengan volume 13 miliar saham. Frekuensi perdagangan adalah 495.029 kali.
Sejumlah sentimen positif mewarnai perdagangan kemarin, khususnya dari sisi eksternal. Meredanya ketegangan politik di Italia setelah Giuseppe Conte dilantik sebagai Perdana Menteri membuat pelaku pasar lega. Setidaknya Italia kini sudah memiliki pemerintahan, meski arah kebijakan ke depan masih perlu dicermati.
Selain itu, rencana pertemuan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump dan Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un semakin matang. Hotel bintang lima Shangri-La yang berlokasi di Singapura bahkan sudah diperkirakan akan menjadi lokasi pertemuan bersejarah tersebut.
Ademnya situasi geopolitik membuat investor asing percaya diri untuk masuk ke bursa saham Indonesia. Investor asing melakukan beli bersih senilai Rp 89,1 miliar. Saham-saham yang paling banyak diburu oleh investor asing di antaranya TLKM (Rp 261,2 miliar), INKP (Rp 186,3 miliar), DAYA (Rp 100,7 miliar), PTBA (Rp 82,8 miliar), dan UNTR (Rp 26,5 miliar).
Tidak hanya di Indonesia, investor asing pun berbondong-bondong masuk ke pasar saham Asia. Ini tentu memperkuat indeks saham masing-masing negara. Nikkei 225 menguat 0,28%, Shanghai Composite naik 0,75%, Hang Seng bertambah 0,31%, Kospi surplus 0,25%, dan Straits Times tumbuh 0,45%.
Dari Wall Street, kinerja tiga indeks utama bervariasi dalam rentang terbatas. Dow Jones Industrial Average (DJIA) turun tipis 0,06%, S&P 500 naik 0,07%, dan Nasdaq menguat 0,41%.
Perdagangan memang berlangsung kurang semarak, dengan volume 6,58 miliar unit saham. Di bawah rata-rata 20 sesi perdagangan terakhir yaitu 6,64 miliar unit saham.
Saham-saham teknologi masih menjadi tulang punggung di Wall Street. Harga saham Twitter melonjak 5,1%, Amazon naik 1,9%, Netflix bertambah 1,1%, sementara Apple menguat 0,8%.
Namun saham-saham perbankan justru menjadi pemberat, di mana saham Bank of America dan Citibank melemah 0,9%. Sepertinya investor lebih memilih masuk ke pasar obligasi ketimbang membeli saham emiten perbankan. Ini terlihat dari imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS tenor 10 tahun yang turun dari 2,937% ke 2,9259%.
Investor nampak berhati-hati dalam beraktivitas di pasar saham, karena mengantisipasi pertemuan The Federal Reserve/The Fed pada 13 Juni mendatang. Kemungkinan besar The Fed akan menaikkan suku bunga acuan 25 basis poin menjadi 1,75-2%. Probabilitasnya mencapai 93,8%, menurut CME Federal Funds Futures.
Tanda-tanda ke arah sana semakin kuat karena kondisi ekonomi dan ketenagakerjaan di Negeri Paman Sam kian membaik. ISM Non-Manufacturing Employment Index periode Mei tercatat 54,1, naik dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar 53,6. Kemudian ISM Non-Manufacturing Paid Index juga naik ke 64,3 dari sebelumnya 61,8.
"Ada sedikit lonjakan. Sepertinya kita akan mulai melihat inflasi terakselerasi," ujar Liz Ann Sonders, Chief Investment Strategist di Charles Schwab Corp yang berbasis d New York, seperti dikutip Reuters.
Perkembangan ini membuat gerak Wall Street terbatas. Ke depan, setiap kata dari para pejabat The Fed akan menjadi perhatian dan menjadi penentu pergerakan pasar.
Untuk perdagangan hari ini, investor patut mencermati sejumlah risiko. Pertama adalah masih adanya hawa ketegangan di bidang perdagangan.
Meksiko sudah menerapkan bea masuk untuk membalas kebijakan serupa yang diterapkan oleh AS. Kini, impor daging babi, apel, dan kentang dikenakan bea masuk 20%. Kemudian baja harus membayar 25%. Sementara keju dan bourbon wajib membayar bea masuk 25%.
Untuk menyelesaikan friksi dagang dengan para tetangganya, Presiden Trump berniat untuk menggantikan skema Perjanjian Perdagangan Bebas Amerika Utara (NAFTA) dengan kesepakatan bilateral. "Presiden tengah mencari jalan terbaik untuk mendapatkan keuntungan terbesar bagi AS. Apakah itu melalui NAFTA atau jalan lain, pilihan-pilihan itu ada," kata Sarah Sanders, Juru Bicara Gedung Putih, seperti dikutip dari Reuters.
Namun upaya membuat kesepakatan bilateral sepertinya tidak akan mulus karena Meksiko dan Kanada menolak. "Saya masih percaya dengan NAFTA. Kami akan terus bekerja dan melindungi kepentingan Kanada," tegas Justin Trudeau, Perdana Menteri Kanada.
Meski hubungan dagang AS dengan para tetangganya sedang kurang akur, tetapi dengan China justru ada sedikit kemajuan. ZTE, perusahaan teknologi asal China, menandatangani kesepakatan awal yang bisa mencabut sanksi terhadap mereka.
Perjanjian tersebut meliputi komitmen membayar sanksi denda U$ 1 miliar plus US$ 400 juta. Selain itu, ZTE juga sepakat untuk memperbolehkan pengawas dari pihak AS mendatangi pabrik mereka untuk memastikan komponen buatan Negeri Adidaya benar-benar digunakan. ZTE juga wajib mencantumkan besaran kandungan lokal AS dalam produk mereka di situs resmi, serta merombak jajaran direksi dalam 30 hari ke depan.
Dengan kesepakatan ini, ZTE bisa terbebas dari sanksi yang sebelumnya dijatuhkan yaitu larangan menjual produk di AS selama tujuh tahun. Vonis ini diberikan setelah ZTE terbukti bersalah mengirimkan produk secara ilegal ke Korea Utara dan Iran.
Pengampunan terhadap ZTE bisa menjadi pintu masuk yang signifikan bagi negosiasi dagang AS-China. Beijing memang dikabarkan ngotot agar sanki terhadap ZTE dicabut terlebih dulu sebelum masuk ke negosiasi perdagangan yang lebih luas. Jadi, mungkin inilah saatnya AS dan China bisa memulai negosiasi dagang yang substansial.
Investor sepertinya layak untuk terus mencermati perkembangan isu perdagangan ini. Ketika tensi semakin panas, maka perdagangan dan pertumbuhan ekonomi dunia dipertaruhkan. Kepala Ekonom S&P Global Paul Gruenwald memperkirakan pertumbuhan ekonomi dunia bisa berkurang sekitar 1% jika perang dagang benar-benar terjadi. Tentu bukan kabar baik buat pasar keuangan.
Risiko kedua adalah semakin dekatnya pertemuan The Fed, tinggal seminggu lagi. Biasanya jelang pertemuan The Fed, investor cenderung menahan diri sehingga menghambat laju bursa saham.
Ini sudah terlihat di Wall Street, di mana perdagangan berlangsung tipis. Jika virus kehati-hatian ini menular ke Asia, maka laju bursa saham Benua Kuning pun ikut terhambat.
Sementara dari dalam negeri, investor perlu memantau rilis data Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) periode Mei. Data ini menggambarkan optimisme masyarakat Indonesia terhadap kondisi perekonomian saat ini dan pada beberapa bulan mendatang.
Sebagai catatan, IKK sepanjang tiga bulan pertama tahun ini terus turun, walaupun masih berada di level yang optimistis (di atas 100). IKK baru naik pada April menjadi 122,2, dari bulan sebelumnya 121,6. Jika ada kejutan positif dari data ini, saham sektor barang konsumsi bisa mendapatkan momentum kenaikan, yang gagal diraih saat rilis data inflasi.
Tidak banyak sentimen yang bisa menggerakkan pasar hari ini. Oleh karena itu, pelaku pasar perlu waspada karena bisa jadi hari ini adalah saatnya konsolidasi.
Apalagi IHSG sudah menguat lumayan tajam dalam dua hari terakhir. Godaan untuk ambil untung (profit taking) kian besar dan ini patut diwaspadai. Berikut adalah peristiwa-peristiwa yang akan terjadi hari ini:
- Rilis data Indeks Keyakinan Konsumen Indonesia periode Mei (tentatif).
- Rilis data pertumbuhan ekonomi Australia kuartal I-2018 (08:30 WIB).
- Rilis data cadangan minyak mentah AS dalam sepekan hingga tanggal 1 Juni (21:30 WIB).
Perusahaan | Jenis Kegiatan | Waktu |
PT Protech Mitra Perkasa Tbk (OASA) | RUPS Tahunan | 08:30 |
PT Ristia Bintang Mahkotasejati Tbk (RMBA) | RUPS Tahunan | 09:00 |
PT Kobexindo Tractors Tbk (KOBX) | RUPS Tahunan | 09:00 |
PT Jasa Armada Indonesia Tbk (IPCM) | RUPS Tahunan | 09:30 |
PT Indo Kordsa Tbkk (BRAM) | RUPS Tahunan | 10:00 |
PT Cita Mineral Investindo Tbk (CITA) | RUPS Tahunan | 10:00 |
PT Wicaksana Overseas International Tbk (WICO) | RUPS Tahunan | 10:00 |
PT Trimegah Sekuritas Indonesia Tbk (TRIM) | RUPS Tahunan | 10:00 |
PT Bank Capital Indonesia Tbk (BACA) | RUPS Tahunan | 10:00 |
PT Prasidha Aneka Niaga Tbk (PSDN) | RUPS Tahunan | 11:00 |
PT Bank Of India Indonesia Tbk (BSWD) | RUPSLB | 11:00 |
PT Fast Food Indonesia Tbk (FAST) | RUPS Tahunan | 11:00 |
PT Jaya Real Property Tbk (JRPT) | RUPS Tahunan | 13:00 |
PT Skybee Tbk (SKYB) | RUPS Tahunan | 13:00 |
PT Gema Grahasarana Tbk (GEMA) | RUPS Tahunan | 13:30 |
PT FKS Multi Agro Tbk (FISH) | RUPS Tahunan | 14:00 |
PT Asia Pacific Investama Tbk (MYTX) | RUPS Tahunan | 14:00 |
PT Mitra Pinasthika Mustika Tbk (MPMX) | RUPS Tahunan | 14:00 |
PT Mahaka Media Tbk (ABBA) | RUPS Tahunan | 15:30 |
PT Media Nusantara Citra Tbk (MNCN) | Earnings Call | 16:30 |
Berikut perkembangan sejumlah bursa saham:
Indeks | Close | % Change | % YTD |
IHSG | 6,088.79 | 1.23 | (4.20) |
LQ45 | 973.87 | 1.22 | (9.78) |
DJIA | 24,799.98 | (0.06) | 0.33 |
CSI300 | 3,845.54 | 1.00 | (4.60) |
Hang Seng | 31,093.45 | 0.31 | 3.92 |
Nikkei 225 | 22,539.54 | 0.28 | (0.99) |
Straits Times | 3,483.16 | 0.45 | 2.36 |
Berikut perkembangan nilai tukar sejumlah mata uang:
Mata Uang | Close | % Change | % YoY |
USD/IDR | 13,874 | (0.05) | 4.34 |
EUR/USD | 1.17 | 0.16 | 3.96 |
GBP/USD | 1.34 | 0.66 | 3.82 |
USD/CHF | 0.98 | (0.30) | 2.29 |
USD/CAD | 1.29 | 0.31 | (3.58) |
USD/JPY | 109.87 | 0.06 | 0.34 |
AUD/USD | 0.76 | (0.36) | 1.40 |
Berikut perkembangan harga sejumlah komoditas:
Komoditas | Close | % Change | % YoY |
Minyak Light Sweet (US$/barel) | 65.56 | 1.11 | 36.04 |
Minyak Brent (US$/barel) | 75.11 | (0.27) | 49.82 |
Emas (US$/troy ons) | 1,296.95 | 0.41 | 0.26 |
CPO (MYR/ton) | 2,405.00 | (0.37) | (12.16) |
Batu bara (US$/ton) | 107.47 | (0.65) | 38.62 |
Tembaga (US$/pound) | 3.19 | 2.41 | 25.65 |
Nikel (US$/ton) | 15,380.50 | 0.00 | 74.46 |
Timah (US$/ton) | 20,575.00 | (0.84) | 4.60 |
Karet (JPY/kg) | 170.10 | (1.73) | (14.91) |
Kakao (US$/ton) | 2,293.00 | (2.47) | 15.90 |
Berikut perkembangan imbal hasil (yield) Surat Berharga Negara:
Tenor | Yield (%) |
5Y | 6.86 |
10Y | 7.05 |
15Y | 7.50 |
20Y | 7.59 |
30Y | 7.84 |
Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:
Indikator | Tingkat |
Pertumbuhan ekonomi (Q I-2018 YoY) | 5.06% |
Inflasi (Mei 2018 YoY) | 3.23% |
Defisit anggaran (APBN 2018) | -2.19% PDB |
Transaksi berjalan (Q I-2018) | -2.15% PDB |
Neraca pembayaran (Q I-2018) | -US$ 3.85 miliar |
Cadangan devisa (April 2018) | US$ 124.9 miliar |
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji) Next Article Kalau Trump Saja Bisa Kena Covid, Apa Kabar Kita-kita?
