Newsletter

Trump Tabuh Genderang Perang Dagang

Anthony Kevin & Raditya Hanung, CNBC Indonesia
02 March 2018 07:07
Trump Tabuh Genderang Perang Dagang
Presiden AS Donald Trump (foto: CNBC)
  • IHSG menguat 0,13% pada perdagangan kemarin.
  • Bursa Asia ditutup mixed, Nikkei melemah hingga lebih dari 1%.
  • Wall Street kembali terkoreksi cukup dalam.
  • Pernyataan Trump mengenai bea masuk bisa sebabkan perang dagang. 

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mampu menguat 0,13% pada perdagangan kemarin. Penguatan IHSG ditopang oleh kinerja emiten yang cukup solid. 

IHSG ditutup menguat 0,13% ke 6.606,05 poin pada perdagangan kemarin. Empat sektor saham ditutup naik, dipimpin oleh sektor aneka industri yang meroket hingga 4,26%, sementara enam sektor lainnya melemah. 

Transaksi berlangsung semarak dengan nilai Rp 9,36 triliun. Sebanyak 172 saham ditutup menguat, 176 saham melemah, sementara 206 lainnya stagnan. 

Namun investor asing mencatatkan jual bersih senilai Rp 673,56 miliar. BBCA (Rp 338,65 miliar), ASII (Rp 146 miliar), BBRI (Rp 64,28 miliar), SCMA (Rp 38,15 miliar), dan VIVA (Rp 36,6 miliar) merupakan saham-saham yang paling banyak dilepas oleh investor asing. 

Terdapat beberapa faktor menjadi penopang penguatan IHSG pada perdagangan kemarin. Pertama, kuatnya kinerja keuangan perusahaan-perusahaan yang baru-baru ini diumumkan, utamanya yang berkapitalisasi pasar besar.  

UNTR, misalnya, mengumumkan kenaikan laba bersih sebesar 48% menjadi Rp 7,4 triliun pada tahun 2017. Peningkatan tersebut disebabkan oleh harga batu bara yang menguat secara signifikan sepanjang tahun. Harga saham UNTR ditutup naik 2,6% menjadi Rp 36.525. 

Kedua, inflasi yang lebih rendah dari ekspektasi. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat inflasi Indonesia sepanjang bulan lalu adalah sebesar 0,17% secara bulanan dan 3,18% secara tahunan. Sedikit lebih rendah dibandingkan konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia sebesar 0,2% bulanan dan 3,23% tahunan. 

Rendahnya inflasi lantas memberikan angin segar, mengingat pelemahan rupiah yang terjadi saat ini sangat mungkin menekan daya beli masyarakat ke depannya. Selain itu, inflasi yang masih terkendali juga masih memberikan peluang bagi Bank Indonesia (BI) untuk masih akan bersikap netral dan menahan suku bunga acuan.  

Penguatan IHSG terjadi di tengah bursa saham regional yang diperdagangkan variatif. Kekhawatiran akan kenaikan suku bunga acuan Amerika Serikat (AS) yang lebih agresif dari perkiraan masih membebani pasar.  

Indeks Shanghai naik 0,44%, Hang Seng naik 0,65%, dan KLCI naik 0,25%. Sementara Nikkei 225 turun 1,56% dan Straits Time melemah 0,27%. 

Indeks China yang mampu menguat disokong oleh data indeks manufaktur Caixin (Caixin PMI) periode Februari yang tercatat sebesar 51,6, berada di atas konsensus yang dihimpun Reuters sebesar 51,3. Pencapaian tersebut nampaknya cukup mujarab, mengingat rilis data indeks manufaktur resmi dari pemerintah China sehari sebelumnya, tercatat lebih rendah dari ekspektasi. Sementara dari Wall Street, tren koreksi belum terputus. Indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) turun 1,68%, S&P 500 melemah 1,33%, dan Nasdaq terkoreksi 1,27%. 

Wall Street mendapat serangan bertubi-tubi. Pertama adalah komentar Presiden AS Donald Trump yang akan mengenakan bea masuk bagi impor baja dan alumunium sebesar masing-masing 25% dan 10% demi melindungi industri dalam negeri. Trump menegaskan kebijakan ini akan diumumkan pekan depan. 

Pasar mencemaskan hal ini akan menyebabkan biaya impor bahan baku menjadi mahal sehingga membebani kinerja korporasi. Selain itu, pasar juga khawatir langkah ini akan memicu perang dagang karena bukan tidak mungkin negara-negara lain seperti China, Kanada, dan Uni Eropa menerapkan kebijakan serupa. 

Serangan kedua adalah dari The Federal Reserve/The Fed. Presiden The Fed New York William Dudley dalam pidatonya dalam sebuah seminar di Sao Paolo (Brasil) mengatakan bukan tidak mungkin akan ada kena empat kali kenaikan suku bunga acuan tahun ini, dan itu dilakukan secara bertahap. 

"Jika ada kenaikan suku bunga acuan empat kali, maka saya rasa itu akan bertahap," katanya. Kebijakan moneter ketat akan diimbangi oleh fiskal yang stimuatif, sehingga pada perekonomian AS tetap akan ekspansif. 

"Ada stimulus fiskal yang besar baik dari pengurangan tarif pajak maupun kenaikan belanja negara. Kebijakan fiskal telah bergerak stimulatif sehingga kekhawatiran terhadap pertumbuhan ekonomi AS seharusnya berkurang," papar Dudley. 

Pernyataan Dudley lagi-lagi membuat pasar saham menekan tombol panik. Pelemahan yang terjadi selama tiga hari beruntun menyebabkan DJIA sudah menghabiskan "tabungan" penguatan sepanjang 2018. Kini secara year to date (YtD), DJIA sudah minus 0,45%. 

Meski pasar saham terkoreksi cukup dalam, dolar AS juga malah ikut melemah tajam. Penyebabnya adalah pernyataan Trump soal bea masuk untuk baja dan alumunium, yang bisa memicu perang dagang.  

Jika sampai perdagangan AS seret, maka pasti akan berpengaruh terhadap pasokan dolar AS sehingga mata uang ini terancam. Potensi ini yang dibaca oleh pasar sehingga greenback terhempas oleh aksi jual. Untuk perdagangan hari ini, terdapat sejumlah isu yang bisa membuat IHSG berbalik melemah. Pertama tentunya sentimen negatif dari koreksi Wall Street yang bisa menulari bursa Asia, termasuk Indonesia. 

Kedua adalah risiko perang dagang global akibat pernyataan Trump. AS merupakan salah satu mitra dagang utama Indonesia, sehingga kebijakan proteksionis Negeri Paman Sam bisa mengancam ekspor Indonesia. 

Ketiga adalah harga komoditas. Tidak hanya pasar saham dan dolar AS, pernyataan Trump juga memakan "korban" lain yaitu harga minyak. Dengan biaya bahan baku baja dan alumunium yang berpotensi lebih mahal akibat bea masuk, industri migas pun akan terkena dampak negatif. Ini menjadi sentimen pendorong pelemahan harga minyak. 

Sementara sentimen positif yang bisa saja membuat IHSG melanjutkan penguatannya adalah inflasi domestik yang masih terkendali. Investor sampai saat ini bisa meyakini bahwa daya beli masyarakat masih terjaga sehingga tidak menekan kinerja korporasi. 

Kedua adalah perkembangan nilai tukar. Dolar AS sedang kehilangan pijakan akibat ancaman perang dagang, yang bisa dimanfaatkan oleh rupiah untuk berbalik arah. 

Selain itu, pasar juga bisa tenang karena BI terus melakukan upaya untuk menjaga nilai tukar rupiah sesuai fundamentalnya. Kemarin, Direktur Eksekutif Pengelolaan Moneter BI Doddy Zulverdi menegaskan bahwa nilai tukar rupiah di kisaran Rp 13.800/US$ sudah tidak sejalan dengan fundamental dan bank sentral melakukan intervensi di pasar untuk menstabilkan nilai tukar. 

Lalu, pasar juga bisa mencermati rilis kinerja sejumlah emiten yang akan diumumkan hari ini seperti KIOS, MKNT, dan INCO. Laporan keuangan yang memuaskan tentu akan menjadi suntikan tenaga bagi IHSG. Berikut adalah peristiwa-peristiwa yang akan terjadi hari ini:
  • Rilis indeks kontruksi PMI Inggris periode Februari 2018 (16.30).
  • Testimoni Perdana Menteri Inggris Theresa May (tentatif).
Berikut perkembangan sejumlah bursa saham dunia:
Trump Tabuh Genderang Perang Dagang
Berikut perkembangan nilai tukar sejumlah mata uang:
Trump Tabuh Genderang Perang Dagang
Berikut perkembangan harga sejumlah komoditas:
Trump Tabuh Genderang Perang Dagang
Berikut perkembangan imbal hasil Surat Berharga Negara:
Trump Tabuh Genderang Perang Dagang
Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:
Trump Tabuh Genderang Perang Dagang

(aji/aji) Next Article Kalau Trump Saja Bisa Kena Covid, Apa Kabar Kita-kita?

Tags


Related Articles
Recommendation
Most Popular