
Badai Belum Berlalu

- IHSG ditutup melemah tipis pada perdagangan kemarin.
- Bursa Asia ditutup di jalur merah dengan koreksi signifikan.
- Wall Street masih melanjutkan koreksi, yang bisa menular ke Asia.
Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup melemah tipis pada perdagangan kemarin. iHSG (dan bursa Asia pada umumnya) tertular virus koreksi dari Wall Street akibat pidato perdana Gubernur The Federal Reserve/The Fed Jerome Powell.
Pada perdagangan kemarin, IHSG ditutup terkoreksi 0,03% ke 6.597,22. Dari 10 sektor saham, sebenarnya hanya empat yang melemah di mana industri dasar mengalami koreksi terdalam yaitu 1,31%. Sementara enam sektor lainnya menguat dengan sektor agrikultur sebagai yang tertinggi (+1,91%).
Investor asing kembali mencatatkan jual bersih, kali ini sebesar Rp 846,77 miliar. Saham-saham yang banyak dilepas investor asing adalah BBCA (Rp 284,62 miliar), ASII (Rp 223,66 miliar), UNTR (Rp 183,39 miliar), BBRI (Rp 84,55 miliar), dan PGAS (Rp 59,88 miliar).
IHSG bergerak searah dengan bursa saham Asia. Nikkei 225 terkoreksi 0,61%, Hang Seng minus 1,36%, SSEC turun 0,99%, Kospi melemah 1,17%, Straits Time berkurang 0,63%, dsn KLCI terpangkas 0,82%.
Bursa Asia berguguran karena pidato Powell di depan Kongres Amerika Serikat (AS) yang sebelumnya telah membuat Wall Street anjlok. Powell mengatakan The Fed akan terus menjaga perekonomian Negeri Paman Sam agar tidak menguat terlalu cepat alias overheating.
Pasar membaca ini sebagai isyarat bahwa The Fed akan sedikit agresif dalam melakukan pengetatan moneter. Kenaikan suku bunga acuan sampai empat kali sepanjang tahun ini kemudian menjadi kemungkinan yang bisa saja terjadi.
Ini membuat minat investor untuk mengambil risiko sedikit berkurang dan menyelamatkan diri masing-masing ke instrumen yang aman, seperti obligasi negara AS atau bahkan dolar AS. Pasar saham pun terkoreksi, sementara dolar AS terapresiasi.
Hari ini, kejatuhan Wall Street masih berlanjut dengan koreksi di tiga indeks saham. Dow Jones Industrial Average (DJIA) melemah 1,5%, S&P 500 turun 1,11%, dan Nasdaq berkurang 0,78%.
Selama Februari, DJIA melemah 4,3%. Lalu S&P 500 dalam periode yang sama turun 3,9% dan Nasdaq terkoreksi 1,87%. Bagi DJIA dan S&P 500, ini merupakan koreksi bulanan terdalam sejak Januari 2016. Sementara untuk Nasdaq, koreksi bulanan kali ini menjadi yang terparah sejak Oktober 2016.
Sepertinya pidato Powell sehari sebelumnya masih terngiang di Wall Street. Investor masih khawatir terhadap kemungkinan kenaikan suku bunga acuan yang lebih agresif dari perkiraan.
Seperti pola yang terjadi sebelumnya, koreksi di bursa saham berbanding terbalik dengan perkembangan dolar AS. Greenback bergerak menguat seiring angin kenaikan suku bunga yang berhembus semakin kencang.
Dollar Index, yang mencerminkan posisi dolar AS terhadap enam mata uang utama dunia, menguat 0,33%. Selama Februari, Dollar Index naik 1,7%.
Akibat penguatan dolar AS, harga minyak pun terkoreksi cukup dalam. Bahkan harga minyak jenis light sweet turun lebih dari 2%.
Selain apresiasi greenback, harga minyak juga terdampak sentimen produksi minyak AS yang naik ke 10,06 juta barel/hari pada November 2017, meski kemudian turun menjadi 9,95 juta barel/hari pada bulan berikutnya. Produksi minyak AS pada November tersebut merupakan rekor tertinggi mematahkan catatan sebelumnya yaitu 10,04 juta barel/hari yang terjadi pada November 1970.
Stok minyak AS juga cukup tinggi sehingga menahan kenaikan harga si emas hitam. Pada pekan ketiga Februari, cadangan minyak AS tercatat 3 juta barel, lebih tinggi dibandingkan estimasi pasar yaitu 2,1 juta barel.
Untuk perdagangan hari ini, kabar buruk dari Wall Street mau tidak mau akan sangat memberi warna bagi bursa Asia, termasuk Indonesia. Kemungkinan investor masih enggan bermain-main di aset yang berisiko di Asia dan memilih mengamankan dananya. Badai belum berlalu.
Apresiasi dolar AS yang masih berlanjut juga memberikan sentimen negatif bagi IHSG. Penguatan greenback akan mempengaruhi kinerja emiten yang mengandalkan bahan baku impor seperti makanan-minuman, farmasi, sampai tekstil.
Perkembangan harga minyak juga bisa menjadi pemberat laju IHSG. Penurunan harga minyak dan beberapa komoditas pertambangan akan sangat mempengaruhi kinerja emiten migas dan pertambangan, yang beberapa waktu terakhir menjadi pendorong IHSG.
Saham-saham emiten yang sensitif terhadap suku bunga seperti sektor keuangan atau barang konsumsi juga patut dicermati. Hawa tren kenaikan suku bunga global sudah begitu terasa, dan bukan tidak mungkin akan terjadi pula di Indonesia.
Kemudian jangan dilupakan masih ada risiko ambil untung alias profit taking di bursa saham domestik. Sejak awal 2018, IHSG masih mencatatkan penguatan 3,8%.
Sementara faktor yang bisa menolong IHSG untuk kembali ke jalur hijau adalah rilis data inflasi. Badan Pusat Statistik (BPS) akan mengumumkan data inflasi Februari 2018 hari ini, di mana konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan inflasi secara bulanan (month to month/MtM) sebesar 0,2%. Sementara inflasi tahunan (year on year/YoY) diperkirakan 3,23% dan inflasi inti YoY diramalkan 2,59%.
Bila ini terjadi, maka inflasi Februari akan melambat dibandingkan bulan sebelumnya. Pada Januari 2017, inflasi MtM adalah 0,62%, YoY 3,25, dan inflasi inti YoY 2,69%.
Ini akan menjadi kabar baik bagi pelaku pasar karena inflasi yang terjaga berarti konsumsi dan daya beli masyarakat pun bisa pulih. Emiten-emiten yang akan menerima berkah adalah barang konsumsi, keuangan, sampai manufaktur.
Kedua adalah laporan keuangan emiten. Earnings season masih berlanjut dan sejumlah emiten besar diperkirakan merilis kinerjanya hari ini, seperti ANTM, SMGR, TOWR, dan LPKR. Bila hasilnya positif, maka akan menjadi suntikan tenaga bagi IHSG.
Berikut peristiwa yang akan terjadi hari ini:
- Analyst gathering ASII.
- Rilis data inflasi Indonesia periode Februari 2018 (11.00 WIB).
- Konferensi pers Direktur Jenderal Minyak dan Gas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral terkait penyederhanaan regulasi dan perizinan sektor migas (12.00 WIB).
Berikut perkembangan sejumlah pasar saham dunia:
![]() |
Berikut perkembangan nilai tukar sejumlah mata uang:
![]() |
Berikut perkembangan harga sejumlah komoditas:
![]() |
Berikut perkembangan imbal hasil (yield) Surat Berharga Negara:
![]() |
Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:
![]() |
(aji/aji) Next Article Kalau Trump Saja Bisa Kena Covid, Apa Kabar Kita-kita?
