Jakarta, CNBC Indonesia - Direktur Utama PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BBNI) yang baru, Royke Tumilaar, membeberkan sejumlah rencana strategis terkait dengan pengembangan bisnis BNI ke depan.
Dalam wawancara khusus dengan CNBC Indonesia, Royke menyebut, salah satu yang akan menjadi fokus BNI adalah penguatan di segmen kredit korporasi.
Terlebih lagi, saat ini bank yang berdiri sejak 1946 ini mempunyai jaringan bisnis luar negeri yang cukup kuat dengan core competencies di kredit korporasi. Dengan modal tersebut bisa mendatangkan sumber pendanaan baru dari investor luar negeri guna membiayai proyek-proyek infrastruktur di dalam negeri.
"Sebenarnya BNI ini punya sejarah lama, jaringan luar negeri cukup kuat, korporasi core competence-nya dia. Arahnya saya ingin korporasi dengan basis jaringan luar negeri yang cukup lama dan kuat jadi sumber funding baru di Indonesia dalam membiayai infrastruktur yang masih akan menjadi pertumbuhan ekonomi masa depan Indonesia," tutur Royke dalam wawancara dengan CNBC Indonesia, Selasa (8/9/2020).
Tidak hanya itu, arah bisnis BNI ke depan, kata dia, juga membantu korporasi yang bisnisnya berorientasi ekspor.
"Kita bisa bawa investor dari berbagai negara ke Indonesia sebagai market yang punya prospek bagus dan kita sebagai bank yang besar di Indonesia, bisa men-support pengembangan bisnis," kata mantan Direktur Utama PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI) ini.
Berikut petikan wawancara selengkapnya dengan mantan Group Head Regional Commercial Sales I BMRI, Komisaris Mandiri Sekuritas, Group Head of Commercial Sales Jakarta, dan mantan Managing Director Treasury, Financial Institutions & Special Asset Management BMRI ini.
Ke mana arah bisnis BNI ke depan?
Sebenarnya BNI ini punya sejarah lama, jaringan luar negeri cukup kuat, korporasi core competence dia. Arahnya, saya ingin korporasi dengan basis jaringan luar negeri yang cukup lama dan kuat jadi sumber funding baru di Indonesia dalam membiayai infrastruktur. Ini yang masih akan menjadi pertumbuhan ekonomi masa depan Indonesia. Gak akan cukup bank lokal membiayai infrastruktur. Selain itu, kita akan membantu para eksportir untuk mendapatkan financing lebih baik, lebih murah.
Kita bisa bawa investor dari berbagai negara ke Indonesia sebagai market yang punya prospek bagus dan kita sebagai bank yang besar di Indonesia, bisa men-support investor dalam pengembangan bisnis di Indonesia.
Tentunya, dengan situasi pandemi kita harus segera berubah jadi bank digital, suatu keharusan, harus menjadi mindset orang-orang BNI, supaya cepat kita berubah jadi bank digital baik proses, bisnis proses dan produk-produknya.
Mengenai visi internasional BNI, seperti apa strateginya dan berapa belanja modal yang disiapkan?
Capex [capital expenditure/belanja modal] gak perlu, kita jaringan sudah ada, jaringan sudah lama, Bank Indonesia paling tua di Singapura adalah BNI. People yang kita siapkan, cari partner strategis di market supaya dapat funding yang lebih kompetitif dan bawa funding ke Indonesia, ini bisa jadi salah satu alternatif sumber financing untuk pengembangan industri apapun di Indonesia. Likuiditas global cukup banyak, ini menarik untuk kita jalankan saat ini.
Pendanaan internasional dalam bentuk valas, tentu ada risiko kurs, apakah akan tetap jadi bidikan BNI?
Tentunya kita akan lihat penggunaan funding, kalau sumber valas tentunya sedapat mungkin revenue kita harus yang berbasis US Dollar. Misalnya, eksportir yang bergerak di bisnis oil and gas, komoditas yang berbasis dollar. Tapi, kalau pembiayaan infrastruktur harus cari partner untuk lakukan hedging, supaya safe dari volatilitas kurs. Ini bukanlah sesuatu yang tidak mungkin. Saya ingin bicara mengenai swap dengan central bank, kan bagus sekali.
Saat ini Bank sentral sedang mengurangi ketergantungan dollar dengan local currency settlement, bagaimana?
Kita mendukung, diskusi yang dilakukan BI tentunya juga kita ada, diskusi dengan teman teman Himbara [bank-bank milik negara], jadi kita tidak ingin membawa bank negara ini terekspos dengan valas, kita punya pengalaman tahun 1998, open position dengan currency yang murah, kita tidak seperti itu, BI cukup ketat memonitor underlying transaction, kalau valas, pakai revenue valas, kalau rupiah harus hedging [lindung nilai].
Tapi kalau dengan rupiah murah, rupiah saja cukup. Persoalannya belanja modal PLN, Pertamina, capex-nya Rp 200 triliun, gak ada yang sanggup, DPK [dana pihak ketiga] BNI hanya Rp 20 triliun, Bank Mandiri Rp 30 triliun. Capex setahun untuk PLN dan Pertamina saja Rp 200 triliun, belum Telkom segala macam, kita harus bisa membawa funding murah dari luar.
Apakah sudah ada pembicaraan dengan BI, lalu berapa potensi pendanaan jangka panjang yang akan diraih?
Bicara dengan BI belum, tapi itu bisa diskusi dengan BI, kalau kita bisa bawa dana ke Indonesia, dana murah valas, besarannya saya sedang menyusun, tapi dari gambaran market potensinya menurut saya besar, karena tinggal momentum saja situasi pandemi ini kita bisa cepat keluar dari situasi ini dan cepat membangun, sekarang ini funding valas cukup banyak di market.
Seperti apa fokus BNI untuk bisnis domestik?
BNI ini kalau domestik tetap, salah satunya punya portofolio besar di corporate banking, tentunya secara selektif akan tetap tumbuh, terutama di segmen berbasis ekspor dan infrastruktur, akan menjadi pilihan ke depan.
Consumer akan lihat situasi tertentu, yang ada hubungan dengan korporas kita, kita bantu klien korporasi punya payroll akan menjadi target kita untuk consumer untuk mortgage, oto loan, akan jadi target.
Pembenahan digital, kita akan lihat, segmen UMKM masih besar, yang mendukung pertumbuhan ekonomi Indonesia, 50% dari UMKM. Market luas sekali, baaimana men tap yang sehat dan mempunyai cost of fund rendah supaya UMKM tumbuh berkembang, naik kelas ke small corp dan sampai mereka bisa ekspor. Tapi, untuk masuk UMKM lebih dalam, platform digital itu harus.
Semester I, sektor yang memperberat kinerja BNI antara lain restoran, hotel, manufaktur yang saat ini sedang tertekan, apakah ada peralihan orientasi?
KIta akan berubah, bukan meninggalkan hotel pariwisata, kita akan berbenah dulu sektor yang terdampak Covid, bantu restrukturisasi dulu, bantu mereka melakukan sinergi dengan segmen lain supaya mereka bisa bergairah.
Masih banyak sektor lain yang menjadi unggulan di market, kita punya sawit, masih bagus, pemerintah gencar menjalankan B30, B100, di perkebunan masih bagus, banyak kebun lain, jagung di negara tropis kalau dikelola baik banyak menjadi unggulan. Di pertambangan, tetap masih besar potensinya, karena di segmen ini, masih memerlukan capex cukup besar, mereka masih tumbuh seperti Pertamina dan PLN.
Seperti apa strategi menjaga kualitas aset dan profitabilitas di tengah pandemi?
Memang, dalam situasi pandemi kita harus tumbuh di mana yang berkualias, kalau tumbuh berkualitas harus mau berkompetisi dengan bank-bank lain.
Strateginya menurunkan biaya dana (cost of fund), operating cost, sudah mulai bisnis proses berubah menjadi dari tadinya manual menjadi digital, mau gak mau harus, monitoring kredit gak bisa dengan cara cara manual, gak bisa mengunjungi proyek.
Mungkin pakai drone, teknologi apa [yang memungkinkan]. Kita sudah mengembangkan bisnis ke depan consumer, data analytic akan kita pakai untuk pengembangan bisnis consumer untuk dapat nasabah terbaik.
Terjadi penurunan Capital Adequacy Ratio (CAR), bagaimana strategi menjaga permodalan?
Masih aman aman saja, sampai tahun depan masih oke bertumbuh, cuma kita harus tumbuh yang sehat, CAR kita di level 16%, masih aman lah.
Kalau situasi pandemi ini menyebabkan tren pelemahan demand berlanjut, apakah tren pembelian SBN akan dilanjutkan?
Ya, ini kan mau ga mau ujungnya akan masuk [Bank Indonesia atau Kementerian Keuangan], kalau memang pertumbuhan kredit, demand ga ada, uang akan balik ke induk semangnya, BI, pembelian bond, SBN dan sebagainya.
Kalau gak ada demand pasti akan lari ke sana, kalau engga akan jadi beban negatif perbankan dan perbankan harus berani turunkan cost serendah-rendahnya. Kita juga bisa dapat yield optimal dan me-manage cost serendah mungkin.
Seperti apa strategi bisnis anak usaha BNI ke depan, apa yang disiapkan?
Simpel saja, jaringan BNI ini luas, kita punya kanwil 16, banyak sekali, tinggal bagaimana sinergikan anak usaha dengan induknya dan tentunya dengan prudent.
Kita bisa melayani cross selling produk dengan nasabah BNI. Penetrasinya masih cukup rendah, tinggal memang di dalam memperkuat kolaborasi antar unit dan anak perusahaan.
Kalau mengenai sinergi Bank Mandiri dan BNI?
Kita itu gak mungkin berjalan sendiri-sendiri, ada sindikasi, bisa resharing dalam bentuk apapun, produknya banyak gak mungkin Mandiri sendiran, BNI sendirinan. Supaya kalau ada risiko bagi-bagilah.