Jalan Panjang Fregat Arrowhead 140

Alman Helvas Ali CNBC Indonesia
Minggu, 21/12/2025 15:21 WIB
Alman Helvas Ali
Alman Helvas Ali
Alman Helvas Ali adalah konsultan pada Marapi Consulting and Advisory dengan spesialisasi pada defense industry and market. Pernah menjadi C... Selengkapnya
Foto: Fregat Arrowhead 140. (Dokumentasi Babcock International)

Pembangunan kapal pertama fregat Arrowhead 140 oleh PT PAL Indonesia telah memasuki fase peluncuran kapal perang pada 18 Desember 2025 pukul 19.19 WIB yang bertepatan dengan malam Jumat Kliwon. Tentu saja fregat Arrowhead 140 yang diluncurkan masih jauh dari siap beroperasi dan lebih sebagai bagian milestone pembangunan kapal saja. Sebab pada kapal perang itu belum terpasang sistem senjata dan sensor, apalagi integrasi combat system.


Dalam program dengan nilai total lebih dari US$ 1,1 miliar untuk pembangunan dua unit kapal perang yang didesain oleh Babcock International, terdapat kegiatan sebesar US$401 juta guna pengadaan senjata, radar, combat management system dan lain-lain.

Apabila mengacu pada shipbuilding line chart 2024 revisi kedua yang dikeluarkan oleh PT PAL Indonesia, fregat Arrowhead 140 pertama akan diserahkan kepada Kementerian Pertahanan pada antara 2028 hingga 2030. Sedangkan unit kedua akan diserahkan antara 2029 sampai 2030.

Pada tahun 2024, PT PAL Indonesia dua kali melakukan revisi terhadap shipbuilding line chart, di mana revisi diduga dilatarbelakangi oleh persoalan cashflow, engineering, fasilitas produksi dan konflik prioritas proyek. Sebagaimana diketahui, firma BUMN itu juga dikejar oleh batas waktu untuk segera menyelesaikan kontrak LPD pesanan Filipina dan Uni Emirat Arab di tengah keterbatasan fasilitas produksi seperti graving dock.

Apalagi berdasarkan laporan audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), perseroan itu berada dalam kondisi financial distress sebagai dampak bisnis pembangunan kapal yang kurang prudent, di mana peningkatan pendapatan perusahaan tidak menghasilkan laba dengan akibat tidak dapat menutupi kebutuhan dana untuk membayar utang sehingga akan terancam bangkrut.

Berdasarkan shipbuilding line chart 2024 revisi kedua, pemasangan combat system pada kapal pertama fregat Arrowhead 140 akan dilakukan pada 2027 dengan asumsi bahwa pemasok yang bertanggungjawab atas combat system dapat menyerahkan barang tetap waktu. Adapun fregat kedua akan dilengkapi dengan combat system pada 2028 setelah kapal tersebut diluncurkan antara triwulan ketiga 2026 sampai semester pertama 2027.

Pemasangan combat system merupakan fase kritis, sebab akan menjadi pembuka pintu untuk membuktikan apakah kinerja fregat dengan panjang 140 meter tersebut akan sesuai dengan kontrak. Seperti diketahui, perubahan desain asli fregat Arrowhead 140 dari 138,7 meter menjadi 140 meter oleh PT PAL Indonesia yang berkonsekuensi pada perubahan arrangement ruangan dan berat kapal telah menjadi perhatian sejumlah kalangan.

Apakah fregat Arrowhead 140 dapat memenuhi kebutuhan operasional TNI Angkatan Laut, terdapat beberapa hal yang akan penentu. Pertama, pemasangan dan integrasi combat system. Pemasangan combat system seperti meriam, rudal, torpedo, radar dan lain sebagainya akan diikuti dengan bagaimana kemampuan PT PAL Indonesia maupun subkontraktor mengintegrasikan beragam subsistem yang berbeda tersebut.

Sudah menjadi pengetahuan umum bahwa integrasi subsistem penuh dengan tantangan, termasuk dalam isu menata pancaran gelombang elektromagnetik yang dihasilkan oleh satu subsistem tidak akan mengganggu emisi gelombang elektromagnetik yang dikeluarkan subsistem lain.

Integrasi subsistem akan menentukan bagaimana kinerja fregat Arrowhead 140, apalagi sejumlah subsistem yang diadopsi oleh kapal perang itu belum teruji. Sebagai ilustrasi, terdapat tipe radar yang belum pernah dipakai oleh konsumen manapun di dunia, sehingga terkesan bahwa penggunaan pada fregat Arrowhead 140 ialah sebagai laboratorium lapangan bagi produsen radar tersebut.

Tidak berlebihan pula untuk menyatakan bahwa Indonesia secara sadar mau menjadi first export customer untuk sejumlah subsistem yang digunakan pada fregat itu. Di balik keputusan itu ada risiko terkait dengan kematangan teknologi ketika diterapkan pada kapal perang yang akan dijadikan sebagai kapal kombatan utama seperti Arrowhead 140.

Kedua, uji laut. Setelah pemasangan dan integrasi combat system, fase selanjutnya adalah sea acceptance test fregat Arrowhead 140 setelah sebelumnya menjalani harbour acceptance test. Dalam sea acceptance test akan diuji apakah kapal perang tersebut sudah memenuhi desain dan spesifikasi yang ditentukan atau tidak, termasuk kinerja kapal dan kelaiklautan.

Akan terlihat bagaimana stabilitas kapal dalam sea state yang berbeda, bagaimana pengaruh pemasangan combat system terhadap berat kapal secara keseluruhan dan dampaknya terhadap kecepatan kapal.

Isu stabilitas dan berat kapal menjadi salah satu perhatian sebab fregat Arrowhead 140 yang diproduksi di Indonesia mengalami perubahan desain dari desain asli yang dirancang oleh Babcock. Oleh karena itu, uji laut penting untuk melihat apakah perubahan desain yang secara otomatis diikuti dengan perubahan center of gravity dan penambahan berat kapal akan dapat memenuhi desain dan spesifikasi yang sudah ditentukan.

Sebagai contoh, apakah fregat Arrowhead 140 dapat mencapai kecepatan 28 knots (maximum continuous rating) dengan full load sesuai spesifikasi? Pertanyaan ini mempunyai kaitan pula dengan sistem pendorong yang telah dipilih yaitu tipe CODAD.

Apabila ditelusuri dari awal, program fregat Arrowhead 140 merupakan suatu kegiatan pengadaan yang rumit karena berbagai perubahan di tengah jalan ketika kontrak sudah ditandatangani. Kementerian Pertahanan memainkan peran signifikan dalam kerumitan tersebut, sehingga terjadi beberapa kali amandemen kontrak, termasuk sistem senjata dan sensor.

Jarak antara waktu penandatanganan kontrak dengan design freeze cukup lama, di mana hal demikian tidak lepas dari kontribusi Kementerian Pertahanan sendiri. Inilah salah satu tantangan yang harus dihadapi di Indonesia ketika kontrak diteken saat belum terjadi design freeze, sehingga memancing intervensi berbagai kepentingan yang dapat mempengaruhi produk akhir.

Salah satu kritik terhadap program fregat Arrowhead 140 adalah penggunaan beragam subsistem dengan keandalan yang dipertanyakan karena baru saja lulus uji coba dan tidak ada pengguna asing yang pernah menggunakan sebelumnya. Sementara opsi subsistem yang pada awalnya sudah disetujui Kementerian Pertahanan dengan kemampuan yang combat proven dan diadopsi oleh banyak negara di dunia malah dianulir dan dialihkan kepada subsistem yang tidak teruji dan nihil konsumen asing.

Hal demikian merupakan contoh intervensi pada aspek teknis, sebab kontrak pengadaan sistem senjata tidak lepas dari kepentingan parokial. Upaya menjaga agar kepentingan parokial tidak mempengaruhi kinerja produk pertahanan yang dibeli cukup sulit, sebab pertimbangan engineering tidak boleh mengalahkan kepentingan parokial.

Masih harus dibuktikan apakah fregat Arrowhead 140 akan menjadi program akuisisi yang berhasil atau tidak. Keberhasilan program antara lain ditentukan oleh bagaimana kinerja kapal perang tersebut saat sea acceptance trial, dengan catatan bahwa capaian berbagai parameter uji coba tidak ditutup-tutupi atau dimanipulasi.

Apapun capaian dalam uji coba nanti merupakan bagian dari kurva belajar. Dalam industri pertahanan Indonesia, ditengarai masih ada pihak yang ingin melewatkan atau mengabaikan kurva belajar demi pencapaian-pencapaian semu.


(miq/miq)