Faktor Kritis Kesiapan Operasional Sistem Senjata Baru
Pada Maret 2023 sampai Januari 2024, Kementerian Pertahanan menerima penyerahan lima C-130J yang merupakan program pengadaan era Minimum Essential Force (MEF) tahap kedua. Sedangkan antara November 2025 hingga Februari 2026, Airbus menyerahkan dua A400M pesanan Kementerian Pertahanan yang tercatat sebagai kegiatan akuisisi masa MEF tahap ketiga.
Adapun Dassault Aviation dijadwalkan akan menyerahkan tiga unit Rafale pertama kepada Indonesia pada Februari 2026, sedangkan sisa 39 jet tempur lainnya akan ditimbang terima secara bertahap sampai 2030. Untuk kapal perang, Fincantieri sudah menyerahkan kapal fregat kelas Thaon Di Revel pertama pesanan Indonesia pada Juli 2025 yang merupakan program MEF tahap ketiga dan akan disusul oleh transfer unit kedua pada Desember 2025 dalam sebuah kegiatan di Italia.
Kehadiran sistem senjata baru diharapkan mampu menguatkan kembali kemampuan pertahanan Indonesia yang telah mengalami penurunan drastis sejak pertengahan 1990-an hingga dekade pertama abad ke-21. Berkaca pada praktek selama ini, sistem senjata baru seperti pesawat terbang dan kapal perang selalu mendapat prioritas utama untuk digunakan dalam berbagai operasi mengingat tingkat kesiapan operasional yang masih tinggi.
Sebagai contoh, C-130J TNI Angkatan Udara menjalankan misi operasi penerjunan bantuan kemanusiaan di Jalur Gaza, Palestina. Sementara fregat kelas Thaon Di Revel sejauh ini telah digunakan untuk mendukung sejumlah kegiatan seremonial, termasuk yang dihadiri oleh Presiden Prabowo Subianto.
Dalam implementasi MEF 2010-2024, kegiatan pengadaan sistem senjata berlomba dengan waktu seiring semakin menuanya sistem senjata lama yang dibeli di era 1980-an atau sebelumnya. Pada sisi lain, kegiatan manufaktur atau konstruksi sistem senjata seperti pesawat terbang dan kapal perang memerlukan masa antara tiga tahun hingga enam tahun, di mana hal demikian ditentukan oleh bagaimana kondisi backlog di pabrikan atau galangan kapal.
Terjadinya pandemi Covid-19 beberapa tahun lalu memengaruhi pula aktivitas manufaktur di semua produsen sistem senjata, sebab pandemi tersebut mengganggu rantai pasok global industri pertahanan. Gangguan demikian tidak jarang membuat suatu kontrak pembelian yang sudah disetujui terpaksa harus diamandemen karena terjadi kenaikan harga material.
Salah satu tantangan yang dihadapi oleh Indonesia dalam program akuisisi sistem senjata selama pelaksanaan MEF ialah Kementerian Pertahanan cenderung terlalu fokus pada pembelian wahana (platform) dan kurang memprioritaskan pengadaan suku cadang dan juga munisi dan rudal. Boleh jadi hal demikian disebabkan oleh urusan optik, yakni apa yang enak dipandang oleh mata lebih bernilai tinggi secara politik daripada hal-hal yang tersembunyi di belakang layar.
Dalam dua tahun pertama setelah suatu sistem senjata baru diserahkan kepada TNI, biasanya anggaran pemeliharaan sistem senjata tersebut belum tercantum dalam APBN. Selama masa itu, dukungan suku cadang mengandalkan pada jaminan (warranty) produsen sistem senjata sebagaimana telah disepakati dalam kontrak pengadaan.
Waktu antara 2025 hingga 2027 merupakan tahun-tahun kritis terkait dengan suku cadang bagi beberapa sistem senjata yang baru diserahkan oleh pabrikan kepada Kementerian Pertahanan. Pesawat angkut C-130J sudah waktunya untuk memiliki suku cadang sendiri tanpa mengandalkan pada jaminan Lockheed Martin, apalagi pemakaian wahana terbang buatan Amerika Serikat itu cukup tinggi untuk mendukung berbagai operasi di dalam negeri dan luar negeri.
Walaupun baru saja diserahkan, sejak dini diperlukan perencanaan akuisisi suku cadang A400M agar pesawat angkut dengan kapasitas payload 37 ton tersebut mempunyai kesiapan operasional yang tinggi di saat jaminan Airbus Defence and Space berakhir.
Begitu juga dengan fregat kelas Thaon Di Revel yang meskipun masih dalam jaminan Fincantieri hingga dua tahun ke depan, dibutuhkan perencanaan pengadaan suku cadang lanjutan agar dua unit yang dibeli menggunakan skema Pinjaman Luar Negeri tetap memiliki kesiapan operasional yang tinggi.
Isu pembelian suku cadang selama ini tercatat sebagai tantangan lain bagi Indonesia, baik dari aspek internal maupun aspek eksternal. Secara umum, akuisisi suku cadang menggunakan skema Rupiah Murni di mana selalu ada jeda waktu antara proses pengusulan anggaran oleh TNI dan Kementerian Pertahanan hingga persetujuan anggaran oleh DPR dan pemerintah.
Ketersediaan anggaran akan menentukan pula kapan kontrak pembelian suku cadang dapat ditandatangani oleh Kementerian Pertahanan dengan perusahaan penyuplai. Jeda waktu berikutnya adalah penyerahan suku cadang kepada Kementerian Pertahanan yang dapat memerlukan waktu beberapa tahun, di mana hal demikian tergantung pada isu rantai pasok global. Sebagaimana diketahui, proses pemeliharaan dan perawatan sistem senjata kini telah dipusatkan di Badan Pemeliharaan dan Perawatan Pertahanan, Kementerian Pertahanan.
Mengingat bahwa APBN 2026 telah disahkan oleh DPR dan pemerintah, sebaiknya program akuisisi suku cadang sistem senjata baru seperti C-130J, A400M dan fregat kelas Thaon Di Revel yang menggunakan skema Rupiah Murni diusulkan untuk RAPBN 2027. Hal ini dengan asumsi bahwa andaikata usulan tersebut disepakati untuk tercantum dalam APBN 2027, maka proses kontrak pembelian hingga penyerahan suku cadang diperkirakan terbentang antara 2027 sampai 2029.
Jangka waktu demikian sebenarnya sangat berdekatan dengan habisnya masa jaminan yang diberikan oleh pabrikan masing-masing. Jika pada APBN 2026 tidak ada kegiatan pembelian suku cadang untuk sistem senjata seperti C-130J, kegiatan revisi anggaran dapat menjadi pilihan yang tepat agar tingkat kesiapan operasional pesawat angkut itu tetap tinggi.
Kegiatan pengadaan suku cadang sistem senjata selama ini terkesan tidak direncanakan dengan baik, di mana pengajuan kebutuhan suku cadang terkadang dilakukan secara mendadak guna memenuhi kebutuhan operasional. Karena produsen suku cadang tidak mungkin memenuhi kebutuhan dalam tempo singkat, terjadi praktek kanibalisme dalam bentuk meminjam part atau komponen yang terpasang pada sistem senjata yang satu keluarga atau satu kelas.
Dengan kuantitas A400M dan fregat kelas Thaon Di Revel milik Indonesia hingga beberapa tahun ke depan hanya terdiri dari dua unit saja, bukan tidak mungkin akan terjadi peminjaman part atau komponen dari satu unit oleh unit lain andaikata kebutuhan pembelian suku cadang tidak direncanakan secara matang.
Mengingat bahwa setiap part atau komponen mempunyai batas masa pakai, pada tahun-tahun mendatang terdapat kemungkinan penurunan kesiapan operasional pada wahana seperti A400M dan fregat kelas Thaon Di Revel bila perencanaan kebutuhan suku cadang tidak dilakukan secara matang dan seksama.
(miq/miq)