Energi & Mineral di Pusat Geopolitik Dunia dan Tantangan Ketahanan RI

Feiral Rizky Batubara CNBC Indonesia
Selasa, 25/11/2025 10:52 WIB
Feiral Rizky Batubara
Feiral Rizky Batubara
Feiral Rizky Batubara merupakan pemerhati kebijakan publik dan praktisi ketahanan energi. Feiral telah lama berkiprah dalam perumusan kebija... Selengkapnya
Foto: Ilustrasi kendaraan listrik. (Aristya Rahadian/CNBC Indonesia)

Dunia saat ini berada dalam persimpangan sejarah ketika energi dan mineral kembali menempati posisi yang jauh lebih strategis dibandingkan era mana pun sebelumnya. Energi yang selama abad ke-20 didominasi oleh minyak dan gas kini memasuki fase transisi menuju sumber energi bersih yang membutuhkan teknologi canggih, baterai berkapasitas besar, dan rantai pasok mineral kritis.



Pada saat yang sama, beberapa negara besar kembali melihat energi sebagai instrumen kekuasaan. Sementara itu, mineral strategis berubah menjadi komponen yang menentukan masa depan industri teknologi dan pertahanan. Dalam konteks inilah geopolitik energi dan geostrategi mineral saling terkait dan saling mempengaruhi membentuk tatanan baru yang memberikan peluang sekaligus potensi ancaman bagi negara negara seperti Indonesia.

Sejak lama energi selalu menjadi pilar dalam perebutan pengaruh global. Negara negara yang memiliki potensi minyak dan gas biasanya memiliki posisi tawar politik yang tinggi. Namun, seiring berkembangnya transisi energi, orientasi geopolitik juga berubah.


Energi tidak lagi hanya dihitung dalam satuan barel minyak atau metrik gas. Ia kini dihitung dalam kapasitas baterai, potensi listrik surya, kemampuan produksi hidrogen, hingga kontrol terhadap mineral seperti nikel dan lithium. Semua perubahan ini membuat geopolitik energi menjadi semakin rumit karena melibatkan banyak sektor mulai dari teknologi hingga militer.

Dalam sejarah modern, negara negara besar sering menggunakan energi sebagai alat untuk mempengaruhi negara lain. Rusia adalah contoh paling nyata. Selama bertahun tahun Eropa bergantung pada pasokan gas Rusia. Ketika konflik Rusia Ukraina terjadi pasokan gas menjadi senjata diplomatik yang sangat efektif.

Eropa merasakan dampaknya secara langsung dalam bentuk lonjakan harga energi. Di kawasan lain Amerika Serikat memanfaatkan revolusi shale untuk mengurangi ketergantungan impor minyak sehingga memiliki keleluasaan politik dalam kebijakan luar negerinya. Terlihat jelas bahwa energi selalu berada di jantung strategi kekuasaan.

Namun kini dinamika berubah. Upaya dunia menuju energi bersih mendorong permintaan besar terhadap teknologi berbasis listrik. Setiap panel surya, turbin angin, maupun baterai kendaraan listrik bergantung pada mineral yang tidak merata di seluruh dunia.

Mineral seperti litium, nikel, kobalt, mangan, tembaga, dan berbagai unsur tanah jarang tiba tiba menjadi rebutan. Negara yang menguasai rantai pasok mineral ini akan menguasai masa depan industri kendaraan listrik, penyimpanan energi, bahkan teknologi militer generasi baru. Inilah yang disebut banyak ahli sebagai geopolitik mineral.

China adalah kekuatan utama dalam geopolitik mineral. Negara ini secara sistematis membangun dominasi dari hulu hingga hilir. China menguasai sebagian besar pemurnian litium dan nikel. Produksi baterainya mencapai mayoritas pangsa dunia. Bahkan banyak perusahaan besar China menguasai tambang-tambang di Afrika, Amerika Selatan, dan Asia Tenggara.

Keberhasilan China bukan hanya karena pasokan bahan mentah melimpah tetapi karena strategi jangka panjang dalam menguasai proses pemurnian dan manufaktur. Negara ini memahami bahwa kekuatan geopolitik di era energi bersih tidak terletak pada kepemilikan tambang saja tetapi pada penguasaan teknologi dan rantai nilai.

Amerika Serikat dan Eropa melihat kenaikan China sebagai risiko strategis. Ketika ketergantungan terlalu besar kepada satu negara muncul ancaman terhadap keamanan nasional. Pemerintah Amerika melalui Inflation Reduction Act berupaya keras menciptakan rantai pasok mineral dan baterai yang berada dalam kontrol negara negara sekutu.

Begitu pula Uni Eropa mengeluarkan Critical Raw Materials Act yang mengatur strategi pengamanan mineral penting. Persaingan ini menunjukkan bahwa geopolitik energi dan geopolitik mineral berubah menjadi arena perebutan teknologi dan pasokan di mana negara negara berlomba untuk mengamankan kepentingannya.

Di tengah persaingan global ini Indonesia memiliki posisi unik. Indonesia memiliki sumber daya energi fosil dan nonfosil yang besar, mulai dari gas hingga panas bumi. Namun yang paling membuat Indonesia menjadi pusat perhatian global adalah mineral kritis terutama nikel. Indonesia memiliki cadangan nikel terbesar di dunia.

Mineral ini adalah komponen kunci baterai kendaraan listrik. Pertumbuhan pasar kendaraan listrik menciptakan lonjakan permintaan nikel dan memberikan Indonesia posisi strategis yang tidak pernah sebesar sekarang.

Keputusan Indonesia untuk melarang ekspor nikel mentah dan mendorong hilirisasi merupakan langkah yang memiliki implikasi geopolitik mendalam. Kebijakan ini memaksa negara negara lain untuk tidak lagi mengandalkan Indonesia sebagai pemasok bahan mentah murah. Sebaliknya mereka harus bernegosiasi dengan Indonesia dalam model yang lebih seimbang. Kebijakan ini juga memacu lahirnya investasi besar dalam industri pemurnian dan baterai.

Di mata dunia, Indonesia mulai berubah dari sekadar pemasok bahan mentah menjadi pemain penting dalam rantai nilai global. Namun kebijakan ini juga membawa risiko karena dapat memicu ketegangan dagang dan menempatkan Indonesia dalam pusaran kepentingan besar dari negara negara yang membutuhkan pasokan mineral.

Selain nikel, Indonesia juga memiliki sumber daya mineral strategis lain seperti bauksit, timah, tembaga, dan potensi rare earth mineral. Semua ini membuat Indonesia memiliki peluang untuk menjadi pusat industri strategis di kawasan. Namun peluang itu hanya bisa diwujudkan jika Indonesia mampu membangun geostrategi mineral yang terencana.

Strategi itu tidak hanya berupa hilirisasi tetapi juga pembangunan teknologi pemurnian, penguasaan proses produksi baterai, dan integrasi industri kendaraan listrik. Jika tidak Indonesia hanya akan menjadi lahan produksi sementara industri bernilai tinggi tetap dikuasai negara lain. Inilah tantangan sekaligus peluang dalam geostrategi mineral.

Energi dan mineral tidak dapat dipisahkan dari konsep ketahanan energi nasional. Ketahanan energi berkaitan dengan kemampuan negara memastikan pasokan energi tetap aman, stabil, dan terjangkau dalam berbagai kondisi. Ketahanan energi merupakan aspek penting dari kedaulatan.

Negara yang bergantung pada impor energi akan selalu berada dalam posisi lemah ketika terjadi krisis global. Indonesia selama ini memiliki kerentanan pada BBM karena konsumsi yang sangat tinggi sementara kapasitas produksi terbatas. Ketergantungan terhadap impor BBM membuat ekonomi nasional mudah terpengaruh oleh fluktuasi harga minyak dunia.

Membangun ketahanan energi memerlukan strategi diversifikasi yang cermat. Indonesia perlu memperkuat pemanfaatan energi terbarukan seperti panas bumi, surya, hidro, dan biomassa untuk mengurangi ketergantungan terhadap energi fosil dan impor bahan bakar.

Energi terbarukan bukan hanya solusi lingkungan tetapi juga strategi geopolitik. Negara yang mampu memenuhi kebutuhan energinya sendiri tidak akan mudah dipengaruhi oleh tekanan internasional. Selain itu pembangunan energi terbarukan akan mengurangi beban fiskal akibat subsidi BBM dan memperkuat stabilitas ekonomi jangka panjang.

Posisi geografis Indonesia juga memberikan dimensi geopolitik tersendiri. Jalur perdagangan global khususnya jalur tanker minyak banyak melewati perairan Indonesia seperti Selat Malaka, Selat Sunda, dan Selat Lombok. Jalur jalur ini adalah choke point vital dalam distribusi energi dunia.

Jika salah satu dari jalur ini terganggu maka dampaknya bisa global. Indonesia memiliki tanggung jawab besar dalam menjaga keamanan jalur laut. Namun di sisi lain posisi ini juga memberikan leverage bagi Indonesia dalam hubungan internasional. Negara dengan jalur laut strategis memiliki peran penting dalam sistem energi dunia.

Selain jalur maritim sumber daya energi dan mineral Indonesia tersebar di berbagai wilayah pulau yang luas. Hal ini menciptakan tantangan dalam pembangunan infrastruktur energi. Banyak wilayah khususnya di kawasan timur masih menghadapi keterbatasan akses energi.

Ketimpangan energi menciptakan kerentanan pembangunan dan dapat melemahkan ketahanan nasional. Pemerataan akses energi adalah langkah penting untuk menciptakan stabilitas nasional. Pembangunan grid interkoneksi, pembangkit energi terbarukan berbasis potensi lokal, dan pembangunan sistem penyimpanan energi menjadi bagian dari geostrategi energi domestik.

Ketahanan energi dan geostrategi mineral juga harus dipahami melalui lensa keamanan. Infrastruktur energi seperti kilang minyak, terminal LNG, pipa gas, jaringan listrik, dan fasilitas pemurnian mineral adalah objek vital nasional. Kerentanan terhadap sabotase fisik dan serangan siber harus diantisipasi.

Dunia sudah menyaksikan beberapa serangan siber terhadap infrastruktur energi yang menyebabkan kerugian besar. Indonesia harus memperkuat mekanisme perlindungan infrastruktur vital agar tidak menjadi sasaran yang dapat mengganggu stabilitas nasional.

Pada akhirnya geopolitik energi dan geostrategi mineral tidak terlepas dari upaya membangun ketahanan dan kemandirian. Indonesia memiliki potensi besar untuk menjadi kekuatan energi dan mineral di kawasan Indo Pasifik.

Namun potensi itu hanya bisa diwujudkan melalui kebijakan yang konsisten, investasi pada teknologi, penguatan diplomasi energi, serta pembangunan industri yang mampu mengolah sumber daya secara mandiri. Indonesia harus menghindari jebakan menjadi arena persaingan negara negara besar dan memastikan bahwa sumber daya energi dan mineral memberikan nilai strategis bagi kepentingan nasional.

Esensi dari geopolitik energi dan geostrategi mineral adalah kemampuan mengubah sumber daya menjadi kekuatan. Energi dan mineral adalah aset strategis yang akan menentukan posisi Indonesia dalam tatanan dunia yang baru. Negara yang mampu merancang strategi untuk mengamankan pasokan energi, membangun industri hilir, menguasai teknologi, dan mengelola diplomasi akan menjadi negara yang kuat.

Dunia kini berubah menuju masa depan yang sangat bergantung pada listrik dan baterai. Negara negara yang memimpin dalam pengelolaan energi dan mineral akan memimpin masa depan. Indonesia memiliki kesempatan besar untuk menjadi salah satu di antaranya. Jika dikelola dengan visi strategis yang tepat energi dan mineral dapat menjadi fondasi bagi kedaulatan, kemakmuran, dan posisi Indonesia sebagai kekuatan utama di kawasan dan bahkan di panggung global.


(miq/miq)