Menanti Aturan Main MBG: Bukan Hanya Soal Tata Kelola

Catatan: Artikel ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi CNBCIndonesia.com
Satu tahun sudah duet Prabowo Subianto - Gibran Rakabuming Raka memegang tampuk kekuasaan. Banyak yang awalnya meragukan kombinasi antara sosok senior dan muda ini, menganggapnya sekadar simbol politik belaka.
Namun, perjalanan setahun pemerintahan justru menunjukkan hasil yang mengejutkan: stabilitas politik tetap terjaga, pertumbuhan ekonomi mencapai 5,12% per kuartal II, dan tingkat kepercayaan publik melonjak di atas 80%.
Angka-angka ini bukan sekadar statistik, melainkan representasi dari perubahan nyata yang dirasakan masyarakat. Publik mulai melihat bahwa pemerintahan ini tidak hanya berbicara, tetapi bekerja dengan hasil yang terukur.
Momentum satu tahun pemerintahan ini juga ditandai dengan langkah besar dalam pemberantasan korupsi. Kejaksaan Agung berhasil menyerahkan uang sitaan dari kasus korupsi ekspor crude palm oil (CPO) dan turunannya senilai Rp 13,2 triliun kepada Menteri Keuangan, disaksikan langsung oleh Prabowo.
Dalam pidatonya, Prabowo menyebut momen tersebut sebagai "pertanda baik" bagi arah pemerintahan ke depan. Ia menegaskan pentingnya kerja keras, keberanian, dan integritas aparat penegak hukum dalam menyelamatkan kekayaan negara dari tangan para koruptor.
Prabowo bahkan menggambarkan secara konkret nilai besar dari uang yang berhasil diselamatkan tersebut. Menurutnya, dana Rp 13,2 triliun bisa digunakan untuk membangun 8.000 sekolah baru atau menyejahterakan lima juta nelayan di seluruh Indonesia.
Pernyataan ini menegaskan bahwa pengembalian aset negara bukan hanya soal angka, tetapi juga soal keadilan sosial dan manfaat langsung bagi rakyat. Prabowo menegaskan komitmennya untuk terus mengejar kekayaan negara yang diselewengkan, seraya memperingatkan bahwa era "main-main" telah berakhir.
Keberhasilan ini menunjukkan adanya keseriusan pemerintahan dalam mewujudkan good governance. Publik yang semula skeptis kini mulai melihat hasil konkret dari kepemimpinan tegas dan kolaboratif antara presiden dan lembaga penegak hukum.
Kejaksaan Agung dan Kementerian Keuangan menjadi simbol sinergi birokrasi yang efisien dan berorientasi hasil. Di media sosial, antusiasme publik pun meluap dengan berbagai ungkapan dukungan seperti "duit rakyat finally balik ke rakyat!" dan "mantuul!", menandakan bahwa keberhasilan ini menyentuh kesadaran kolektif masyarakat tentang pentingnya pemerintahan bersih.
Salah satu faktor penting di balik stabilitas dan keberhasilan tersebut adalah peran strategis BAPPISUS (Badan Pengendali Pembangunan dan Investigasi Khusus). Lembaga ini tampil sebagai "garda bersih-bersih" di tengah derasnya arus proyek pembangunan nasional. Di era ketika publik makin sensitif terhadap isu korupsi dan efisiensi anggaran, BAPPISUS hadir sebagai instrumen pengawasan yang progresif, efektif, dan berani.
Peran lembaga ini menunjukkan bahwa pemerintahan Prabowo-Gibran tidak hanya fokus pada pertumbuhan ekonomi, tetapi juga pada pembersihan sistem birokrasi dan peneguhan nilai-nilai integritas dalam tata kelola negara.
Di bawah instruksi langsung Prabowo, BAPPISUS diperintahkan untuk memastikan tidak ada kebocoran anggaran dan manipulasi proyek. Kebijakan ini sejalan dengan prinsip adaptive governance (Ansell & Gash, 2018), yang menekankan pentingnya kolaborasi lintas-lembaga dan kemampuan pemerintah beradaptasi secara cepat terhadap risiko penyimpangan.
Pendekatan ini menandai pergeseran paradigma dari birokrasi yang reaktif menuju birokrasi adaptif dan antisipatif, yang menekankan pencegahan sebelum masalah terjadi. Tak heran, koordinasi BAPPISUS dengan lembaga seperti KPK dan Bea Cukai kini semakin erat, menunjukkan model cross-sector collaborative governance yang nyata, bukan sekadar simbolik (Emerson & Nabatchi, 2020).
Meski demikian, opini publik perlu tetap kritis. Lembaga pengawasan yang kuat seperti BAPPISUS harus berjalan seiring dengan prinsip open government dan digital accountability, sebagaimana disarankan oleh teori digital-era governance (Dunleavy & Margetts, 2023).
Dalam konteks ini, kekuasaan pengawasan tidak boleh menjadi alat kontrol sepihak, tetapi harus terhubung dengan sistem audit terbuka, data transparency, dan partisipasi publik digital. Langkah Prabowo yang menekankan audit daring, keterbukaan data proyek, dan pelaporan publik dapat dibaca sebagai bentuk transformasi menuju pemerintahan kolaboratif berbasis transparansi digital, suatu ciri utama pemerintahan modern abad ke-21.
Yang menarik, duet Prabowo-Gibran terlihat mencoba memadukan karisma politik lama dengan gaya digital era baru. Gibran, dengan komunikasi ringkas dan lugasnya, menjadi simbol efisiensi dan kedekatan generasi muda dengan pemerintah. Sementara Prabowo tetap tampil sebagai figur simbolik - pemersatu dan penjaga arah kebijakan strategis. Kombinasi ini memberi kesan keseimbangan antara ideologi dan pragmatisme.
Dalam satu tahun ini, publik telah melihat transformasi: dari janji persatuan menuju aksi pembangunan yang terukur. Program-program sosial seperti subsidi pangan, pendidikan vokasi, dan penguatan UMKM berjalan serentak di banyak daerah. Meski belum sempurna, arah kebijakan menunjukkan konsistensi, bahwa pemerintahan ini ingin dikenal bukan karena jargon, tapi karena capaian konkret.
BAPPISUS dalam konteks ini menjadi simbol moral baru. Bukan lembaga superpower, melainkan watchdog yang bergerak cepat, berkoordinasi lintas instansi, dan berani membuka data. Seperti yang disampaikan Kepala BAPPISUS dalam beberapa forum, "pembangunan tanpa pengawasan adalah undangan bagi penyimpangan." Kalimat itu kini menjadi semacam mantra baru bagi birokrasi era Prabowo-Gibran.
Refleksi satu tahun pemerintahan ini mengajarkan dua hal. Pertama, bahwa politik persatuan tidak cukup diucapkan, tapi harus diwujudkan melalui mekanisme pemerintahan yang adil dan bersih. Kedua, bahwa pengawasan yang kuat seperti BAPPISUS justru memperkuat legitimasi pemerintah di mata publik, karena rakyat kini menuntut kecepatan dan integritas, bukan sekadar janji dan citra.
Pemerintahan Prabowo-Gibran mungkin belum sempurna. Tetapi arah perubahannya jelas: dari politik pencitraan menuju politik kinerja. Dan bila arah ini konsisten, maka BAPPISUS bukan sekadar lembaga teknokratis, melainkan simbol kebangkitan tata kelola baru, yang menempatkan kejujuran dan efektivitas sebagai dua sisi mata uang yang sama.
Setahun pemerintahan Prabowo-Gibran bukan sekadar soal stabilitas ekonomi dan politik, melainkan tentang bagaimana negara membangun trust baru melalui mekanisme pengawasan yang modern dan inklusif. BAPPISUS adalah representasi konkret dari semangat itu, bekerja senyap, tapi berdampak nyata.