Keniscayaan Inovasi TNI

Totok Siswantara, CNBC Indonesia
13 October 2025 12:49
Totok Siswantara
Totok Siswantara
Totok Siswantara merupakan Pengkaji Transformasi Teknologi dan Industri. Ia merupakan lulusan Program Profesi Insinyur Institut Teknologi Indonesia Tangerang Selatan. Ia pun memiliki pengalaman bekerja di industri pesawat terbang, tepatnya di PT Dirgantara.. Selengkapnya
Pusat Farmasi Pertahanan Baharwathan Kemhan, Bantuan Obat-obatan Produksi Pabrik Obat Pertahanan Negara Kepada Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih (KDKMP) di Jakarta, Rabu (1/10/2025). (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Foto: Pusat Farmasi Pertahanan Badan Pemeliharaan dan Perawatan Pertahanan Kementerian Pertahanan menyerahkan bantuan obat-obatan produksi pabrik obat pertahanan negara kepada Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih di Jakarta, Rabu (1/10/2025). (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Catatan: Artikel ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi CNBCIndonesia.com

Melihat kondisi geopolitik global saat ini, penting bagi Tentara Nasional Indonesia (TNI ) membangun sistem pengawasan wilayah nasional dengan mengintegrasikan berbagai sistem yang dimiliki kementerian/lembaga serta partisipasi perusahaan dan lembaga swasta. Keniscayaan TNI memperkuat aspek inovasi untuk menghadapi tantangan terkini dan ke depan. Kegiatan dan budaya inovasi perlu didorong hingga tingkat kodam.



Saatnya sistem pertahanan negara melibatkan para inovator dari kalangan perusahaan rintisan (startup) yang menggeluti deep tech atau teknologi canggih saat ini. Ada beberapa startup yang memiliki karya inovatif yang bisa mendukung tugas TNI. Mereka merupakan startup builder yang telah berinisiatif membantu beberapa startup terkait dengan peralatan militer, simulator pendidikan militer dan sistem intelijen.

Penyertaan startup dalam sistem pertahanan dan keamanan negara dan operasional TNI sangat strategis, mengingat domain startup saat ini sebagian besar digeluti oleh kaum milenial. Dengan demikian sekaligus bisa terwujud milenial sebagai kader bela negara yang mampu mengimplementasikan kemandirian.

Kemhan dan TNI perlu ikut serta melakukan pembinaan pada perusahaan rintisan dalam rangka mempersiapkannya sebagai perusahaan pelopor dengan basis teknologi yang menguntungkan serta bersifat berkelanjutan. Perlu sinergi dan peningkatan kerja sama antara TNI dengan startup kita bisa melihat karya inovasi dan visi startup builder.

Simulasi virtual reality (VR) untuk militer saat ini sangat dibutuhkan oleh berbagai kesatuan. Urgensi merancang sistem simulasi untuk latihan personel militer hingga simulasi latihan perang gabungan. Virtual reality merupakan salah satu inovasi yang sudah dipakai dalam pelatihan militer. Sistem ini menciptakan pelatihan angkatan bersenjata menjadi lebih efektif dan efisien.

Di sektor pertahanan wilayah fisik maupun non fisik atau virtual mempunyai prinsip yang hampir sama, mulai dengan konsep situational awareness dan acting (shooter) atau tindakan dan langkah yang tepat lainnya. Konsep perang berbasis jaringan dikembangkan untuk menjawab tantangan dalam medan peperangan yang lebih tepat, cepat dan efektif.

Penginderaan situasi medan peperangan yang mungkin terbatas maupun tidak terbatas lokasinya bisa dipantau secara langsung di dalam jaringan dengan sistem dan konfigurasi yang tepat.

Konsep ini awalnya mulai dikenalkan di era 1990-an oleh Admiral William A Owens yang menulis The Emerging US System of Systems di jurnal terbitan National Defense University. Selanjutnya, Arthur K Zebrowski dan John J Garstka menerbitkan Network Centric Warfare (NCW): Its Origin and Future di jurnal Angkatan Laut AS (US Navy) Proceedings.

Ekosistem peperangan itu memiliki systems of systems. Banyak sub-sistem yang menjadi bagian dari peperangan, mungkin merupakan gabungan dari berbagai macam angkatan (laut, udara, darat, dan siber).

Sementara di masing-masing angkatan mempunyai peralatan serta logistik dengan berbagai komponen yang harus terhubung dan hal-hal lainnya yang terkait. Ada juga sistem penginderaan, sistem komputasi, sistem logistik, sistem pergerakan, sistem keamanan dan lain sebagainya.

Secara umum kerangka kerja NCW mempunyai peran yaitu; pertama, information superiority, informasi dan data menjadi aset penting dalam peperangan; kedua, pemahaman situasi lebih tepat dan cepat (situational awareness); ketiga, kecepatan bertindak (speed of command); hingga keempat, data lebih perinci (deep sensor reach).

Sejak 2018 pihak militer Amerika Serikat melangsungkan kerjasama dengan Microsoft untuk mengadopsi headset Microsoft HoloLens 2. Kerja sama ini mengembangkan Integrated Visual Augmentation System (IVAS) untuk meningkatkan kemampuan angkatan darat.

Sistem ini menghadirkan informasi peta, kompas hingga lokasi teman dan musuh. Kini, angkatan darat AS fokus kerja sama dengan industri pertahanan untuk merancang teknologi virtual reality guna mendukung simulasi dan pelatihan infanteri atau pasukan pejalan kaki dengan lebih efektif.

Permintaan inovasi ini diharapkan dapat membantu infanteri angkatan darat dalam menjalankan misi dengan sukses. Area misi perlu disesuaikan dengan kondisi cuaca, pencahayaan, medan, dan suhu yang relevan dengan kebutuhan pelatihan.

Dengan adanya virtual reality untuk militer, anggaran bisa dihemat dan pengeluaran tambahan untuk transportasi, membangun jalan, hingga mempersiapkan gedung dapat diminimalisir. Pelatihan pada lokasi dunia nyata bisa dihadirkan dalam dunia simulasi virtual yang tetap terasa nyata.

Angkatan darat Amerika Serikat ingin memastikan bahwa teknologi VR dapat mewakili berbagai elemen pelatihan dan pelaksanaan misi. Diharapkan, perusahaan pengembang dapat melibatkan elemen pelatihan seperti lingkungan pertempuran, pendeteksi kimia dan biologi, hingga fitur pengintaian. Perspektif lain seperti mode operasi dengan berjalan kaki atau berkendara juga diperlukan.

Diharapkan, pengembangan teknologi tersebut dapat memfasilitasi peserta dari lokasi fisik yang berbeda untuk berpartisipasi bersama-sama dalam pelatihan virtual reality secara real-time.

Saat ini ditandai dengan kondisi ketegangan di berbagai belahan dunia. Hal itu karena berbagai konflik dan perang telah terjadi di beberapa belahan dunia. Seperti perang antara Rusia dan Ukraina, dan yang sangat eskalatif adalah perang antara Israel yang merupakan penjajah bangsa Arab melawan Iran, Lebanon, Yaman, dan berpotensi meluas ke berbagai kawasan timur tengah dan kawasan lainnya.

Dalam perang tersebut ada hal yang sangat fenomenal dan mengagumkan yakni tentang kehebatan inovasi rudal Iran. Ternyata militer Iran telah mampu bertransformasi menjadi kekuatan yang cukup disegani dunia.

Pihak militer Iran dalam hal ini Korps Garda Revolusi Islam Iran (IRGC) menggunakan rudal Fattah untuk menyerang Israel. Rudal tersebut digunakan untuk menghancurkan sistem pertahanan udara Israel Hetz. Rudal Fattah versi terbaru yang bernama Fattah-2 memiliki jangkauan 1.400 km. Memiliki kemampuan hipersonik, mampu melesat dengan kecepatan Mach 13 hingga 15 atau maksimal kira-kira 15.000 km per jam.

Situasi dunia sedang tidak baik-baik saja, pentingnya peran TNI untuk menyikapi hal itu dengan berbagai kegiatan inovasi. Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto mengetengahkan visinya menjadikan TNI yang Prima.

Intinya adalah menjadikan TNI yang profesional responsif integratif modern dan adaptif dalam rangka membangun industri TNI yang memiliki daya tahan dan daya tempur guna menghadapi serta mengatasi segala bentuk ancaman gangguan dan tantangan yang akan membahayakan integritas bangsa dan negara.

Ada lima misi Panglima TNI yang relevan dengan kondisi terkini. Pertama, memelihara dan memantapkan profesionalisme TNI sebagai alat pertahanan negara. Kedua, meningkatkan kemampuan yang responsif dalam menghadapi perkembangan lingkungan strategis.

Ketiga, memantapkan kemampuan TNI yang integratif serta bersinergi dengan kepolisian kementerian dan lembaga dan komponen bangsa lainnya. Keempat, mewujudkan percepatan modernisasi alutsista sesuai perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Kelima, mewujudkan TNI yang adaptif terhadap tuntutan tugas dan spektrum ancaman.

Era revolusi 4.0 dalam dunia militer ditandai dengan kendaraan tak berawak (unmanned system), artificial intelligence (A.I), robotik, dan big data. Semua ini mempunyai beberapa dampak sosiologi dalam dunia kemiliteran, yaitu sosiologi manusia-mesin dan munculnya peranan wanita yang lebih besar dalam ranah militer.

Pada era Industri 4.0 visi dan misi TNI mendapat tantangan yang cukup berat karena ekosistem militer ditandai dengan penggunaan mesin-mesin digital membutuhkan kemampuan psikomotorik yang lebih teliti dan detail dalam menjalankannya, dan wanita ternyata menurut beberapa penelitian lebih baik dalam hal ini dibanding pria. Selain itu kemampuan menjalankan komputer, matematika, arsitektur, dan teknik juga semakin diperlukan oleh para prajurit.

Tantangan lain adalah adanya perubahan interaksi dalam dunia militer, yang dulunya sangat berpusat pada interaksi dari sentuhan kulit (face to face) menuju kepada sentuhan layar (screen to screen). Relasi yang terbangun menjadi sebuah relasi virtual yang dijalankan secara otomatis dan robotik. Interaksi bisa terjadi tanpa adanya kontak sosial dan komunikasi.

Tren ke depan mendorong kekuatan pertahanan Indonesia tidak lagi hanya mengandalkan kemampuan penguasaan senjata saja, tapi lebih lanjut berupa penguasaan teknologi dan keahlian khusus lainnya. Apalagi dalam menghadapi perang asimetrik (asymetric warfare) sangat dibutuhkan keahlian penguasaan teknologi alutsista canggih yang terpadu dengan revolusi Industri 4.0.

Pendidikan dan pelatihan personel militer pada masa mendatang dihadapkan pada dua hal yang sangat penting yaitu, Human Intelligence to Human Intelligence dan Human Intelligence to Artificial Intelligence, Hal ini karena masa sebelumnya society 1.0 sampai dengan 4.0 adalah 100 persen fisik, sedangkan society 5.0 adalah 50 persen fisik yaitu senjata konvensional dan senjata nonkonvensional, dan 50 persen virtual yaitu senjata siber.

Perkembangan teknologi tidak hanya memberikan kemudahan bagi kehidupan sosial, tetapi juga memungkinkan munculnya bermacam kerawanan dari meluasnya pemanfaatan sharing data dan informasi, serta terhubungnya berbagai sistem yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Untuk itu dibutuhkan bermacam inovasi untuk mengatasi ancaman asimetris dan sekaligus mendukung tugas-tugas TNI.


(miq/miq)