80 Tahun Indonesia Merdeka dan Pembangunan Abad 21

Catatan: Artikel ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi CNBCIndonesia.com
Pengelolaan keuangan negara merupakan salah satu aspek terpenting dalam tata kelola pemerintahan. Keberhasilan pembangunan nasional sangat ditentukan oleh seberapa baik anggaran negara disusun, dilaksanakan, dan dipertanggungjawabkan. Untuk itu, negara membutuhkan sumber daya manusia yang tidak hanya cakap secara administratif, tetapi juga kompeten secara teknis, manajerial, dan berintegritas.
Dalam konteks inilah, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan Pejabat Penandatangan Surat Perintah Membayar (PPSPM) menempati posisi strategis. Keduanya menjadi penghubung antara perencanaan program pemerintah dengan realisasi belanja negara.
Sejak terbitnya PMK 211/PMK.05/2019 tentang Tata Cara Penilaian Kompetensi Bagi PPK dan PPSPM pada Satuan Kerja Pengelola APBN, pemerintah menekankan pentingnya sertifikasi dan pemenuhan kompetensi bagi PPK dan PPSPM. Menariknya, tahun 2025 menjadi tahun terakhir penerapan ketentuan kompetensi yang diatur oleh PMK tersebut, sehingga menjadi momentum penting untuk refleksi, evaluasi, sekaligus memikirkan arah kebijakan di masa mendatang.
Peran dan Tanggung Jawab PPK dan PPSPM
Secara sederhana, PPK bertugas memastikan bahwa setiap kegiatan yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan kontrak, tepat mutu, tepat waktu, dan tepat sasaran. PPK adalah "penjaga gerbang" awal dalam siklus belanja negara. Ia bertanggung jawab atas pengadaan barang/jasa, penyusunan kontrak, hingga pemantauan pelaksanaan kegiatan.
Sementara itu, PPSPM berperan pada tahap berikutnya, yakni memastikan dokumen pembayaran yang diajukan benar, sah, dan sesuai aturan sebelum disampaikan kepada KPPN untuk pencairan dana. PPSPM dapat disebut sebagai "penyaring terakhir" yang memastikan bahwa uang negara hanya dibelanjakan untuk kegiatan yang sah, sesuai prosedur, dan dapat dipertanggungjawabkan.
Dengan peran yang vital tersebut, jelas bahwa kompetensi keduanya bukan sekadar formalitas, melainkan prasyarat agar tata kelola anggaran berjalan sehat.
Dimensi Kompetensi PPK dan PPSPM
Kompetensi yang ditetapkan bagi PPK dan PPSPM mencakup tiga aspek utama:
1. Kompetensi Teknis
* o Pemahaman regulasi keuangan negara dan pengadaan barang/jasa.
* o Kemampuan menyusun dokumen kontrak, RAB, serta laporan pertanggungjawaban.
* o Keterampilan mengoperasikan sistem aplikasi keuangan (SPAN, SAKTI, dll.).
2. Kompetensi Manajerial
* o Kemampuan merencanakan dan mengelola kegiatan secara efektif.
* o Keterampilan mengantisipasi risiko dan menyelesaikan masalah.
* o Leadership dalam mengarahkan tim untuk mencapai target output.
3. Kompetensi Sosial-Kultural
* o Integritas dan kejujuran dalam mengambil keputusan.
* o Komunikasi efektif dengan berbagai pemangku kepentingan.
* o Kepekaan terhadap nilai-nilai kebangsaan, kepentingan publik, dan keberagaman.
Ketiga dimensi kompetensi ini menunjukkan bahwa PPK dan PPSPM bukan sekadar pejabat administrasi, melainkan aktor strategis yang memengaruhi kualitas pembangunan.
Tantangan di Tahun Terakhir Implementasi PMK 211/PMK.05/2019
Memasuki tahun 2025 sebagai tahun terakhir masa berlakunya kebijakan kompetensi sesuai PMK 211/PMK.05/2019, sejumlah tantangan muncul ke permukaan:
• Kesenjangan kompetensi: masih ada PPK dan PPSPM yang belum mengikuti atau lulus sertifikasi, sehingga berpotensi menciptakan ketidakseragaman standar di lapangan.
• Perubahan regulasi yang dinamis: aturan keuangan negara sering mengalami penyempurnaan. PPK dan PPSPM dituntut untuk cepat beradaptasi agar tidak terjadi kesalahan administrasi.
• Digitalisasi sistem keuangan: penerapan aplikasi SAKTI dan integrasi SPAN menuntut penguasaan teknologi informasi. Mereka yang tidak terbiasa dengan sistem digital berpotensi mengalami hambatan.
• Keterbatasan sumber daya: di beberapa satuan kerja, beban kerja PPK dan PPSPM cukup tinggi karena jumlah pegawai terbatas, sehingga berisiko menurunkan kualitas kinerja.
Tantangan-tantangan ini perlu dikelola agar momentum berakhirnya PMK 211/PMK.05/2019 tidak menjadi kemunduran, tetapi pijakan untuk melangkah lebih maju.
Kondisi di Lapangan
Sejak diterbitkannya PMK 211/PMK.05/2019 sampai dengan saat ini dimana tahun ini merupakan tahun terakhir implementasi PMK tersebut masih ada PPK dan PPSPM yang belum memiliki sertifikasi kompetensi. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun upaya sertifikasi telah berjalan beberapa tahun, tantangan dalam mencapai 100% kompetensi masih ada.
Di sisi lain, tren nasional menunjukkan peningkatan jumlah pejabat yang telah memiliki sertifikat kompetensi, baik PPK maupun PPSPM. Jika dilihat secara makro, capaian ini patut diapresiasi, tetapi dari sisi mikro (wilayah kerja KPPN tertentu), perlu terus dilakukan monitoring dan evaluasi agar tidak ada satker yang tertinggal.
Prospek dan Harapan ke Depan
Berakhirnya periode implementasi PMK 211/PMK.05/2019 tidak boleh dimaknai sebagai akhir dari upaya peningkatan kompetensi. Justru, momen ini bisa dijadikan titik tolak untuk melahirkan kebijakan baru yang lebih adaptif dengan perkembangan zaman. Beberapa prospek yang bisa diarahkan antara lain:
1. Sertifikasi berkelanjutan: bukan hanya sekali seumur hidup, melainkan periodik agar kompetensi tetap terjaga.
2. Integrasi dengan teknologi digital: misalnya pemanfaatan big data dan artificial intelligence untuk membantu proses validasi dokumen keuangan.
3. Penguatan budaya integritas: kompetensi tidak hanya soal keterampilan teknis, tetapi juga komitmen moral untuk menjaga uang negara.
4. Kolaborasi lintas instansi: peningkatan kapasitas PPK dan PPSPM bisa dilakukan melalui sinergi antara Kementerian Keuangan, LKPP, BPKP, dan lembaga pelatihan.
Penutup
PPK dan PPSPM adalah pilar utama dalam menjaga akuntabilitas belanja negara. Kompetensi mereka bukan hanya kebutuhan birokrasi, melainkan juga tuntutan publik agar uang rakyat dikelola secara benar. Tahun 2025, sebagai tahun terakhir implementasi PMK 211/PMK.05/2019, menjadi kesempatan emas untuk melakukan evaluasi menyeluruh.
Harapannya, setelah periode ini, pemerintah dapat melahirkan kebijakan baru yang lebih menekankan pada keberlanjutan kompetensi, digitalisasi, dan budaya integritas. Dengan begitu, kualitas tata kelola keuangan negara dapat terus ditingkatkan, dan manfaat pembangunan bisa semakin dirasakan oleh seluruh masyarakat.