Kedaulatan Telekomunikasi RI: Antara Ketergantungan dan Kemandirian

Kedaulatan telekomunikasi bukan lagi sekadar jargon normatif dalam ranah kebijakan nasional. Di tengah disrupsi digital dan geopolitik global, isu ini telah menjelma menjadi salah satu pilar utama pertahanan nasional dan keberlanjutan pembangunan ekonomi digital Indonesia.
Sayangnya, hingga hari ini, kedaulatan telekomunikasi kita masih bersifat parsial dan rentan terhadap dominasi eksternal. Mengapa demikian?
Realitas ketergantungan
Jika kita menelaah lebih dalam, infrastruktur inti telekomunikasi Indonesia, mulai dari backbone jaringan, satelit, hingga sistem manajemen lalu lintas data, masih bergantung pada teknologi, perangkat keras, dan perangkat lunak dari luar negeri.
Data center strategis masih dikuasai oleh pemain global. Bahkan, lalu lintas data nasional kita sebagian masih melewati jalur internasional sebelum kembali ke dalam negeri (data loop).
Ini adalah ironi dalam era industri 4.0. Negara dengan jumlah penduduk lebih dari 280 juta jiwa dan lebih dari 17 ribu pulau, dengan potensi digitalisasi yang luar biasa, justru belum sepenuhnya mengontrol arus informasinya sendiri.
Mengapa kedaulatan telekomunikasi penting?
Kedaulatan telekomunikasi tidak hanya soal proteksi keamanan siber atau kontrol terhadap penyadapan. Lebih dari itu, ini adalah tentang memastikan bahwa Indonesia memiliki kendali penuh atas:
a. Infrastruktur strategis: kabel optik, BTS, jaringan 5G, hingga satelit orbit rendah (LEO);
b. Lalu lintas data domestik dan regulasi lintas batas;
c. Tata kelola spektrum frekuensi nasional;
d. Teknologi inti dan manufaktur perangkat jaringan;
e. Algoritma dan platform distribusi informasi.
Negara yang tidak berdaulat dalam telekomunikasi berarti menyerahkan ruang publik digitalnya kepada pihak asing. Ini berpotensi menempatkan Indonesia pada posisi yang lemah dalam negosiasi global, rawan intervensi, dan tak siap menghadapi disrupsi geopolitik digital.
Menuju kemandirian digital
Kedaulatan tidak harus berarti isolasi. Indonesia tetap harus membuka diri terhadap kerja sama internasional, tetapi dengan posisi tawar yang kuat dan kepentingan nasional yang terjaga. Oleh karena itu, terdapat sejumlah langkah strategis yang perlu didorong antara lain:
a. Membangun ekosistem teknologi lokal
Pemerintah harus mendorong riset, manufaktur, dan inovasi perangkat jaringan lokal. Ini termasuk mendorong BUMN dan startup dalam negeri untuk mengembangkan teknologi inti-dari chip hingga software-defined networking.
b. Regulasi arus data nasional
Data lokal harus diproses dan disimpan di dalam negeri. Undang-Undang PDP (Perlindungan Data Pribadi) harus diperkuat dengan aturan turunan yang menjamin data strategis nasional tidak diekspor secara serampangan.
c. Kemandirian satelit dan 5G
Proyek seperti SATRIA perlu diperluas, dan implementasi 5G harus dipastikan tidak hanya bergantung pada vendor asing. Diversifikasi teknologi dan vendor adalah keniscayaan.
d. Peta jalan kedaulatan telekomunikasi nasional
Pemerintah perlu menyusun roadmap jangka panjang 10 tahun hingga 20 tahun tentang bagaimana Indonesia akan mencapai kedaulatan telekomunikasi, melibatkan semua pemangku kepentingan: pemerintah, operator, akademisi, dan masyarakat sipil.
(miq/miq)